"Cakep bener bjirrr, bening abissss. Mau gak ya dia jadi cewe gw."
"Cewe gw lah itu mah, lebih cocok." Timpal Raden setelah melihat kemana arah pandang Dewa. Tentu saja itu mengundang tatapan tidak suka dari Dewa.
"Cocot lu anjir ga ga, biar buat gw aja udeh."
"Lo terlalu buaya, buat dia yang jelmaan syurgaaa."
"Bangke lu."
"Ini lagi, kenapa senyum senyum lu ta?"
Dirta yang kena timpuk kacang oleh Dewa menolah, 90 derajat langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi datar. Menaikan satu alis kanannya "Apa?"
"Lo yang kenapa, kesambet baru tau rasa lo."
"Lo yang kesambet." Jawab Dirta kemudian, setelah itu beranjak dari tempatnya.
"Setan lo ta!"
"Setan teriak setan." Kaivan yang baru datang pun ikut menimpali.
"Nih ibaratnya gini wir, si Dewa ketemu setan, setannya yang lari kencenggg." Kalimat yang Raden lontarkan mengundang tawa Kaivan.
"Pada anjing semua lo." Dewa menggebuk satu persatu temannya menggunakan bantal yang dia jadikan sebagai sandaran sedari tadi.
"Wa atuh bantal ibu rusak nanti."
"Rusak di tanggung Kaivan sama Raden bu, nah Dirta juga ikut nanggung."
Dirta yang datang dengan makanan di tangannya menatap Dewa tak percaya. Pasalnya coro itu tidak tahu menahu permasalah ketiga temannya. "Gak waras lu setan."
"Lu sekalinya ngomong nyakitin, hati mungil dedek sakit mas."
"Kalo lapar ngomong, jangan ngereog begini. Sana pesen."
"LU DOANG TAAAA, LOP UUUU." Raden, Kaivan, dan Dirta menatap kepergian Dewa dengan bergidik ngeri.
"Temen lu"
"lu"
"lu anjir." Final Kaivan.
🐡🐡🐡🐡🐡
Naura menutup ponselnya dan menatap Bella yang sedari tadi celingak-celinguk mencari tempat duduk.
"Bel, gw disuruh makan di tempat Abang gw nih. Lo mau ikut?"
"Abang sepupu lo dimana emangnya?"
"Di warung ibu, gw belum tau sih warung ibu dimana. Cuma kayaknya di deket gedung fakultas abang gw."
"Gw gak ikut deh ra, gw lagi mau makan soto. Tuh ada tempat duduk satu."
"Yaudah nanti kalo udah kita ketemuan di kelas aja ya."
"Okey ra."
Naura kembali melangkahkan kakinya kearah selatan, menyusuri setiap kelas. Untung saja fakultas abangnya berdampingan dengan fakultas Naura. Naura, orang yang selalu mengandalkan firasatnya. Syukurlah kali ini benar, banner yang bertuliskan "Warung ibu" ada sudah hadapannya.
"Cari siapa?"
"ALLAHU AKBAR! Astagfirullah." Naura mengelus dadanya beberapa kali karena terkejut, kemudian menatap nyalang seseorang yang ada dihadapannya.
"Bisa gak sih kak gak usah ngagetin?"
"Gak."
"Bener-bener gila!"
"Gak usah misuh-misuh didalam hati, gw tau lo lagi marah-marah."
Mendengar itu, ya refleks Naura melotot. Lagi-lagi manusia satu ini tau.
"Gausah geer."
Biru mengedikan bahunya acuh, tak berniat membalas perkataan gadis di depannya. Cowok itu berjalan meninggalkan Naura dengan sepiring makanan ditangannya. Kedatangan Biru disambut dengan berdirinya Kaivan yang berjalan keluar, tentu saja hal itu tak luput dari pandangan Biru. Kaivan berbicara dengan gadis yang sempat ia tegur tadi, Kaivan yang mengelus rambut gadis itu, Kaivan yang sepertinya sangat akrab dengan gadis itu, semua yang dilakukan Kaivan kepada Naura tidak luput dari pandangan Biru.
"Ngedip monyet, sebegitunya ngeliatin cewe gw." Dewa mengusap kasar wajah Biru, sang empu jelas berdecak kesal.
"Mimpi lo ketinggian wa." Jawaban Biru membuat Rangga tertawa puas.
"Gak cocok sama lu wa, Naura jelmaan bidadari." Celetuk Rangga yang mengundang satu tampolan dari Dewa.
"Setan lo ga."
Kaivan datang dan langsung menempatkan dirinya disamping Biru. Cowok itu langsung natap Kaivan dengan wajah datarnya, "Lo kenal cewek itu?"
Kaivan yang tiba-tiba ditanya seperti itu terkejut tentu saja. menatap Biru dengan heran. Tumben sekali seorang Dirta Biru Kaivandara kepo dengan hal seperti ini.
"Kenapa lo? Suka?" Bukan Kaivan yang menjawab, melainkan Dewa yang sudah menatap Biru dengan tatapan sinis. Takut-takut jika tiba-tiba Biru bilang suka, ya sudah harapannya pupus. Siapa sih cewek yang tidak suka dengan Biru?
"Bukan urusan lo."
"Ngajak gelud lo ta, jelas urusan gw lah. Gw calon pacarnya Naura."
"Mimpi lo." Sahut kaivan tidak terima.
"Denger gw nih, lo pada awas aja ada yang deketin dia. Gak sudi gw." Lanjut Kaivan.
"Apa hak lo ngatur begitu?" Jelas saja itu lontaran pertanyaan dari Biru, dia tuh anti banget diatur-atur orangnya.
"Kalo pada suka sama Naura, udah kita taruhan aja lah. Bersaing secara sehat."
"GILA LO!" Kalimat yang baru saja Dewa ucapkan mengundang amarah dari Kaivan, "Gak usah ngada-ngada!"
"Santai njing, gak bisa santai amat lo."
"Ya omongan lo anjing wa, gak boleh ada yang deketin dia. Terutama lo Dirta." Tunjuk Kaivan kearah Biru.
"Hak lo ngatur begitu apa?"
"Selesain dulu diri lo sama masa lalu lo ta, jangan deketin anak orang kalo diri lo sendiri belum selesai. Dan lo wa, minimal kalo mau deketin Naura ya berhenti jadi buaya dulu lah. Dan lo ga, kalo sampe lo jadiin Naura selingkuhan gw jamin lo gak akan dapet cewek lagi," ucap Kaivan pada Biru, Dewa, dan Rangga.
"Suka sama Naura bilang lo, gak usah ngomong kayak gini." Emosi Biru tersulut, dia paling tidak terima jika ada seseorang yang berbicara kalo dia belum selesai dengan masalalunya. Biru menolak fakta itu.
"Gw cuma ngejaga Naura!"
"Udah-udah santai, masa gara-gara cewek lo berdua berantem." Rangga yang memang paling adem ayem orangnya berusaha buat melerai Biru dan Kaivan yang udah sama-sama berdiri, lengah dikit udah batu hantam.
"Cepat atau lambat, Naura jadi cewe gw."
"Jangan gila lo ta, dia sepupu gw anjing!" ucap Kaivan yang sedikit berteriak, karena Biru sudah lebih dulu pergi meninggalkan ketiganya. Rangga dan Dewa tentu saja terkejut dengan perkataan Kaivan, begitupun dengan Biru. Walaupun sudah berjalan menjauh tapi tetap saja Biru bisa mendengar perkataan Kaivan tadi.
Bersambung...
-Tulipputihhh
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Eila
General FictionRumit Ini adalah cerita lengkap perjalanan Biru dan Eila. Barangkali lebih dulu kalian mengenalnya dengan tokoh "Dirta Naura" pada cerita lengkap ini aku kemas dalam judul "Biru Eila."