Chapter 7

1.4K 100 0
                                    

____

Niall mengerjap begitu dia melihat ekspresi aneh yang muncul selama sepersekian detik di wajah Spring. Gadis berambut hitam itu masih memegang robekan kain bermotif kotak-kotak itu dengan kening mengerut dan mata yang menerawang ke salah satu arah seakan-akan Spring tengah mengingat apa yang terjadi padanya sebelum gadis itu berdarah atau tidak sadarkan diri. Niall berpikir selama beberapa saat sebelum akhirnya sebuah nama itu terlintas dalam benaknya. Justin Bieber. Apakah lagi-lagi pemuda itu yang menyebabkan Spring terluka hingga lengannya harus dijahit seperti sekarang? Hell, jika memang Justin Bieber yang menyebabkan ini semua, Niall bersumpah bahwa dia akan membunuh Justin Bieber malam ini juga, sekalipun dia harus mempertaruhkan nyawanya. Laki-laki itu benar-benar bajingan. Laki-laki itu telah terlalu banyak berbuat kerusakan di kota ini, dan tentu saja Niall akan dengan senang hati mengakhiri napas laki-laki itu jika memang terbukti kali ini Justin Bieber lah yang menyebabkan Spring terluka parah.

"Spring, apakah ini ada hubungannya dengan Justin Bieber?" tanya Niall dengan nada kaku yang terdengar jelas. Spring terperangah sementara dokter paruh baya yang tengah menjahit luka gadis itu ikut mengerjap keheranan begitu mendengar pertanyaan Niall. Oh yeah, jelas saja. Nama Justin Bieber adalah sebuah momok yang mengerikan. Jika kau punya masalah serius dengannya, lebih baik kau segera melompat dari Golden Bridge atau menembak pelipismu dengan pistol. Percayalah, mati dengan tembakan peluru dari pistolmu jauh lebih baik ketimbang menunggu Justin Bieber yang melakukannya. Kau punya masalah dengannya, dia akan menyelesaikannya dengan cara yang amat kejam. Tidak ada yang ingin terlibat masalah dengan Justin Bieber di kota New York.

"Ah tentu saja tidak." tukas Spring dengan suara bergetar, "Aku hanya... well, aku hanya bermain di tepi sungai Hudson bersama Citrus. Lalu aku jatuh ke atas hamparan pasir berkerikil yang berada di tepian sungai Hudson. Kupikir aku jatuh terlalu keras sampai-sampai lenganku terluka begini parah." tukas Spring, berdusta tentu saja. Niall mengernyit dan mata birunya memandang menembus ke iris mata Spring. Dia tidak percaya apa yang dikatakan Spring.

"Begitukah, Ms. Rutherford? Lantas dimana Citrus Kensbrook? Bukankah dia ada bersamamu? Lantas mengapa bukan dia yang mengantarkanmu kembali kemari dan kenapa dia belum juga datang untuk mengunjungimu?" tanya Niall dengan nada beku, "Oh Spring, berkata jujurlah padaku. Ini semua karena Justin Bieber, iya kan?"

Spring memejamkan matanya selama satu detik, "Niall, please. Aku tidak mau membicarakan ini. Maksudku, apa yang terjadi sekarang seperti mimpi. Aku terluka dan terbangun tanpa tahu siapa penolongku yang sesungguhnya. Bisakah kau menghentikan rentetan pertanyaanmu itu barang sebentar saja?"

Niall mendengus, "Terserah kau saja." kata laki-laki itu dengan nada kesal. Niall menghela napas panjang ketika sang dokter memotong benang jahit yang berlebih dengan sebuah gunting dan memperhatikan jahitan rapi sepanjang enam sentimeter yang kini berada di lengan kanan Spring. Mata birunya menatap ke jahitan yang menurutnya lebih mirip jahitan pada baju itu kemudian bergantian menatap pada dokter yang kini mengoleskan antiseptik di atas jahitan lengan Spring.

"Kau baru boleh mandi setelah empat puluh delapan jam. Usahakan jahitannya tidak putus sampai lukamu membaik dan benangnya meresap ke dalam kulitmu dengan sendirinya. Kau mungkin akan mengalami sakit kepala selama dua hari berturut-turut dan nyeri di lengamu, namun semuanya bisa diatas dengan aspirin. Usahakan untuk tidak banyak bergerak agar jahitannya tidak putus, dan jika ada keluhan lagi, kau bisa meminta Jared Melbourne menghubungiku, Ms. Rutherford."

Spring mengangkat bahu, "Aku akan ingat itu, dokter. Terimakasih."

Dokter paruh baya yang sangat pantas untuk menjadi ayah Spring itu tersenyum lebar, "Sama-sama. Dan aku harap kau lekas sembuh, Manis." kata dokter itu lagi. Spring balas tersenyum lebar sambil turun dari bangku tempatnya duduk dan beralih pindah berbaring di atas ranjangnya. Dokter itu baru saja berlalu keluar dari kamar Spring sambil menenteng tas dokternya ketika terdengar suara debaman langkah yang membuat Spring menoleh ke ambang pintu. Matanya langsung menangkap sosok Citrus Kensbrook yang menatapnya dengan sepenuh kekhawatiran.

The Dust (by Renita Nozaria)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang