Part 1

106 3 3
                                    

Punten go pod

Aku ingat kalimat di atas adalah kalimat pertama dia menyapaku. Tanggal 12 Juni tahun lalu. Saat aku masih sibuk dengan kehidupan perkuliahan: persiapan demisioner organisasi, persiapan UAS, persiapan mengikuti Pertukaran Mahasiswa Merdeka, masih sibuk dengan kuliah lapangan. Saat itu, hari-hari berjalan sangat produktif. Aku suka masa sibuk seperti itu. Pesan pertama darinya kujawab sebagimana mestinya. Aku tahu dia karena dia juga sering muncul di grup PMM. Dia adalah orang yang kupanggil kakak saat itu. Sungguh, aku Perempuan yang sangat jarang memanggil seseorang dengan sebutan 'Kakak'. Sulit bagiku memanggil seseorang dengan sebutan Kakak jika aku belum tahu umurnya.

"Lalu kenapa kamu panggil dia kakak?" Tanya Anna. Dia sahabat yang sabar sekali dengan sikapku. Anna juga orang yang peka. Dia sering mendengar ceritaku. Dia tahu bahwa aku takut mencintai seseorang. Dia tahu seberapa seringnya aku takut menghadapi pria yang kucintai sebelumnya. Dia juga yang kesal saat semua ketakutan itu berhasil kuhilangkan, tetapi aku memilih merelakan orang lama, tanpa tahu jawaban apa yang akan diberikan setelah aku mengungkapkan perasaanku dulu. Dan saat aku berkata aku suka seseorang di sini, dia bingung.

"Mba... minta tissue!" Aku tidak langsung menjawab pertanyaan Anna. Membiarkan perempuan itu meminum greentea-nya dahulu.

Alasan kenapa aku panggil dia kakak hanya alasan sederhana. Aku melihat interaksi di grup. Dia banyak membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya jawabannya sudah ada. Dia banyak membantu mengingatkan. Dia juga selalu ingat denganku. Dia memperhatikan hal-hal kecil. Sikapnya terlihat dewasa. Aku mengingat itu sehingga dengan sadar aku memanggilnya Kakak.

"Kenapa kamu jarang memanggil seseorang dengan sebutan Kakak? Bukannya itu hal yang lumrah kalau kita belum mengenal satu sama lain." Tanya Anna lagi.

Aku terdiam. Pertanyaan itu sedikit menggangguku. Mungkin beberapa orang akan berpikir aku sombong. Akan kuluruskan pikiran itu. Setiap orang boleh memiliki sudut pandang yang berbeda. Bagiku, ketika aku memanggil seseorang dengan sebutan 'Kak', maka secara tidak langsung untuk selanjutnya aku akan selalu menganggapnya lebih dewasa daripadaku. Aku tidak ingin menyesal memanggil seseorang dengan sebutan 'kak' jika ternyata orang itu tidak sesuai dengan ekspektasiku. Alasan kedua adalah karena aku menganggap tidak ada panggilan hormat untuk seorang teman. Kami disatukan dalam progam pemerintah, nantinya kami akan menjadi teman. Panggilan hormat hanya akan menghalangiku untuk bersikap layaknya seorang teman. Lagipula, aku juga tidak keberatan apabila mereka tidak memanggilku 'Kak'.

"Apa kamu ingat, sebelum aku berangkat, aku pernah bilang ada satu orang di progam ini yang menarik perhatianku?" Tanyaku, memutar kembali ingatan memori tujuh bulan yang lalu.

"Aku lupa. Lagipula bukannya saat itu kamu masih punya perasaan dengan Kak Rama?" Tanya balik Anna. Aku tersenyum.

Aku ingat betul kalau bulan itu adalah bulan terakhir aku berkontribusi untuk organisasi kampus. Bulan terakhir aku bisa bertemu orang yang kucintai saat itu. Aku kesal karena pada kenyataannya, perasaan itu tidak berbalik. Lebih tepatnya aku tidak tahu. Aku melarangnya memberitahu apapun. Aku takut. Dan di saat hatiku masih pada pria lama itu, otakku seperti sudah menemukan orang baru. Saat aku mengeluh pada Anna tentang tipe pria yang kusukai, tentang pada siapa perasaan yang sama akan jatuh, tentang tidak ada seorang pun di progam itu yang menarik perhatianku, saat itu pria ini muncul. Tidak. Dia tidak muncul. Aku yang mencarinya. Aku memastikan ulang perkataanku bahwa tidak ada yang menarik perhatianku. Aku membuka sosial media, menemukan fotonya. Saat itu, aku tidak tahu namanya. Aku juga tidak ingat bahwa dia pernah mengirim pesan padaku. Aku hanya melihat foto itu, meralat pernyataanku pada Anna sebelumnya menjadi 'hanya dia' yang membuatku tertarik.

Jatuh Cinta SendirianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang