Bab 9

31 1 0
                                    

"Aku tetap berharap kamu perlahan menyukaiku."

Setelah pulang dari rumah sakit, semakin banyak yang tahu aku suka Nico. Aku tidak tahu harus berterimakasih atau kesal dengan Abi. Tanpa sengaja dia memberitahu kepala suku tentang Nico ketika Abi minta ditemani kepala suku menjengukku. Akhirnya aku dapat nasehat dari kepala suku. Kepala suku yang suka bercanda itu bisa juga serius kadang-kadang. Abi saja terkejut. Selama tiga hari setelah keluar dari rumah sakit, masih ada yang menjengukku. Beberapa hari kemudian, kami semua fokus untuk acara festival budaya. Masih ada beberapa tempat yang dikunjungi untuk mata kuliah Modul Nusantara.

Ada dua tempat wisata yang kuingat masih bisa kami kunjungi sebelum festival budaya. Kami pergi ke Bromo. Saat itu persiapannya cukup rumit. Kebanyakan dari kami mencari tempat penyewaan jaket tebal. Aku yang tidak tahu harus kemana dan mengikuti siapa karena tidak ada yang pasti, memilih untuk membeli. Beberapa orang berpikir aku berperilaku implusif, konsumtif atau sejenisnya. Alasannya sebenarnya cukup sederhana, aku berharap dengan membeli jaket lebih memotivasi aku untuk berpergian ke tempat-tempat dingin lainnya. Manifesting saja dulu. Entah kapan terwujudnya.

Sepanjang malam sebelum keberangkatan, ada pembagian bus untuk setiap kelas. Aku sudah berharap bisa satu bus dengannya. Semesta mendukung. Kami berada dalam satu bus yang sama. Hanya saja aku lupa berharap untuk bisa duduk berdua dengannya. Lagipula aku sudah menebak dia akan duduk dengan teman prianya. Bodohnya, aku tetap tidak menyerah untuk mencoba. Dari awal kami berkumpul di lapangan, aku sudah mencarinya. Sibuk celingak-celinguk memastikan Nico sudah datang atau belum. Sampai pada akhirnya minta ditemani Putri untuk berkeliling. Aku menemukannya. Bersama ketua kelasnya dan seorang wanita yang sempat kukira menyukainya. Putri menuntunku menemuinya. Putri juga yang memulai basa-basi dengannya. Aku membeku. Mulutku tidak bisa mengeluarkan kalimat lain selain merespons pembicaraan Putri dan Nico. Sampai bus kami tiba, kami berpisah sementara. Aku merasa harus menemukan Aya. Aku mengerti Aya mudah kehilangan energi dan untuk perjalanan panjang itu dia memerlukan orang-orang terdekatnya agar energinya bisa tersimpan dengan baik. Setelah menemukan Aya, aku memastikan dia selalu berada di dekatku. Kemudian, ide Aya yang satu pemikiran denganku ikut muncul. Dia menyarankan agar aku duduk dengan Nico. Aya adalah salah satu teman yang sangat mendukungku. Dia mendekat dengan Nico. Aku ikut di belakangnya. Kali ini aku yang bertanya pada Nico lebih dulu. Virgy juga ikut membantu dengan sangat alami. Tertolak. Tentu saja. Mustahil dia duduk bersamaku saat dia juga punya teman dekat yang satu bus.

"Kamu kenapa sih pakai dicoba segala? Dah tau bakal gagal juga!" Nanda menepuk punggungku, bersimpati.

"Ya itu! Emang bodoh juga akunya!" Aku menyuap mie ayam dengan suapan besar.

"Aku bingung harus mengapresiasi kamu atau harus kasihan. Di satu sisi, kamu yang kikuk, pendiam, dan kadang jutek ini bisa ngajak dia duluan itu suatu kebanggaan. Tapi di satu sisi juga kasihan karena tertolak." Ucap Anna fokus pada kuku-kuku Nanda. Kami bertiga di rumah Anna karena Nanda minta ditemani nail art. Hanya aku yang menikmati mie ayam yang dibeli dari gerobak yang lewat beberapa menit yang lalu.

Aku tidak terlalu sedih karena sudah menduga akan begitu. Yang membuatku sedih adalah ketika di Bromo aku dan Nico sama sekali tidak berinteraksi. Aku masih ingat betul aku berjalan di depannya, tetapi dia sama sekali tidak menyapaku. Aku baru tahu dia di belakangku ketika aku belok menghampiri kepala suku dan beberapa teman yang kukenal. Seseorang seperti aku yang suka sekali menyapa bahkan sudah menjadi kebiasaan merasa sangat kecewa Nico sama sekali tidak menyapa. Bromo yang indah itu membuatku kesepian. Bukan hanya karena Nico, semuanya membuatku tidak nyaman. Aku tetap berusaha menjaga perasaanku, menganggap momen itu tidak akan terulang lagi. Namun, tetap saja mood ku sudah rusak dari awal.

Jatuh Cinta SendirianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang