Chapter 5

713 93 25
                                    

Fang menghela napas, menatap sungkan manusia rusak yang duduk manis di meja dapurnya.

Solar.

Laki-laki jangkung itu tersenyum lebar di depan Shielda. Mengumbar kata-kata manis yang persis terdengar seperti racun di telinga Fang.

Beberapa menit yang lalu, dengan tidak tahu malu setelah mengancam dirinya laki-laki itu sekali lagi menginjakkan kaki di dalam apartemen Fang. Membual tentang ia yang tidak sabar menikmati menu makan siang mereka.

Urat di dahi Fang membengkak, berdenyut emosi dari bawah kulit pucatnya. Suara sayur yang terpotong oleh pisau terdengar makin garang, bergema lantang hingga meja makan.

"Wah bersemangat sekali." Ucap Solar, bersiul kemudian terkekeh.

Shielda ikut menoleh, terlihat agak panik perempuan itu cepat-cepat berdiri "A- ah, sebentar Fang biar aku bantu."

"Tidak-" Ucap Fang tegas. "Shielda, aku tidak mau kau kehilangan jarimu." Wajah pucatnya berkerut khawatir menatap Shielda sebelum kemudian menggelap begitu violetnya melirik laki-laki di meja makan.

"Duduk saja dan temani 'teman baikku' di sana."

Shielda tidak punya banyak pilihan. Tau betul jika yang dikatakan Fang benar, ia bisa saja berkahir memangkas satu atau dua jari ketika mencoba memotong bahan makanan yang sekarang sedang dicacah Fang dengan lihai. Jadi tanpa banyak perlawanan, si zamrud kembali duduk di depan Solar.

Meraih teh yang beberapa menit lalu diseduh oleh Kakak sepupunya, Shielda melirik dahi Solar yang berkerut dalam saat laki-laki itu menyesap teh miliknya.

"Ada apa Solar?" Tanya Shielda penasaran.

Solar menoleh. Kerut dalam berubah jadi senyuman hangat dan bersahabat. "Humm, Fang punya selera yang bagus dalam menyeduh teh." Ucapnya, terdengar benar-benar tulus di telinga Shielda.

Shielda tertawa, renyah dan manis. Bangga dengan pujian yang dilontarkan untuk sepupunya.

"Tentu! Teh yang dibuat Fang tidak ada tandingannya hehe." Dengan semangat perempuan itu menyesap teh dari gelasnya, menikmati larutan manis yang menyentuh indera pengecap.

.

.

.

Alis Solar berkedut. Menatap teh dengan rasa terpahit yang pernah ia coba, penuh dengki manik keemasannya melirik semak ungu yang sedang sibuk dengan masakannya.

Kemarahan ia telan, bersamaan dengan cairan menjijikan yang ia sesap dari gelasnya.

'Bangsat satu ini.' Geramnya dalam hati.

.

.

.

Beberapa menit berlalu dan tiga porsi nasi kari mengepul hangat di atas meja makan. Aroma gurih membelai penciuman, sedikit menekan amarah yang mencekik ujung kerongkongan Solar. Perutnya-dengan agak memalukan-lumayan bergejolak menatap hidangan hangat itu.

'Ekhem- Well... Tidak perduli siapa yang membuatnya, makanan tetap makanan.' Tegasnya di dalam hati.

Menyendok agak terlalu cepat Solar mulai mengunyah.

'Sialan- Enak!'

Manik keemasan laki-laki itu melirik tak percaya belukar ungu di depannya.

Fang, duduk dan mengunyah dengan wajah malas-malasan balas menatap. "Apa?" Ucapnya dengan ekspresi tertekuk.

Solar berjenggit, membersikan tenggorokan dari rasa kaget ia berdehem singkat. "Bukan apa-apa." Balasnya kemudian lanjut menikmati makanan.

Tidak membiarkan rasa masakan yang dikunyah mempengaruhi otaknya lebih lama, Solar cepat-cepat kembali memulai percakapan yang baru dengan Shielda.

ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang