CHAPTER 30

496 83 1
                                    

"Tidak." Ucap Dexter akhirnya dengan suara yang rendah namun tegas, memecah keheningan di antara mereka.

Sedangkan Ruby yang mendengar itu seketika terperangah, kedua matanya refleks melebar seolah tidak percaya dengan jawaban yang baru saja didengarnya.  "Tidak?" Ruby mengulangi kata itu dengan nada yang datar, tetapi ada sedikit getaran yang hampir tidak terdengar di suaranya.

"Saya tidak bisa membatalkan pernikahan itu." Lanjut Dexter dengan tenang serta tatapan matanya yang tidak sedikitpun lepas dari wanita di depannya.

Sejenak Ruby menundukkan pandangannya, mencoba mengendalikan perasaannya yang bergolak sebelum kembali menatap pria di depannya. "Saya tidak mengerti mengapa anda mengatakan tidak bisa. Bukankah pernikahan ini tidak menghasilkan keuntungan apapun untuk anda." Ucap Ruby dengan nada suara yang tetap tenang.

Sejak kemarin malam Ruby terus memikirkan alasan pernikahan mereka, jika pernikahan mereka dilangsungkan karena unsur politik. Rasanya itu sama sekali tidak masuk akal, apalagi Ruby tahu betul jika keluarga wanita yang ditempatinya ini tidak memiliki pengaruh yang kuat dalam ranah politik.

Bukankah seharusnya pria itu menikah dengan seseorang dari keluarga yang lebih berpengaruh atau memiliki posisi yang strategis dalam tatanan politik untuk memperkuat posisi politiknya. Namun, mengapa pria itu justru lebih memilih keluarga yang tidak terlalu memiliki pengaruh di dalam politik.

Sementara Dexter menarik napas dalam-dalam, sebelum kembali menjawabnya. "Apa yang baru saja anda katakan itu, bisa dibilang benar. Tapi sayangnya, saya tidak bisa membatalkan pernikahan ini."

Sejenak Ruby menarik napas dalam-dalam sambil menyunggingkan senyum tipis, seolah mencoba menenangkan dirinya sebelum melanjutkan. "Jika anda sudah mengetahui kalau anda tidak akan mendapatkan apapun dari pernikahan ini. Lalu mengapa anda masih mempertahankannya?" Tanyanya dengan tenang, meskipun sorot matanya menatap Dexter dengan tajam.

Mendengar itu, Dexter sedikit mengernyitkan keningnya dengan tatapan yang tetap menghunus wanita di depannya. "Lady, sepertinya anda salah paham. Saya hanya mengatakan bahwa saya tidak bisa membatalkannya bukan berarti saya mempertahankannya," Jawab Dexter dengan nada yang dingin namun tegas.

Sontak Ruby kembali menarik nafas dalam-dalam, mencoba mengatur emosi yang hampir tak tertahan karena jawaban yang diberikan pria ini.  "Sebenarnya apa yang membuat tidak bisa membatalkannya?" Tanya Ruby dengan nada yang semakin tajam.

Sayangnya, lagi-lagi jawaban yang diberikan Dexter membuat amarahnya memuncak. "Sebaiknya anda bertanya pada Tuan Count Beamount. Saya rasa beliau bisa menjawab pertanyaan anda." Jawab Dexter dengan nada yang tetap datar, nyaris tanpa emosi.

Ruby yang mendengar jawaban itu sontak mengepalkan kedua tangannya. Sial, padahal sedari tadi dirinya sudah berusaha menahan diri agar tidak meluapkan kemarahannya. Namun pria ini justru semakin menambah frustrasinya.

"Jika tidak ada lagi yang ingin Anda tanyakan," Lanjut Dexter dengan tiba-tiba tanpa sedikit pun mengubah nadanya yang dingin dan formal, "Sebaiknya Anda kembali karena saya masih memiliki banyak pekerjaan yang belum saya selesaikan. Saya akan meminta salah satu kesatria saya untuk mengantar anda dan pelayan anda kembali."

Sesaat Ruby mengatupkan rahangnya, menahan kemarahan yang semakin memuncak di dalam dirinya sebelum kemudian bangkit dari tempat duduknya dengan cepat. "Saya rasa anda tidak perlu meminta salah satu kesatria anda untuk mengantar saya dan pelayan." Ujar Ruby dengan nada yang tegas namun terkendali, meskipun tatapan matanya berkilat penuh kemarahan.

Sedangkan Dexter hanya sedikit mengangkat alisnya dengan tenang sebelum menjawabnya dengan singkat, "Seperti yang Anda inginkan."

Lantas Ruby sedikit menundukkan kepalanya sebelum kemudian berbalik dan melangkahkan kakinya dengan cepat menuju pintu ruangan tersebut. Sayangnya, saat langkah kakinya hampir mencapai pintu. 

Tiba-tiba suara tenang namun tegas milik Dexter justru kembali terdengar hingga membuatnya refleks menghentikan gerakannya sejenak. Lantas Ruby sedikit menolehkan kepalanya dan menatap pria itu dengan raut wajah datar, seolah menunggu apa yang akan dikatakan oleh pria itu. 

"Jika anda tetap bersikeras untuk membatalkan pernikahan itu. Anda sendirilah yang harus mengurus dokumen pembatalannya." Ucap Dexter dengan tajam.

"Jadi, anda menyuruh saya untuk mengurus hal itu?" Tanya Ruby dengan mengangkat salah satu alisnya.

Refleks Dexter bangkit dari tempat duduknya dan berjalan perlahan menuju Ruby dengan langkah yang mantap. "Anda yang ingin membatalkannya, maka tanggung jawab sepenuhnya ada di tangan anda." Jawab Dexter dengan tegas begitu berdiri beberapa langkah dari Ruby.

Sesaat Ruby terdiam dengan kedua tangannya yang kembali mengepal di sisi tubuhnya. "Baiklah," Jawab Ruby akhirnya dengan suaranya terdengar dingin. "Saya akan mengurusnya sendiri."

Setelah mengucapkan kalimat itu, tanpa menunggu jawaban dari Dexter. Ruby kembali melangkahkan kakinya keluar dari ruangan, meninggalkan Dexter yang masih berdiri dengan pandangan tajam mengikutinya.

Sementara di halaman depan kediaman Duke Archibald, Calia yang sedang menunggu Ruby di dekat kereta kuda pun refleks menoleh ketika sudut matanya tak sengaja menangkap sosok yang sedang berjalan ke arahnya. Namun, Calia sedikit terperangah saat menangkap ekspresi kesal yang terpancar dari raut wajah wanita yang dilayaninya itu.

Sesaat Calia bertanya-tanya apa yang telah terjadi karena ini pertama kalinya dia menangkap ekspresi kesal yang terlihat begitu jelas di wajah nonanya. Setelah selama ini beliau hanya menampilkan ekspresi tenangnya.

Sedangkan Ruby seketika menghentikan langkah dan sedikit membalikkan badannya ke belakang dan menatap pintu masuk kediaman Duke Archibald dengan pandangan tajam yang penuh kemarahan terpendam. Sial, baik saat di masa lalu maupun masa kini, sikap pria itu sama sekali tidak berubah dan setiap kali berurusan dengannya, emosinya selalu saja meluap-luap dan tak terkendali.

Lantas Ruby memalingkan pandangannya dari pintu itu dan kembali melanjutkan langkahnya dengan kemarahan masih menyala di matanya. "Kita pergi dari sini," Ucapnya dengan tegas pada Calia sebelum kemudian melangkah masuk ke dalam kereta. 

Sedangkan Calia refleks mengangguk patuh. "Baik, lady." Jawabnya seraya melangkah masuk tanpa sepatah kata pun.

Di sisi lain, Dexter yang berdiri di tepi jendela ruang kerjanya dengan tatapan matanya tertuju pada sebuah kereta kuda yang perlahan mulai bergerak meninggalkan kediamannya hanya diam tak bersuara sambil terus memperhatikan kereta kuda itu dengan seksama. 

Seketika pikirannya kembali melayang pada sosok wanita yang baru saja pergi. Jika dia perhatikan, wanita itu benar-benar terlihat sedikit berbeda saat waktu terakhir mereka bertemu. Dexter bahkan mengingat dengan jelas bagaimana sorot mata wanita itu ketika menatapnya.

Lantas Dexter membalikkan badannya sejenak. "Beritahu padanya untuk mencari tahu apa yang sedang terjadi lalu laporkan padaku secepatnya." ucap Dexter dengan suara datar namun penuh ketegasan.

Alan yang berada di dekat pintu segera menundukkan kepalanya dengan hormat. "Baik, Tuan Duke." Jawabnya sebelum kemudian bergegas meninggalkan ruangan untuk menyampaikan pesan itu.

Sejenak Dexter menghela napas panjang seraya kembali menatap keluar jendela sekilas, sebelum kemudian berbalik dan melangkah menuju meja kerjanya. Sesaat matanya menatap datar dokumen-dokumen penting yang menumpuk di atas mejanya yang sempat terbengkalai akibat pertemuan yang tak terduga itu.

Lantas Dexter menarik kursinya lalu mendudukkan dirinya dengan perlahan. Namun, sebelum Dexter kembali melanjutkan pekerjaannya, dia sempat mengalihkan pandangannya ke salah satu rak yang berdiri megah di sudut ruang kerjanya. Dexter menatap datar liontin kecil yang tersimpan rapi di dalam raknya.

"Kupikir dia berniat mengambil barangnya." Gumam Dexter pelan sebelum kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke dokumen-dokumen di meja kerjanya dan mulai membuka halaman pertama dari salah satu dokumen tersebut.

*****

Namratsr | Na

The Witches a DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang