Dingin menerpa kulit berwarna kecokelatan akibat sering tersengat matahari itu, lelaki berkaos loreng tersebut sedang menatap malam dengan tatapan yang tak bisa diungkapkan oleh kata-kata.
Apa perkataannya tadi siang begitu menyakiti wanitanya?
Rec hanya ingin ashel memahami profesinya. Ini
baru pengajuan, belum kalau dia harus pindah kota, maupun hanya Rev yang pergi untuk bertugas lagi.
Apa ashel bisa memahaminya? Rev tak tahu jika ashel akan tersinggung dengan perkataannya tadi siang karena ashel pun seperti dirinya lahir dalam lingkungan militer, pasti ashel tahu beratnya ada di lingkungan militer itu.
Lagi-lagi rev hanya bisa mengembuskan napas beratnya.
"Malam, Pak rev," ucap tiga tentara yang sedang berjalan hendak ke pos jaga untuk berganti shift.
"Malam" jawab Rev dengan mengangguk dan senyuman.
Rev memilih masuk ke rumah dinasnya, ia membaringkan badannya di kasur sembari menatap
langit-langit kamar.
Seharusnya setelah pengajuan ini mereka akan senang karena setelahnya langsung daftar KUA dan melakukan preparingpernikahan.
Berbeda dengan ashel dan dirinya yang sibuk galau tentang ke depannya, eh, lebih tepatnya galau sedang menenangkan diri.
Lidah memang tak bertulang, tetapi mampu menusuk hati hingga sakit, walaupun tak berdarah.
"Chat nggak, ya? Duh, masa aku chat duluan, sih? Kan malu," ucap ashel sembari tengkurap di kasurnya dengan tangan memegang ponsel yang menampilkan
kolom chat kosong pada seseorang
"Argh!" Ashel yang frustrasi pun membanting ponselnya di sisi sebelah kananya.
Sedari tadi dia mengetikkan pesan, tetapi selalu dia hapus karena merasa kurang pas ataupun terlalu alay dan kurang pantas.
"Mas lett di sana lagi apa, ya? Mikirin aku nggak, ya? monolog ashel sembari berbaring terlentang.
"bisa-bisa gila gua karena mas letnan " ucap ashel dengan nada kesal.
Ashel mengambil kembali ponselnya dan. mengetikkan sesuatu pada Rev Hanya satu kata.
Ingat, satu kata.
la langsung membuang ponselnya lagi dan menutup kepalanya dengan bantal.
Detak jantungnya tak bisa dikatakan baik-baik saja.
Ting
Sebuah notifikasi berbunyi dari ponselnya, tak berani mengambil ponsel itu yang berada 30 senti dari kepalanya.
Ashel memegang dadanya yang masih berdetak
kencang hingga wajahnya memunculkan seberkas warna merah.
"Perasaan, kemarin pas ketemu juga nggak gini banget, kok sekarang berasa kayak orang gila, sih?" ucap ashel mengacakacak
rambutnya.
Dengan perlahan dia ambil ponsel itu dan membaca
pesan yang masuk di dalamnya.
"AAA!" teriak ashel seakan mendapat undian give
away."ASHEL, LU KENAPA?" teriak seseorang di luar kamar sambil mengetuk pintu dengan kencang. Ashel memegang dadanya yang berdetak lebih
Kencang dari tadi."ASHEL WOI. JANGAN BUNUH DIRI!" teriak Marsha dari luar kamar
Ashel mengernyitkan dahinya.
Siapa yang mau bunuh diri?
Dengan malas dia membuka pintu dan terlihat Marsha dengan wajah panik memeriksa badannya dengan
memutar-mutar tubuh
membuat ashel pusing.
"Apaan, sih sha !" kesal ashel
"Kamu kenapa teriak?"
"Oh, itu, hehe...gua, gua gak kenapa-napa, lu lanjut masak deh, udah lapar gua," ashel kemudian menutup pintu kamar nya
"dasar dikira gua pembantu" sebal Marsha kemudian kembali turung menuju dapur
KAMU SEDANG MEMBACA
PERWIRA SAMUDERAKU (end)👨✈️⚓
Teen Fiction-tidak ada yang istimewa dari author ini-