Chapter 24

1.2K 80 0
                                    

Justin tahu bahwa yang bicara itu adalah Zayn, dan dia sama sekali tidak peduli. Jadi dengan kedua tangannya yang masih melingkar di bahu Spring, laki-laki berambut cokelat itu memilih meneruskan aksinya dengan kembali menekankan permukaan bibirnya ke atas bibir milik gadis yang ada di hadapannya dan mulai melumatnya. Spring—sangat—terkejut, namun karena dia pikir Justin tidak masalah dengan kehadiran Zayn, dia pun mencoba beranggapan bahwa dirinya tidak terganggu dengan kehadiran lelaki berwajah timur itu. Spring membalas ciuman Justin. Menikmati setiap sensasi yang diberikan oleh laki-laki itu hingga tubuhnya bergeser karena sensasi yang menguasai keduanya dan kini punggungnya bersandar di pintu lemari es dapur Justin. Justin masih menciumnya—dengan lembut namun diam-diam membuat Spring mengharapkan ciuman-ciuman lainnya. Laki-laki itu benar-benar mahir mencium. Justin mengakhiri ciumannya dengan sebuah kecupan kecil di leher Spring ketika mereka berdua sudah nyaris kehabisan oksigen.

"You're such a good kisser." kata Spring ketika Justin masih menatapnya setelah mereka menyelesaikan ciuman itu. Justin mengangkat bahunya.

"Well, years of practice. Aku sudah berpengalaman mencium wanita, kau seharusnya tahu itu. Bagaimana denganmu?"

"That was my first kiss. Umm, I mean my first real kiss." Spring mengakui dengan semburat merah yang perlahan menyebar di pipinya. "Dan kuharap aku tidak terlalu buruk dalam... well, kau tahu. Aku tidak pernah mencium laki-laki sebelumnya—selain dirimu. Apalagi sosok yang pertama kali kucium adalah... Justin Bieber."

"Are you kidding me? Yang tadi itu adalah ciuman terhebat yang pernah kudapatkan." Justin terkekeh. "Yeah, mungkin karena yang kucium adalah kau. Gadis desa yang amat sangat cantik."

Spring tersipu dan Justin mengulurkan tangannya untuk menyentuh rambut gadis itu. "Thanks."

"For what."

"For stand by my side."

"That's not—"

"Kupikir kalian harus berhenti bersikap bahwa seakan-akan dunia hanyalah milik kalian berdua." ucapan Spring terhenti ketika suara Zayn yang terdengar begitu kesal membahana kembali dalam ruangan itu. Baik Justin maupun Spring menoleh secara bersamaan pada Zayn yang kini berdiri sambil berkacak pinggang di hadapan mereka.

"Minggir. Aku mau melihat isi kulkas Justin." kata Zayn yang membuat Spring tersipu sementara Justin memutar bola matanya dengan sarkastik. Zayn merengut dan membuka pintu kulkas setelah Justin dan Spring bergeser kemudian meraih sekaleng soda dan membuka tutup soda tersebut dengan tangannya yang berotot.

"Jadi?"

"Jadi apanya?" Justin mengerutkan kening sementara Zayn meneguk sodanya dengan tatapan yang seakan hendak menelan Justin bulat-bulat.

"Apa yang kalian lakukan tadi?"

"Berciuman, tentu saja. Kau ini bodoh atau apa?"

"Aku juga tahu kalau tadi kalian berciuman." Zayn menukas dengan sewot, "Maksudku, kenapa kalian berciuman. Okay, let me guess! Kalian berpacaran, begitukah? Ya ampun, ini patut masuk dalam catatan rekor dunia untuk pasangan dengan sejarah paling aneh."

"Ya. Dia adalah pacarku." ucapan Justin yang diucapkan dengan nada tak peduli ini sukses membuat Zayn tercengang dan secara refleks dia menyemburkan soda yang masih ada di mulutnya dengan mata membelalak seakan-akan bola mata itu hendak keluar dari rongganya.

"GEEZ! Kalian berpacaran?!!! SIAL!!"

"Apanya yang sial?"

"Kau tahu kan bahwa aku sudah menyukai Spring sejak pertemuan kita di Red Square waktu itu. Dan sekarang kau berpacaran dengannya, begitukah?!! ASTAGA!!"

The Dust (by Renita Nozaria)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang