Part 4

43 2 0
                                    

"Yesa! Ayo kita ke Pantai!"

Seruanku kali itu hampir didengar oleh seluruh teman kos. Aku mengajak mereka setelah Ujian Tengah Semester selesai sepenuhnya. Hari terakhir Ujian, aku menangis. Pertama kalinya aku tidak bisa menjawab pertanyaan. Aku tidak bisa menahan kesedihanku ketika menelepon Ibuku. Mencoba menghibur diri dengan makan tahu, makanan kesukaanku. Kemudian beberapa harinya, kembali menghibur diri dengan mengunjungi Pantai, tempat kesukaanku.

Awalnya aku merasa mustahil bisa mewujudkan itu. Sebagian rencana kami selalu menjadi wacana seiring berjalannya waktu. Namun, Yesa benar-benar baik. Dia seperti Ibu karir yang mengabulkan permintaan anaknya untuk liburan.

"Ayo! Sebentar, aku cari teman-teman cowo untuk ikut kita." Jawabannya kala itu membuatku bingung. Hanya saja, aku tidak berkomentar lebih lanjut. Aku sudah cukup senang Yesa mau mengabulkan keinginanku. Sementara Yesa mencari teman laki-laki, aku mengajak anak kos yang lain.

Esok harinya, sudah genap siapa saja yang akan ikut. Hari itu juga, aku tahu alasan Yesa mengajak teman lelaki. Pemikirannya panjang. Dia khawatir jika terjadi sesuatu sementara kami perempuan. Yesa bisa menjaga kami, tetapi lebih baik jika ada lelaki yang memang bisa diandalkan untuk menjaga kami. Para lelaki yang ikut rata-rata adalah mereka yang pernah masak bersama saat itu. Tambahan satu orang, teman satu kampus Yesa. Sedangkan dari kami, beberapa tidak bisa ikut. Tidak masalah. Kami akan tetap pergi.

Hari itu juga Yesa membuat spin nama untuk menentukan siapa yang akan berboncengan dengan siapa. Sebelum teman-teman lain datang ke kamarku, aku meminta tolong dengan Yesa agar bisa satu motor dengan Nico. Tidak secara verbal. Namun, dirinya mengerti maksud tatapanku. Beberapa menit, aku ikut memperhatikan spin nama berputar bersama teman-teman lainnya. Resty datang entah darimana, aku tidak terlalu mengurusi kehidupan pribadi. Aku hanya tahu bahwa dia akan pergi juga esoknya. Tanpa kami. Dia ingin menyusul. Namun, Yesa melarang. Khawatir bahwa Resty akan kelelahan nanti. Obrolan itu cukup panas. Yesa yang galak dan Resty yang keras kepala. Aku pergi keluar, tidak menanti namaku akan berboncengan dengan siapa. Masih ada urusan yang mengharuskanku bertemu Kepala Biro Kemahasiswaan. Aku tidak suka ribet. Kuputuskan pergi sendiri walaupun sebenarnya Putri atau Resty bisa saja menemaniku.

Malam harinya, terdapat beberapa kendala. Untungnya dapat diselesaikan dengan usaha yang lumayan. Aku tahu bahwa aku satu motor dengan Nico. Tanpa pernah tahu bagaimana prosesnya. Mungkin memang kebetulan. Yesa baik. Dia tidak membeberkan aku suka Nico saat itu. Teman-teman lain akan curiga jika Yesa dengan sengaja menyatukan kami. Namun, dia juga punya otak yang cerdas. Jadi, aku tidak tahu kebenaran dibalik aku dan Nico bisa satu motor.

"Sampai sekarang?!" Tanya Anna mendesak. Perempuan itu tidak sabar mendengar lanjutan ceritaku sehingga dirinya datang ke rumah.

"Yap! Aku tidak ingin bertanya." Jawabku.

"Kamu tidak penasaran?" Tanya Anna menyidik. Aku menggeleng. Aku tidak ingin menanyakan hal yang tidak penting bagi orang lain. Skala prioritas kepentingan saat itu adalah ke Pantai mana kami akan pergi. Juga baju apa yang akan digunakan.

Hari minggu subuh, kami briefing di halaman Kos. Aku cukup gugup. Takut Nico berpikiran curiga. Atau takut dia risih. Hal yang lebih membuatku gugup adalah aku takut mereka tidak menikmati Pantai. Perasaan bersalah sudah menyelimutiku subuh kala itu. Aku yang mengajak mereka, dan secara tidak langsung aku merasa punya tanggung jawab pada kelancaran berlibur kami. Walaupun, para lelaki itu tidak mungkin membiarkan aku bertanggung jawab sendirian.

Hari itu banyak sekali yang membuatku terkejut. Aku cemas tanpa sadar. Pertama adalah aku tidak menyangka letak pantainya sangat jauh. Aku senang bisa lama berada di motor bersamanya. Namun, di satu sisi aku juga merasa bersalah. Aku mengurangi rasa bersalahku dengan sering sekali memijat punggung Nico. Setidaknya aku tidak ingin dia kelelahan. Sementara itu, aku juga berkoordinasi dengan seseorang yang mengadakan Volli di kampus. Aku tidak melupakan tanggung jawabku yang mengurusi surat keluar peminjaman barang. Aku tidak bisa bertanggung jawab sepenuhnya. Jadi, aku menyerahkannya pada orang lain. Kecemasanku teralihkan.

Jatuh Cinta SendirianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang