Chapter 8

1.3K 95 0
                                    

____

Pemandangan di luar jendela subway begitu membosankan.

Hal itu terlintas dalam pikiran Spring ketika subway yang ditumpanginya melintas diatas rel dengan kecepatan tinggi dan melalui sebuah terowongan baja dengan penerangan lampu neon di langit-langitnya. Dia merasa berada jauh di bawah tanah dalam suasana remang yang menyeramkan ala film-film horror Hollywood. Karenanya Spring selalu benci mengendarai subway. Tapi tentu saja dia tidak punya pilihan lain. Menaiki bus sama sekali bukan pilihan karena pemberhentian bus yang terdekat berjarak lebih dari lima blok dari gedung pertunjukan kota New York, dan ide untuk berjalan kaki di hari yang menjelang siang dan terik seperti ini sama sekali bukanlah ide yang bagus.

Spring sempat berharap kalau dia bisa mengajak ngobrol Justin Bieber yang duduk di sebelahnya atau apalah untuk menghilangkan kebosanannya, namun kelihatannya pemuda itu masih punya masalah yang serius dengan emosinya. Nada bicara laki-laki berambut cokelat itu memang sedikit lebih baik, namun kata-katanya masih tajam—meskipun Spring ragu kalau Justin Bieber benar-benar akan menembak kepalanya ketika mereka semua turun dari subway ini. Tidak mungkin. Pemuda di sebelahnya ini merobek kain kemeja polo nya yang mahal hanya untuk menghentikan darahnya, dan Spring berpikir mungkin juga Justin yang menggendongnya sampai ke halaman rumah Mom Jared. Meskipun itu mustahil, tapi memikirkan kemungkinan kalau Justin menyeret Spring diatas aspal sungguh bukan pemikiran yang masuk akal. Pasti laki-laki itu menggendongnya atau mengantarnya dengan mobil. Dan hal itu tidak bakalan dilakukan oleh orang yang benar-benar ingin membunuhnya. Spring mendesah dan menoleh pada Justin yang masih duduk diam di sebelahnya.

Namun gadis itu mengernyit heran begitu dia melihat jemari Justin yang bergetar dengan perlahan meskipun mata laki-laki itu terpejam dengan kepala yang tersandar pada sandaran kursi subway layaknya orang yang tertidur. Ada apa dengan pemuda ini? Spring melepas earphone dari kedua lubang telinganya, kemudian menyentuh jemari Justin yang bergetar dengan perlahan hingga membuat pemuda itu tersentak dan menarik tangannya dengan cepat seakan dia baru saja bersentuhan dengan api yang sangat panas. Spring terdiam dengan ekspresi yang aneh sambil matanya memperhatikan Justin ketika Justin menatapnya dengan tatapan yang begitu menakutkan.

"Apa yang kau lakukan?!" kata Justin dengan nada marah yang kentara, kemudian dengan secepat kilat lelaki itu mencabut pistol dari balik jaketnya dan menyetel pelurunya agar siap ditembakkan. Justin sama sekali tidak ingin membuat kehebohan di dalam subway yang sarat akan penumpang ini, maka dia menyembunyikan pistol di tubuhnya dengan moncong yang menempel di pinggul Spring yang terkejut, "Jangan pikir aku tidak akan menembakmu! Aku menyuruhmu diam, apakah itu kurang jelas?!"

Justin merasa aneh ketika Spring bukannya ketakutan, karena matanya justru tertuju pada Justin dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, "Kau sakit? Badanmu gemetar? Kalau kau sakit, aku bisa mengantarmu ke dokter." Astaga, anak ini. Justin bergumam perlahan dalam hati. Apa yang aneh dengan otak gadis ini hingga gadis ini bahkan menawarkan pertolongan padanya? Demi Tuhan, tidakkah gadis ini menyadari bahwa Justin adalah bahaya baginya? Tidakkah cukup bagi Spring segala tamparan dan perilaku kasar Justin, bahkan lengannya yang harus dijahit juga diakibatkan oleh Justin. Ada yang salah dengan otak gadis ini—harusnya Justin bisa meledakkan otaknya sekarang dengan sebutir peluru berkaliber 38 dari pistolnya yang berperedam suara, namun Justin hanya menarik pistolnya dan kembali menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi subway.

"Aku sama sekali tidak sakit, dan sebaiknya kau tutup mulut sialanmu itu sebelum aku betul-betul marah dan melemparmu keluar jendela subway ini. Kau tahu, kau bakalan langsung mati terlindas roda gerbong subway yang berada di belakang gerbong yang kau tumpangi sekarang."

"Tapi kau gemetar begitu hebat. Apakah kau sakit? Dan hei—lehermu berkeringat dingin! Oh kau tidak bisa mengabaikan gejala itu, Justin Bieber. Kau mungkin saja terserang demam atau apalah itu yang bisa menyebabkan penyakit yang lebih parah."

The Dust (by Renita Nozaria)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang