7/7

244 42 4
                                    

Agustus 2033

Jeffrey baru saja selesai makan malam dengan Joanna. Dia juga mengantar wanita itu pulang. Namun tidak bisa mampir karena ada keperluan.

"Hati-hati, ya?"

Jeffrey mengangguk singkat. Dia juga melambaikan tangan pada Joanna sebelum melajukan mobilnya. Sebab dia sedang terburu-buru sekarang. Karena sudah ditunggu tim sukses ayahnya di rumah.

Joanna menarik nafas panjang setelah kepergian Jeffrey. Lalu membalikkan badan dan langsung pergi. Menuju lift yang untung saja kosong saat ini. Sehingga tidak tahu jika sejak tadi ada yang mengawasi. Lalu memotretnya dengan hati-hati.

Satu jam kemudian Jeffrey tiba di rumah. Dia sangat terlambat karena terjebak macet di jalan. Mengingat ini jam orang-orang pulang kerja. Tidak heran jika keadaan jalanan padat.

"Malam semuanya! Maaf baru datang, jalanan macet soalnya."

Jeffrey menyapa orang-orang di ruang rapat. Dia langsung duduk di kursi kosong yang ada di samping Sera. Karena mereka memang sedang rapat untuk merencanakan kegiatan kampanye bulan depan.

"Tidak apa-apa, kita juga baru pemanasan."

Ucap Sera sembari menyodorkan air mineral. Karena dia tahu Jeffrey pasti kehausan. Karena dia berlari dari parkiran menuju ruang rapat yang ada di bagian belakang bangunan rumah.

"Kami baru saja dapat informasi kalau ada yang mengikuti kamu beberapa hari ini."

Ucap Rusli, selaku ketua tim kampanye kali ini. Dia adalah orang kepercayaan Stevan dan Sandi. Tidak heran jika dia berani mengkonfrontasi Jeffrey di depan banyak orang seperti ini.

"Aku khawatir mereka akan menjadikan pacarmu sebagai alat untuk———"

"Pacarku tidak seperti itu, dia tidak akan membantu mereka untuk menyerangku!"

Sela Jeffrey dengan wajah kesal. Sebab dia tahu ke mana arah pembicaraan Rusli sekarang. Ya, tentu saja untuk menjauhkan dia dengan Joanna selama kampanye dilangsungkan.

"Bukan itu! Aku tahu pacarmu tidak akan menyerangmu karena dia tidak punya power apapun. Aku hanya takut dia akan menjadi batu sandungan timses Papamu. Bisa saja mereka mengulik masa lalu wanita itu, lalu disebarkan untuk menurunkan elektabilitas Papamu. Ini bukan hanya untuk kebaikan kita, tapi dia juga. Aku tidak ingin menghasut supaya kamu memutuskan dia, tapi hanya satu saja, kurangi intensitas bertemu dia sebelum pemilihan. Jangan setiap malam di hari kerja. Apalagi sampai bermalam di apartemennya!"

Jeffrey yang merasa sedang dipojokkan mulai mengepalkan tangan. Karena Rusli sudah terlalu dalam membahas kehidupan pribadinya. Di depan banyak orang pula.

"Rusli, masalah ini tidak perlu dibahas di ini. Jeffrey pasti bisa mengerti. Dia pasti tahu mana yang baik dan tidak untuk dirinya sendiri."

Sandi mulai menengahi. Sebab dia melihat Jeffrey yang tampak marah dan mulai menduduki kursi. Lalu meminum air pemberian Sera tadi.

"Om Rusli memang agak menyebalkan orangnya. Sabar, ya?"

Bisik Sera menenangkan. Dia mengusap pundak Jeffrey pelan. Karena dia juga pernah berada di posisi sekarang. Dikonfrontasi Rusli di depan banyak orang pada acara keluarga karena tidak menikah-menikah. Sebab pria itu adalah pamannya, adik dari ayahnya. Sehingga Sera jelas hafal bagaimana tabiatnya.

Beberapa bulan kemudian.

Kegiatan kampanye Sandi dan Stevan sedang dalam masa gencar-gencarnya. Bahkan Jeffrey sampai cuti mengajar karena harus ikut kampanye keliling Indonesia. Tidak heran jika dia mulai uring-uringan karena tidak bisa bertemu pacarnya.

"Tidak ada sinyal, ya?"

Tanya Sera pada Jeffrey yang sedang bersandar di pohon besar. Sesekali dia mengangkat ponsel ke udara. Berharap bisa menangkap banyak sinyal. Supaya dapat melakukan panggilan video bersama Joanna.

"Iya, hanya pesan saja yang bisa. Itu saja agak lama."

"Sabar, besok kita sudah kembali ke kota. Seminggu saja tidak video call apa tidak kuat?"

Sera berusaha bercanda. Sebab dia bosan juga berada di dalam. Karena pembahasan mereka berat-berat.

"Masalahnya dia ulang tahun sekarang. Aku sudah janji mau telepon jam dua belas."

"Tapi dia tahu kalau kamu ada di sini, kan? Aku yakin dia pasti bisa mengerti kalau sinyal di sini sulit. Lebih baik kamu masuk, istirahat. Tuh, mereka sudah selesai rapat."

Jeffrey mulai menatap belakang. Dia melihat ayahnya sedang melambaikan tangan. Seolah meminta dia mendekat.

Di tempat lain, Joanna sedang berguling di atas ranjang. Menunggu balasan dari pacarnya, karena sudah satu minggu ini mereka tidak melakukan panggilan suara maupun gambar. Sehingga keduanya sama-sama gelisah karena rindu berat.

"Di sana pasti susah sinyal."

Joanna yang kesal dan lapar mulai bangkit dari rajang. Dia berniat jalan-jalan sebentar, sekalian cari makan. Meski ini sudah jam sebelas malam.

Setelah memakai masker dan jaket hitam, Joanna bergegas keluar unitnya. Lalu mengetuk unit depannya. Karena dia dan penghuni di depan memang sudah berkenalan dan cukup akrab sekarang. Sehingga sering makan bersama jika sedang luang.

"Mau cari makan di mana?"

Tanya pria yang sedang memakai kaos hitam dengan tergesa. Karena dia baru saja pulang kerja dan berniat langsung tidur sebenarnya. Namun karena si tetangga tiba-tiba mengeluh lapar dan minta ditemani membeli makan———akhirnya Mega harus meluangkan sedikit waktunya. Karena tidak mungkin juga dia membiarkan wanita ini keluar sendirian.

"Terserah. Baru pulang, ya?"

"Sudah dari tadi, tapi mampir gym."

Bohong Mega agar Joanna tidak merasa bersalah. Sebab selama tiga bulan mengenal, dia mulai paham bagaimana kepribadian Joanna yang memang suka merasa tidak enak jika meminta tolong orang.

"Pasti capek, ya? Ya sudah, kamu istirahat saja. Aku bisa naik grab."

Joanna akan pergi dari sana. Namun Mega yang belum selesai memakai kaos mulai menahan. Dengan menarik salah satu tangannya.

"Aku belum makan tadi, aku juga lapar sekali!"

"Bilang, dong!"

Joanna lekas menarik tangan sembari tersenyum senang. Karena ada teman makan. Sebab dia memang agak takut keluar malam sendirian.

"Tunggu, aku ambil dompet sebentar!"

Joanna mengangguk singkat. Sedangkan Mega mulai berlari menuju kamar. Menyisir kilat rambutnya dan menyemprotkan parfum secara asal. Kemudian mengantongi dompet dan ponsel juga.

Tbc...

ELECTABILITY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang