Chapter 2

813 97 5
                                    

Fang menggeram, mengusap kuat kelopak mata saat deringan ponsel menolak berhenti di sebelah tempat tidurnya. Tangan pucatnya meraih ponsel, sekilas melirik angka 8 yang tertera pada bagian sudut atas ponsel sebelum jempolnya mengusap layar untuk menerima panggilan.

"Shielda, ini hari Minggu." Ucapnya dengan serak.

"Fanggg! Sudah 30 menit aku berdiri di depan pintu mu!" Dari seberang rengekan Shielda membalas. "Cepat buka pintunya, aku pikir kau sudah mati."

Fang mendengus geli sebelum akhirnya menyeret kaki ke pintu depan untuk menyambut ocehan Shielda. "Tidak ada tamu yang diharapkan datang di hari Minggu." Balasnya setengah mengantuk saat Shielda terus-terusan mengoceh.

"Berhenti bermalas-malasan dan temani aku belanja sekarang! Kau juga butuh stok makanan- ewh lihat ini, sudah berapa lama bawang ini di sini!?"

Kurang dari 15 menit Shielda berhasil menyeret Fang turun ke bawah. Mengenakan Hoodie seadanya, Fang menemani si rambut coklat ke supermarket.

"Paling juga kau mau beli mie instan kan?" Ucap Fang, sesekali menguap lebar.

"Enak saja!"

"Hmm.. Pasta instan berarti."

Pipi Shielda membulat merah. "Terus Fang. Terusss! Terus ejek aku dan skill memasak ku." Ucapnya dengan nada marah yang dibuat-buat. "Jangan sombong dengan keahlianmu ya."

"Khe, baik nyonya." Ejek Fang sekali lagi sambil mengacak pelan rambut coklat Shielda.

Shielda kerabat terdekatnya di kota ini, meski ia sepupu dari keluarga ibu sambungnya tapi perempuan itu sudah seperti adiknya sendiri.
Ia perempuan yang terlihat luar biasa anggun di mata orang lain, tapi tidak untuk Fang. Baginya Shielda akan selalu jadi adik sepupu ceroboh dan agak terlalu lugu.

Mereka tinggal di satu gedung yang sama, Shielda di lantai 8 dan Fang lantai 11. Hidup sendirian dan sama-sama jauh dari rumah. Kadang mereka akan makan malam bersama, kadang juga pergi ke kampus beriringan.

Fang selalu khawatir Shielda akan merasa kesepian saat ia memutuskan untuk kuliah disini, tapi melihat kondisinya sekarang ia rasa adik sepupunya yang satu itu bisa menyesuaikan diri dengan baik. Melihat ia tetap riang meski jauh dari kampung halaman mereka, sudah cukup membuat Fang lega.

Bibir pucat Fang terangkat. Menatap hangat surai coklat Shielda yang bergelombang, tawa kecil lolos begitu saja dari bibirnya. "Kau harus coba mencari teman baru Shielda." Gurau Fang, "Agar aku bisa bermalas-malasan di hari minggu." Tangan pucatnya sekali lagi mengacak pelan rambut Shielda.

"Haha aku tidak butuh."

.

.

.

.

.

Solar menguap sekali lagi, matanya memandang malas Gopal yang sejak tadi sibuk memilih gitar barunya. Digaruknya belakang kepala yang tidak gatal sambil sesekali berdecak pelan.

"Masih bingung memilih Gopal?" Di luar dugaan, suaranya terdengar sangat ramah. "Aku bisa bantu kalau kau bingung." Tambahnya kali ini dengan senyuman cerah.

Gopal menoleh ke belakang, melambaikan tangan dengan riang "Tidak-tidak, jangan repot-repot."

Tangan Solar terkepal, hati-hati ia menjaga senyum di wajah agar tetap ramah. "Kalau begitu aku mau beli minum dulu." Jawabnya masih dengan suara ramah dan santun.

"Oke! Nanti aku telpon kalau sudah dapat haha."

Ucap Gopal- 1 jam yang lalu dan sampai sekarang belum ada bunyi dering ponsel yang bisa memperbaiki mood Solar.

ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang