Chapter 4

565 78 10
                                    

Shielda bersenandung riang. Langkah kakinya menggema ringan di lorong gedung apartemen lantai 11. Lantai di mana Fang menyewa apartemen mungilnya.

Sejak tadi, ia memikirkan Fang. Laki-laki pucat itu belum membalas pesannya sama sekali. Tidak juga mengangkat telpon. Jadi Shielda putuskan hari ini ia akan menghabiskan waktu di tempat Fang saja.

Ini hari Selasa. Mereka- dia dan Fang, tidak punya kelas yang harus dihadari. Karena itu, menghabiskan waktu mengobrol dan menikmati makan siang bersama Fang akan jadi kegiatan yang menyenangkan.

Shielda selalu suka berda di dekat Fang. Laki-laki itu, meski ia selalu malas makan tapi masakan yang dibuatnya benar-benar sepadan untuk ditunggu. Menunya memang biasa saja, jenis menu yang bisa kau temui di manapun. Tapi saat memakan menu hangat yang disajikan Fang, Shielda merasakan rumah di hatinya.

Shielda kembali bersenandung, lebih riang dan bahagia dari sebelumnya. Langkah kakinya yang ringan berbelok di ujung lorong lantai 11 kemudian berhenti perlahan saat zamrud jernihnya mendapati dua orang laki-laki jangkung di depan pintu ruang apartemen Fang yang terbuka.

Laki-laki tak berwarna dan laki-laki yang terlalu bercahaya.

Fang dan Solar.

.

.

.

.

Hari ini Fang tidak punya mata kuliah yang perlu dihadiri. Harusnya dia bisa bersantai, tapi tidak. Dia tidak menghabiskan waktunya dengan bersantai. Bukan karena tidak mau, tapi karena tidak bisa.

Violet gelapnya melirik kaca kusam di kamar mandi dan pantulan laki-laki pucat dengan kantung mata hitam balik menatap.

Fang tidak ingat kapan terakhir ia bisa tertidur tanpa berkali-kali mengkhawatirkan apapun. Kapan terakhir ia bisa makan tanpa perasaan mual di hatinya, atau terjaga tanpa denyut menyakitkan di kepala. Rasanya sudah lama sekali.

Pagi ini bahkan ia habiskan tanpa bisa menelan apapun. Bukan tanpa alasan, tapi sensai makanan yang ia telan benar-benar menyakitkan saat pikirannya tak bisa berhenti mengingat kejadian kemarin.

Wajah lebam dengan senyuman memuakkan.

'Ku dengar, kau anak kebanggaan fakultas DKV.'

Tawa mengejek yang bergema di antara koridor fakultas serta bau anyir yang tertinggal di buku jarinya.

Sekali lagi semua bayangan itu membuat Fang memuntahkan cairan asam dari mulutnya.

'Penerima beasiswa dari tahun pertama.'

Suara laki-laki yang terdengar seperti racun terus menabrak ingatan.

Beasiswa.

Iya, Fang adalah salah satu penerima beasiswa di universitasnya.

Jika ada hal yang bisa sedikit ia banggakan kepada Ayahnya, maka itu adalah beasiswa yang ia dapat tanpa menggunakan uang laki-laki arogan itu sedikitpun.

Kalau sampai pihak universitas mencabut beasiswanya, Fang tidak bisa membayangkan harus pulang kerumah dengan menyedihkan dan mengemis uang lebih banyak lagi kepada laki-laki yang paling tidak ingin ia temui itu.

Persetan.

Fang muntah, kali ini lebih hebat dari yang sebelumnya.

Kepalanya pening luar biasa memikirkan harus kehilangan harga diri dan kebanggaan cuma karena ulah rubah busuk seperti Solar.

Semuanya tidak pernah mudah. Setidaknya tidak dalam hidup Fang. Rasanya apapun yang ia lakukan dan sekuat apapun ia berjuang tidak ada hal yang bisa berjalan sesuai dengan rencana.

ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang