12/12

283 39 4
                                    


Joanna sudah duduk di mobil Jeffrey. Menunggu pria itu berbincang dengan kondektur dan supir bus tadi. Sembari memberi uang untuk biaya kompensasi.

Setelah puas menatap belakang, Joanna mulai menatap depan. Dia melihat  dua mobil hitam yang sudah pasti adalah orang-orang yang mengawal pacarnya.

"Kita perlu bicara. Aku cari tempat sebentar."

Ucap Jeffrey saat memasuki mobil. Dia sempat melirik kaki Joanna yang masih digips. Ada sedikit rasa miris, karena dia tidak ada saat wanita itu sakit.

Joanna diam saja. Tidak mengatakan apa-apa. Karena mau memprotes juga tidak akan bisa. Sebab kakinya seperti ini dan tidak mungkin dia bisa kabur dari sana.

"Tadi aku bertemu Mega, dia mengatakan apa saja yang terjadi saat aku tidak memberi kabar. Dia juga yang memberi tahu kalau kamu akan pulang naik bus sebelumnya."

Ucap Jeffrey tiba-tiba. Saat mobil melaju pelan. Menuju tempat yang paling strategis untuk berbicara.

"Aku juga sudah melihat pesan yang kamu kirimkan. Aku benar-benar minta maaf kalau kamu merasa aku tinggalkan, aku abaikan. Karena aku benar-benar sibuk sebelumnya. Aku———"

"Aku tidak mau mendengar alasan sibuk."

Jeffrey melirik Joanna. Sebelum menghentikan mobil tiba-tiba di pinggir jalan. Beruntung keadaan sekitar sepi sekarang. Sehingga tidak ada yang memaki mereka.

"Aku rasa hubungan ini sudah tidak layak dilanjutkan. Aku dan kamu sudah tidak memiliki kecocokan."

"Tidak cocok apanya? Aku mengaku salah. Aku terlalu fokus mengurus kampanye Papa sampai lupa kalau ada kamu yang butuh aku juga. Aku minta maaf. Aku janji setelah ini akan lebih perhatian. Akan selalu ada jika kamu butuhkan."

Jeffrey mulai meraih kedua tangan Joanna. Dia berusaha meyakinkan. Karena dia jelas tidak mau putus sekarang.

Tok... Tok...

Belum juga Joanna bersuara, tiba-tiba saja kaca mobil Jeffrey diketuk dari luar oleh salah satu bodyguard. Dia mengatakan jika Jeffrey diminta kembali pulang. Sekarang. Membawa Joanna juga tidak apa. Karena ada hal penting yang harus dibicarakan.

"Maaf, Mas. Bapak bilang kalau Mas diminta pulang sekarang. Membawa Mbak Joanna juga. Karena ada hal penting yang ingin dibicarakan."

"Aku turun di sini. Aku akan menunggu bus lain."

Joanna ingin turun dari mobil. Karena dia jelas enggan ke rumah Jeffrey. Sebab di sana pasti ramai sekali. Mengingat besok adalah hari penting keluarga ini.

"Jangan! Kamu ikut aku sekarang! Akan aku tunjukkan jika aku benar-benar serius sekarang. Besok pagi aku antar pulang, aku pastikan kamu bisa ikut pemilihan di kampung halaman."

Jeffrey terus memaksa. Membuat Joanna yang tidak bisa bebas bergerak akhirnya memilih pasrah. Meski hati terus berdebar. Karena takut tidak dianggap dan diabaikan oleh orang-orang di sana.

Tidak lama kemudian Jeffrey tiba di rumah. Dia langsung membantu Joanna keluar dari mobilnya. Lalu berjalan menuju ibunya yang sudah menunggu di teras. Bersama beberapa orang juga.

"Joanna kenapa? Ya Tuhan! Pasti sakit, ya?"

Jessica mengambil alih Joanna dari anaknya. Kemudian membawa wanita itu memasuki rumah. Lalu didudukkan pada sofa terdekat.

"Ditabrak orang setelah berita pertama tentang kita muncul di media."

"Bukan, Tante. Jeffrey hanya asal bicara."

Sela Joanna saat Jeffrey tiba-tiba menjawab. Sebab dia jelas takut dianggap sedang memfitnah. Sebab diapun tidak berhasil menangkap siapa orangnya. Hanya saja Mega kerap membesar-besarkan masalah. Sampai mengatakan hal ini pada Jeffrey juga.

"Ya Tuhan! Parah sekali. Maaf, ya, Sayang. Tahu begitu kamu ikut tinggal di sini saja. Oh, iya. Kamu pasti sudah membaca berita tentang Sera yang pernah melakukan aborsi, kan? Itu bukan anak Jeffrey, jadi tidak perlu panik. Kalian pasti sempat bertengkar tadi."

Joanna yang tidak tahu apa-apa mulai mengadu alis. Sebab dia memang tidak update masalah ini. Apalagi Mega dan orang-orang di bus juga tidak membahas ini.

"Biarkan dia istirahat dulu, Ma. Nanti aku yang akan jelaskan pelan-pelan."

"Oke-oke! Mau di kamar Mama atau———aduh Mama lupa! Kamar tamu habis semua. Kamu mau sekamar dengan Sera?"

"Di kamarku saja, Ma."

"Heh! Tidak boleh! Eh boleh-boleh saja asal kamu jangan ikut tidur di sana nanti malam."

"Iya. Biasanya aku juga tidur di kantor belakang."

"Ya sudah. Kalau begitu kamu langsung temui Papa sekarang. Mama yang akan antar Joanna ke kamar."

Jeffrey menatap Joanna sebentar. Seolah bertanya apa si pacar mau diantar ibunya. Sebab dia tahu jika Joanna masih agak canggung di sana.

Karena Joann tidak menunjukkan wajah ingin meminta pertolongan, Jeffrey akhirnya meninggalkan mereka. Lalu menuju kantor yang ada di belakang rumah.

5. 30 AM

Jeffrey mengetuk kamar sembari membawa sarapan. Karena orang-orang sudah bersiap menuju TPS sekarang. Sama seperti dirinya yang kini juga ingin mandi dan mengganti pakaian.

Ceklek...

Pintu terbuka. Jeffrey melihat Joanna yang sudah terlihat rapi sekarang. Dengan setelah putih hitam. Mungkin karena diminta ibunya.

"Aku bawa sarapan. Di bawah ramai soalnya. Aku takut kamu tidak nyaman kalau makan di sana."

Jeffrey meletakkan nampan di atas meja. Lalu mendekati Joanna yang kini sudah menduduki tepi ranjang. Dengan perlahan.

"Bajumu sudah ada di sana. Disiapkan Mamamu semalam. Setelan ini juga dipinjami dia."

"Aku senang karena kamu bisa dekat dengan Mama. Dia baik, kan? Tidak seburuk yang kamu bayangkan, bukan?"

Jeffrey meraih tangan Joanna. Lalu dicium berulang-ulang. Karena wanita itu sempat tersenyum saat berbicara. Pertanda jika hubungan mereka sudah membaik sekarang.

"Kamu tidak tidur, ya?"

Joanna mulai mengalihkan pembicaraan. Karena dia agak malu sekarang. Sebab sudah meminta putus sebelumnya.

"Tidur sebentar tadi. Mungkin dua jam lebih sedikit. Papa sudah siapkan jet pribadi, jam delapan kita berangkat. Aku pastikan sebelum jam dua belas kamu sudah sampai rumah."

"Serius? Padahal aku ada rencana mau golput."

"Heh! Mana boleh!"

Jeffrey mendorong dahi Joanna dengan jari telunjuk pelan. Membuat wanita itu terkekeh pelan. Lalu menggigit singkat jari si pria.

"AW! Aku mandi sekarang, ya? Kamu bisa sarapan duluan kalau sudah lapar."

"Aku makan nanti saja, menunggu kamu sekalian."

"Oke, deh. Mandiku tidak lama!"

Jeffrey mengecup pipi Joanna sebentar sebelum pergi. Membuat wanita ini tersenyum kecil. Karena dia merasa senang sekali. Sebab telah diterima baik di keluarga ini.

Tbc...

ELECTABILITY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang