Prolog

159 5 12
                                    

Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Itu hal yang sering dibicarakan banyak orang. Sering tertampang di buku-buku. Sering muncul pada akun-akun quotes di sosial media. Kali ini pun ada sebagai kalimat awal pada perjalanan ini. Perjalanan yang tidak singkat, tetapi bukan juga perjalanan yang panjang.

Seseorang bertanya padaku, "Bagaimana jika nanti kamu jatuh cinta?" Saat itu aku hanya tersenyum. Satu kelas penasaran bagaimana aku bisa jatuh cinta. Mereka penasaran caraku mencintai seseorang. Aku sudah jatuh cinta saat itu. Hanya diam saja. Saat itu, hanya sahabatku yang tahu perasaanku. Oh... juga kekasihnya. Mereka satu paket, jadi tidak bisa kurahasiakan.

Namun, seseorang yang kucintai itu kurelakan begitu saja. Tanpa membenci. Aku mengungkapkan perasaanku padanya sehari sebelum aku memulai perjalanan. Sekarang kami masih saling berkomunikasi. Tidak sering. Lagipula kami juga sama-sama punya Impian. Kami masih sangat muda. Kami ingin mencari pengalaman lebih banyak dibandingkan mengurusi kehidupan percintaan. Aku cinta dia, tetapi aku lebih cinta diriku.

Itu kalimatku lima bulan lalu. Sebelum aku kembali jatuh cinta pada lelaki ini. Sebelum aku menyadari seberapa cepatnya aku jatuh hati. Sebelum aku sadar bahwa ada pria yang mampu membuatku lupa bagaimana seharusnya aku bersikap. Aku kekanakan saat bersamanya. Aku tidak seperti aku 'yang biasanya' ketika mencintainya. Aku yang selalu menahan diri untuk tidak sembarangan bercerita, menjadi suka bercerita pada setiap orang yang kukenal, berharap mereka mendoakanku. Aku yang selalu menahan diri untuk tidak berkomunikasi pada orang yang kucintai, justru menjadi sering mengganggunya. Aku yang sangat lama melupakan seseorang, bisa jatuh cinta padanya dengan waktu yang singkat. Tanpa tahu kapan dimulainya.


Jatuh Cinta SendirianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang