CHAPTER 33

325 48 1
                                    

Distrik Ashelborne, Kekaisaran Emberlyn.

Sebuah jalan berbatu yang terhampar luas dipenuhi dengan kereta kuda mewah dari para bangsawan tampak berkilauan di bawah cahaya matahari. Roda-roda kereta berderak perlahan di atas bebatuan, sementara para kusir berpakaian rapi mengendalikan kuda-kuda yang melangkah dengan anggun.

Di tengah hiruk-pikuk itu, para bangsawan tampak berbaur dengan keramaian pedagang yang memenuhi pinggiran jalan. Seruan para pedagang tanpa henti-hentinya menggema di udara, memanggil perhatian para pejalan kaki dan penghuni kereta yang lewat.

"Permadani dari Timur! Sutra terbaik di seluruh kekaisaran! Beli sekarang sebelum habis!" Teriak seorang penjual dengan suara serak.

Sementara yang lain terlihat sibuk memamerkan perhiasan berkilau, rempah-rempah eksotis, dan kerajinan tangan dari berbagai pelosok negeri. Bahkan tak jarang suara koin yang beradu dengan meja kayu pedagang atau jatuh ke dalam kantong pelanggan pun menambah lapisan dinamika yang membuat distrik Ashelborne begitu hidup.

Sedangkan di sudut jalan, Birdie dan pelayan pribadinya tampak tenang berjalan menyusuri jalanan sambil melihat-lihat setiap kios dengan detail. Dia mengenakan gaun mewah berwarna ungu lembut, sementara di sampingnya pelayan pribadinya memegang keranjang yang sudah terisi sebagian dengan gulungan benang.

Saat mereka melewati salah satu kios yang menjual kain-kain sutra halus, refleks Birdie menghentikan langkahnya sejenak. Matanya tampak berbinar-binar memperhatikan tumpukan kain yang dipajang dengan warna-warna lembut yang memikat. Sesekali jari-jemarinya yang anggun menyusuri permukaan salah satu gulungan kain berwarna emas dengan motif rumit.

"Larise, menurutmu apa kain ini cocok untuk sapu tangan yang akan aku bawa ke pesta musim semi nanti?" Tanya Birdie dengan nada lembut sambil matanya tetap fokus mengamati detail pada kain.

Larise yang berdiri di sampingnya, menatap kain tersebut dengan penuh antusias sebelum menjawab. "Tentu saja, Lady. Kain ini akan tampak indah dipadukan dengan gaun apa pun yang Anda pilih. Apalagi jika Anda menyulamnya dengan pola khas keluarga, itu akan menambah kesan mewah dan anggun."

Mendengar itu, Birdie tersenyum kecil dengan ekspresi wajahnya menunjukkan kepuasan. Jari-jemarinya terus menyusuri tepi kain, merasakan kelembutan teksturnya. Sementara Larise refleks menundukkan kepalanya sambil tangannya sibuk memeriksa gulungan benang dalam keranjang yang digenggamnya.

"Hm, lady. Sepertinya warna benang yang baru saja kita beli tampak kurang cocok untuk kain itu." Ujar Larise sambil mengangkat salah satu gulungan benang dari keranjang dan memandangnya dengan teliti.

Sontak Bridie sedikit mengalihkan perhatiannya dari kain di tangannya ke pelayan pribadinya. "Kalau begitu kita harus mencari benang yang sesuai." Ujar Birdie dengan matanya yang bersinar penuh semangat.

Sejenak Larise mengalihkan pandangan ke sekelilingnya, menatap beberapa kios yang menjajakan benang dan aksesori menjahit. "Sepertinya ada beberapa kios di dekat sini yang menjual berbagai jenis benang, Lady. Saya akan ke salah satu kios itu untuk mencari benang dengan warna yang lebih senada, agar hasilnya benar-benar sempurna." Ujarnya sambil menunjuk ke arah deretan kios yang dikelilingi oleh pelanggan lain.

Melihat itu sontak Birdie kembali menoleh ke arah Larise. "Baiklah, aku akan menunggumu disini. Tapi jangan pergi terlalu jauh." Ucap Birdie sambil tersenyum, sebelum matanya kembali terfokus pada kain sutra yang masih terhampar di meja pajangan.

"Baik, Lady." Jawab Larise dengan sopan.

Lantas Larise langsung bergerak menuju kios yang dimaksud, meninggalkan Birdie sejenak untuk meneliti lebih lanjut tentang pilihan yang ada. Di sekelilingnya, pasar Ashelborne tetap ramai dengan suara seruan para pedagang yang bersahutan dan derak roda kereta kuda yang berlalu.

Sambil menunggu, Birdie memutuskan untuk kembali melihat-lihat beberapa item lain yang mungkin menarik perhatiannya. Di saat yang bersamaan seorang pria paruh baya dengan wajah penuh senyum, segera menyapanya.

"Selamat siang, Lady. Apakah ada yang menarik perhatian Anda di sini?" tanya pria paruh baya itu dengan nada ramah, sembari membungkukkan tubuhnya sedikit sebagai tanda hormat.

"Kain ini dari mana asalnya?" tanya Birdie dengan suaranya terdengar lembut namun penuh wibawa.

Pria paruh baya itu segera menegakkan tubuhnya, senyum di wajahnya semakin lebar. "Ah, kain itu, berasal dari kerajaan timur, Virelda, Lady. Kainnya terbuat dari serat terbaik yang hanya bisa ditemukan di dataran tinggi mereka. Selain itu, kain ini dikenal karena kekuatannya yang halus dan kilau alami yang langka. Hanya sedikit pedagang yang berhasil membawa kain ini ke Kekaisaran Emberlyn, karena perjalanannya yang begitu jauh dan berbahaya."

Mendengar penjelasan itu, Birdie mengangguk pelan dengan matanya tak lepas dari kain sutra yang terhampar di depan mata. Jari-jemarinya yang lentik perlahan meraba tekstur halus kain tersebut.

"Kapan tepatnya kain ini tiba di Emberlyn?" tanya Birdie kembali.

"Oh, Lady, hanya sekitar dua minggu yang lalu," jawab pria itu dengan semangat. "Kain ini masih sangat baru, dan belum banyak orang yang mengetahuinya. Anda mungkin akan menjadi salah satu yang pertama mengenakannya."

Birdie tersenyum tipis saat mendengar pernyataan itu. "Baiklah," ucapnya dengan suara tenang. "aku akan mengambil tiga gulungan." Lanjutnya yang membuat pria paruh baya itu tampak sedikit terkejut.

"Tapi, Lady, untuk kain sutra seindah ini, harganya sangat berbeda dari sutra biasa," lanjut pria paruh baya itu dengan nada hati-hati. "Setiap gulungannya dihargai seratus koin emas." Lanjutnya.

Refleks Birdie menatap pria itu dengan kedua alis yang terangkat. "Seratus koin emas per gulung," ucapnya dengan pelan yang membuat pria itu langsung menundukkan kepalanya.

"Tidak masalah," jawab Birdie dengan suara tenang namun tegas. "Seratus koin emas untuk setiap gulungan memang harga yang pantas untuk kain sehalus ini. Aku akan tetap mengambil tiga."

Sontak pria paruh baya itu semakin membungkuk lebih dalam lagi dengan senyum di wajahnya semakin lebar. "Terima kasih, Lady. Saya akan segera menyiapkan ketiga gulungan itu untuk Anda." jawab pria paruh baya itu dengan nada penuh hormat sambil memberi isyarat pada asistennya untuk segera menyiapkan kain sutra yang dipesan Birdie.

Sontak Birdie hanya mengangguk tipis sebagai balasan. Lantas pria paru baya serta beberapa asistennya mulai menggulung kain-kain halus itu dengan tangan cekatan, memastikan setiap lipatan rapi dan aman.

Sambil menunggu Birdie tetap berada di kios tersebut dengan mata yang sesekali memperhatikan suasana pasar di sekitarnya. Rasanya sejak tadi suasana pasar semakin ramai, bahkan tak jarang dia mendengar suara teriakan yang cukup keras entah itu dari para pedagang atau pengunjung.

Sudah cukup lama Larise pergi meninggalkan dirinya, namun pelayannya itu justru tak kunjung kembali. Di saat suasana pasar semakin ramai, dan riuh rendah suara para pedagang serta langkah kaki para pembeli membuat segalanya tampak semakin padat.

Tiba-tiba sekelompok prajurit berseragam resmi dengan lambang Kekaisaran Emberlyn di dada mereka melintas dengan langkah cepat, memecah kerumunan yang semakin padat. Derap langkah berat sepatu mereka bergema di atas jalan berbatu, membuat beberapa pedagang dan pembeli menghentikan aktivitas mereka sejenak untuk memberi jalan.

"Apa telah terjadi sesuatu?" sahut salah seorang pedagang yang tampak kebingungan saat melihat sekelompok prajurit kekaisaran melintas.

"Entahlah, tapi kudengar beberapa hari yang lalu ada sekelompok orang yang membuat kerusuhan di distrik sebelah," jawab seorang pria dengan nada rendah, suaranya bercampur dengan kecemasan. "Mungkin ini ada hubungannya."

Birdie yang mendengar percakapan itu, mengernyitkan keningnya sambil kembali memperhatikan pergerakan para prajurit tersebut. Sejenak rasa cemas mulai merayap di benaknya, apalagi mengingat Larise masih belum kembali hingga detik ini.

"Sebenarnya ke mana perginya gadis itu?" gumam Birdie dalam hati, sedikit jengkel.

*****

Namratsr | Na

The Witches a DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang