5/5

285 44 1
                                    


April 2033

Setelah beberapa bulan menunggu, Jeffrey akhirnya bisa berkenalan dengan orang tua Joanna secara langsung. Saat mereka berkunjung. Karena Joanna sedang sakit dan butuh dijenguk.

Sebenarnya sakit Joanna tidak terlalu parah. Hanya tifus saja. Namun orang orang tuanya memaksa datang. Padahal si anak sudah mengatakan jika ada yang mengurus di Jakarta.

"Jeffrey terlihat baik. Ibu dan Bapak suka."

Ucap Liana setelah Jeffrey pulang. Karena saat ini mereka masih berada di rumah sakit tempat Joanna dirawat. Sebab ini sudah jam sepuluh malam dan Joanna sudah sejak tadi meminta pria itu pulang.

"Syukurlah kalau kalian suka."

Joanna mulai memejamkan mata. Menikmati tidur panjang di hari terakhir dirawat. Sebab besok dia sudah diizinkan pulang. Tentu saja dengan jemputan pacarnya.

Beberapa hari kemudian.

Jeffrey dan Joanna akhirnya bertemu lagi setelah tidak bertemu selama satu minggu lebih. Karena Jeffrey mengaku sibuk dan tidak bisa menjemput lagi.

Maklum, ini karena Jeffrey kerja di luar kota. Dia mengajar di Bandung dan bahkan selalu berangkat subuh agar tidak terlambat. Karena memiliki kelas pagi hingga sore setiap harinya. Agar tidak terlalu malam saat tiba di Jakarta.

Sebenarnya ini sangat melelahkan. Orang tuanya juga sudah beberapa kali meminta Jeffrey untuk tinggal di Bandung saja. Sebab mereka memiliki rumah di sana. Namun Jeffrey terus menolak dengan alasan takut kesepian jika sendirian. Padahal, dia menolak karena pacarnya ada di Jakarta.

"Maaf, ya. Kamu jadi menunggu lama. Di jalan ada kecelakaan. Jadi terjebak macet cukup lama."

"Tidak apa-apa."

Joanna mulai memakai sabuk pengaman. Lalu menatap Jeffrey yang kini masih menatapnya. Dengan wajah merasa bersalah. Karena sudah terlambat satu jam menjemput si pacar.

"Tidak apa-apa, Sayang. Tadi aku juga ada yang menemani di dalam. Hari ini ada cerita apa?"

Jeffrey tersenyum tipis. Lalu mengecup pipi Joanna cepat sekali. Membuat wanita ini terpaku sedetik. Sebab belum siap mendapat serangan tiba-tiba seperti ini.

"Tidak ada. Hari ini berjalan lebih cepat dari kemarin. Karena akhirnya, kita bisa makan malam lagi seperti malam-malam sebelumnya."

Joanna terkekeh pelan. Lalu mengencangkan sabuk pengaman. Sedangkan Jeffrey mulai tertawa dan melajukan kendaraan. Menuju rumah makan yang sudah mereka sepakati sebelumnya.

Selesai makan, Jeffrey mengantar Joanna ke apartemennya. Dia ingin ikut masuk namun Joanna cegah. Karena si wanita belum bersih-bersih kamar. Sebab pagi tadi buru-buru berangkat hingga tidak sempat membersihkan.

"Jangan mampir! Kamarku berantakan. Tadi aku cari barang, jadi isi lemari aku keluarkan. Tapi belum sempat aku rapikan."

"Ya tidak apa-apa. Nanti bisa aku bantu rapikan. Kamu kenapa panik, sih? Hehehe, lucu sekali. Kamu takut aku ilfeel?"

Jeffrey mengusap rambut depan Joanna pelan. Sembari terkekeh juga. Di depan gedung apartemen si wanita. Hingga beberapa bodyguard yang berjaga dari kejauhan ikut melihat dan sesekali menertawakan.

"Besok saja kamu mampir, ya? Kamu pasti capek karena terjebak macet satu jam."

"Mau macet satu jam, delapan jam, aku tidak akan kelelahan. Asal bisa bertemu kamu setelahnya. Ayo masuk!"

Jeffrey merangkul Joanna. Dibawa menuju lift yang baru saja terbuka. Dia juga meminta orang yang baru saja masuk untuk menahan. Sehingga Joanna tidak lagi bisa mendebat.

Dua jam kemudian.

Jeffrey membantu Joanna merapikan lemari. Dia baru tahu jika pakaian Joanna banyak sekali. Bahkan lebih banyak dari yang dia miliki. Karena dia mengusung hidup minimalis sehingga hanya memiliki sedikit pakaian yang dipakai gonta-ganti.

Hanya setelan jas saja yang agak banyak sedikit. Sebab ibunya yang selalu membeli. Padahal Jeffrey tidak meminta ini dan sudah berkali-kali melarang untuk membeli lagi.

"Ini baju-baju adikku juga. Tidak punyaku semua." 

"Ohhh, begitu."

Jeffrey sedang melipat celana olahraga. Dia juga mulai menatap Joanna yang kini jongkok dan membuka laci bawah. Guna merapikan bra dan celana dalam yang ada di sana.

"Kita gantian pakainya."

"Seru juga kalau punya saudara. Bisa diajak gantian. Kalau kita menikah, kamu mau punya anak berapa?"

Tanya Jeffrey tiba-tiba. Membuat Joanna sedikit terperanjat. Lalu menolehkan kepala.

"Memangnya kita akan menikah?"

Tanya Joanna dengan raut jenaka. Sebab dia ingin menggoda. Karena jelas dia ingin menikah dengan pacarnya.

"Kamu tidak mau memang?"

Jeffrey balik bertanya. Dengan raut kecewa. Seolah menganggap serius ucapan Joanna.

"Bercanda. Mau lah!"

Joanna bangkit dari jongkoknya. Lalu ikut duduk di samping Jeffrey pada tepi ranjang. Lalu menyingkirkan beberapa pakaian yang ada di sana.

"Asal dengan kamu."

Joanna meletakkan tangan kanan di ragu Jeffrey. Lalu mengecup bibir pria ini. Disusul dengan lumatan kecil.

Jeffrey juga tidak diam saja kali ini. Dia mulai membaringkan Joanna di atas ranjang yang masih penuh beberapa potong pakaian wanita ini. Tanpa melepas pagutan sama sekali.

Drttt...

Hingga dering ponsel menginterupsi. Membuat kegiatan mereka harus terjeda saat ini. Dengan raut kesal di wajah masing-masing.

"Papa telepon. Sebentar, ya?"

Joanna mengangguk singkat. Membiarkan Jeffrey keluar kamar guna mengangkat panggilan. Sebab dia tahu jika Sandi kerap meminta saran Jeffrey dalam mengambil keputusan.

Tidak lama kemudian Jeffrey kembali. Dia mengatakan harus segera pergi. Meninggalkan Joanna sendiri. Bersama beberapa pakaian yang berserakan di luar lemari.

"Sayang, maaf. Aku haru pergi sekarang. Mau aku panggilkan orang untuk bantu kamu bereskan ini semua?"

"Tidak usah, aku bisa bereskan ini semua. Mungkin satu jam lagi selesai. Kamu hati-hati, ya."

Joanna memeluk Jeffrey. Lalu mengantar pria itu sampai pintu unit. Kemudian kembali masuk untuk merapikan semua kekacauan ini.

Ketika sedang asyik melipat pakaian sembari mendengarkan podcast, tiba-tiba saja Joanna mendapat telepon dari orang tuanya. Mereka bertanya apakah ayah Jeffrey sungguhan akan mencalonkan diri sebagai presiden tahun depan. Sebab kini sudah banyak diberitakan.

"Aku———aku tidak tahu, Bu."

Suara Joanna sedikit bergetar. Dia agak takut sekarang. Bukan takut diliput media karena menjadi pacar anak Sandi Iskandar. Namun takut jika Jeffrey tidak sungguhan serius dengannya. Karena telah menyembunyikan rencana sebesar ini darinya.

Tbc...

ELECTABILITY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang