CHAPTER 8

1.1K 141 2
                                    

Selama Ruby menghuni tubuh Ravenna, kali ini keinginannya untuk mengumpat keras muncul dengan begitu nyata. Hingga tanpa sadar ekspresinya memancar rasa frustrasi yang tidak dapat dia sembunyikan.

Sudah cukup dengan kemampuan sihir Ravenna yang baru saja memasuki tingkat sihir pemula yang harus ia kembangkan yang membuatnya ingin melepaskan kata-kata kasar. Tetapi Ruby juga harus membantu pemilik raga ini memahami bahasa yang menurutnya adalah bahasa paling memuakkan.

Bagaimana tidak bahasa Ankarathia Kuno menjadi satu-satunya bahasa yang paling dihindari oleh Ruby selama hidupnya. Itu akibat bahasa Ankarathia Kuno memiliki struktur sintaksis dan tata bahasa yang sangat rumit.

Setiap kata dan frasa dalam bahasa tersebut terasa seperti beban berat yang menekan pikirannya. Bahkan penulisan aksara Ankarathia Kuno sendiri pun lebih sulit dari penyebutannya.

Ruby selalu merasa jika mempelajari bahasa Ankarathia Kuno jauh lebih berat dibandingkan mempelajari mantra sihir. Meski begitu Ruby tidak bisa menampik kenyataan jika sebagaian mantra sihir masih ada yang menggunakan bahasa Ankarathia Kuno.

"Lady Ravenna." Panggil Alora yang membuat Ruby tersentak dari lamunannya.

"Ya?"

"Apa lady baik-baik saja?" Tanya Alora dengan kepala yang sedikit dia miringkan.

Sesaat Ruby mengedipkan matanya sebelum menjawab pertanyaan tersebut. "Ya, aku baik-baik saja."

"Apa penjelasan yang baru saja saya jelaskan tadi terkesan terburu-buru, lady?" Tanya Alora kembali.

"Tidak, Madam." Jawab Ruby seraya menggelengkan kepalanya pelan.

Namun, seketika Ruby melirikkan matanya sekilas saat telinganya mendengar sebuah cibiran yang sangat pelan terlontar dari perempuan di sampingnya.

"Sthrilka helesinīs thalantas kentrikādunum estharinum aindrikā." Ucap Ruby yang membuat Lilla tersentak dan menoleh dengan cepat.

Sedangkan Alora yang mendengar itu terperangah tak percaya. "Astaga, Lady Ravenna. Anda bisa berbahasa Ankarathia Kuno?"

Ucapan yang dilontarkan oleh Alora sontak membuat Lilla kembali tersentak dan kembali menatap pada saudari tirinya terlihat tersenyum tipis.

"Padahal saya baru menjelaskan asal usul Bahasa Ankarathia Kuno. Tapi saya tidak menyangka ternyata anda sudah bisa berbahasa Ankarathia Kuno. Mengapa anda tidak mengatakannya sejak awal, Lady?" Tanya Alora.

"Ah, itu saya tidak begitu percaya diri untuk mengatakannya." Jawab Ruby dengan sedikit malu-malu.

Sekelebat Ruby bisa merasakan tatapan tajam yang diberikan Lilla padanya. Seketika itu diam-diam Ruby menyunggingkan senyum miring.

"Seharusnya anda mengatakannya, Lady. Mungkin saya bisa menyarankan pada Tuan Count untuk merekomendasikan akademis-"

"A-ah, tidak." Potong Ruby dengan sedikit gelagapan. Tentu saja ia tidak mau jika harus memperdalam ilmu mengenai bahasa Ankarathia Kuno ini.

"Maksud saya bukan seperti itu, Madam." Sambung Ruby.

"Lalu?" Ujar Alora dengan sorot mata yang seolah terlihat heran.

"Sebenarnya saya tidak begitu tertarik untuk memperdalami bahasa ini justru saya lebih tertarik di bidang lainnya. Saya mempelajari ini hanya untuk mengisi waktu luang saja, Madam." Imbuh Ruby seraya menarik paksa senyumnya.

Alora yang mendengar penjelasan tersebut seketika mendesah pelan. Raut wajahnya seolah menunjukkan sedikit kekecewaan. "Ah, sangat disayangkan sekali, Lady."

The Witches a DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang