CHAPTER 23

536 73 0
                                    

Tiga jam sebelum pesta pergaulan kelas atas.

Ruby terus terbaring di atas tempat tidurnya, tenggelam dalam lamunannya. Mata hijaunya yang biasa menampilkan sorot mata tajam, kini terlihat kosong menatap langit-langit kamarnya.

Sudah dua hari sejak dia mengetahui kenyataan pahit bahwa tubuh wanita yang ditempatinya ternyata telah bertunangan. Hingga saat ini dirinya masih belum bisa menerima kenyataan tersebut, dan pikirannya terus dipenuhi oleh berbagai pertanyaan.

Terperangkap dalam tubuh yang bukan miliknya di dunia yang kini terasa begitu asing baginya dan harus kembali mempelajari sihir dari dari tingkat paling rendah saja sudah membuatnya sedikit merasa kesulitan. Lalu dua hari yang lalu kenyataan pahit kembali menimpa dirinya.

Ruby tak mengerti mengapa dirinya selalu terjebak dalam situasi yang begitu rumit. Semua ini terasa seperti mimpi buruk yang tak berkesudahan. Setiap kali dia mencoba untuk bangkit, ada saja halangan baru yang muncul.

Bertunangan dengan seseorang yang sama sekali tidak dia kenal menambah beban emosional yang sudah berat. Dia merasa kehilangan kendali atas hidupnya sendiri. Perasaan frustrasi dan kebingungan bercampur menjadi satu.

"Sialan." Umpat Ruby berulang kali.

Sejenak Ruby menghela napas panjang, merasakan berat beban emosional yang menekan dadanya. Selama dua hari ini, Ruby nyaris tidak bergerak dari tempat tidurnya. Pandangannya kembali terpaku pada langit-langit kamar yang kini terasa sempit dan menyesakkan.

Di saat yang bersamaan pikirannya melayang ke masa lalu. Seandainya ia tidak menaruh kepercayaannya pada Evan, mungkin hidupnya tidak akan terjerembab dalam kekacauan seperti sekarang.

Dia ingat betul bagaimana Evan tampak begitu meyakinkan pada setiap kata-kata yang terucap dari mulutnya yang terasa seperti janji masa depan yang cerah. Namun, kini semua itu terasa seperti ilusi yang hancur berkeping-keping.

Ruby merasa tertipu dan dikhianati. Setiap detik yang berlalu membuatnya semakin sadar bahwa kepercayaan yang dia berikan pada Evan telah membawa konsekuensi yang tidak terbayangkan olehnya.

Di saat Ruby sedang meratapi takdirnya, terdengar suara ketukan pelan di pintu kamarnya. Sontak Ruby hanya menjawab dengan gumaman yang nyaris tak terdengar. Pintu kamar terbuka perlahan seiring Calia yang melangkah masuk ke dalam dan tak lupa kembali menutup pintu kamar.

Calia berjalan mendekati tempat tidur Ruby, lalu membungkukkan badannya dengan sopan. "Lady," ujarnya dengan suara lembut.

"Sudah saatnya untuk Anda bersiap-siap menuju Istana Kekaisaran." Sambungnya memecahkan keheningan yang menjerat Ruby.

Mendengar itu, refleks Ruby mengerutkan keningnya dengan heran. "Istana Kekaisaran?" Ruby mengulang kata-kata itu dengan nada yang penuh kebingungan.

"Iya, Lady." Jawab Calia dengan kepala yang terus tertunduk.

"Untuk apa aku harus pergi kesana?" Lanjut Ruby dengan acuh.

"Dari yang saya dengar saat ini Istana Kekaisaran sedang mengadakan undangan pesta pergaulan kelas atas. Jadi, Istana Kekaisaran mengundang seluruh para bangsawan untuk menghadiri pesta tersebut." Jawab Calia dengan sopan.

Namun, satu kata yang dilontarkan oleh Ruby justru membuat Calia dengan cepat mengangkat kepalanya. Ekspresi terkejut pun terlihat jelas di wajah Calia.

"Apa ada yang salah?" tanya Ruby dengan nada malas, menyadari perubahan sikap Calia.

Calia tampak ragu sejenak sebelum menjawab dengan hati-hati. "Sebenarnya, Lady, dari yang saya dengar jika pesta di Istana Kekaisaran kali ini, Baginda Kaisar mengundang keluarga anda secara khusus."

The Witches a DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang