"Apa aku gak sepenting itu untuk tau kondisi kamu?"
-Naura Eila Artama
Beberapa kali Naura membuka ponselnya berharap ada satu notifikasi yang membuat suasana hatinya menjadi gembira namun nihil. Sama sekali tidak ada, sekarang sudah pukul 6 lebih 5 pagi, lemas sekali rasanya berangkat kuliah tanpa ada support system. Biru tidak berniat membalas pesannya kah?
Satu notifikasi masuk di ponselnya, ketika Naura berjalan menyusuri gedung fakultas untuk pergi ke kelas. Senyum yang semula terbit kini kembali pudar, hatinya membatin ternyata bukan seseorang yang sedari tadi dia tunggu. Ah sudahlah, kenapa jatuh cinta sepusing ini?
"Manyun trosss muka lu ra." Naura berdesis malas ketika mendengar teguran Bella. Untung saja kelas belum begitu ramai, jadi dia bisa mengistirahatkan kepalanya yang ramai itu sejenak.
"Kenapa deh? Lesu banget perasaan."
"Chat gue belum di bales sama kak Biru, dari semalem lu bayangin," katanya yang sudah duduk di kursi.
"Dari semalem?"
Naura mengangguk, mengiyakan.
"Sibuk mau Sertijab BEM kali dia ra, mau lengser kan dia?"
"Iya juga sih, tapi masa gak ngabarin gue even satu chat pun."
"Yaudah nanti coba lu chat lagi deh, sekarang fokus dulu. Dengar-dengar hari ini pak Bambang mau kasih kuis."
Naura mengiyakan, haruskah jatuh cinta serumit ini? Dari pagi, siang, sore sampai jam menunjukkan pukul 7 malam lagi-lagi Naura tidak mendapatkan balasan dari laki-laki yang berlabel pacar itu.
Di Kampus pun dia tidak melihat batang hidungnya, biasanya dia selalu melihat Biru nongkrong dengan teman lainnya di warung ibu. Tapi kali ini tidak, sebenarnya kemana pacarnya itu?
Mengingat temannya, Ya Tuhan! Kenapa Naura baru menyadari sekarang, Abang sepupunya bernama Kaivan, orang itu bersahabat dengan pacarnya sendiri. Kenapa tidak di tanya sedari tadi saja. Naura menepuk jidatnya pelan, "Kenapa gak dari tadi aja sih ra." Lalu mengetikan sesuatu pada ponselnya.
Sakit? Naura menghela nafas, dadanya terasa sesak. Batinnya bertanya-tanya apa dia tidak sepenting itu untuk tau kondisinya? Sebenarnya dia apa? Pacar? Pacar yang tidak tau kondisi pacarnya sendiri? Seharian menunggu kabar ini balasan dari Biru?
Pandangannya teralihkan ketika satu notifikasi chat masuk. Satu nama, satu nama yang sedari kemarin dia tunggu kabarnya, satu nama yang sedari kemarin dia tunggu-tunggu chatnya. Satu nama, Dirta Biru Kaivandara mengirimkan dirinya pesan.
Naura menghela nafas, tadinya dia sudah merencanakan untuk tidak membalas pesan pacarnya itu. Tapi apalah daya, jika rencana tidak bekerja sama dengan hati. Apalagi pertanyaan-pertanyaan yang bersemayam di otaknya perlu mendapatkan jawaban saat ini juga.
Naura menyecar Biru dengan berbagai pertanyaan yang sedari tadi memutar di otaknya, Biru tidak langsung membalas. Naura tentu saja tetap sabar menunggu, menunggu jawaban yang sekiranya membuat hatinya tenang seperti "Iya aku sakit, kamu gak perlu khawatir, maaf aku lupa kabarin kamu." Contohnya. Namun sepertinya dugaan Naura salah, balasan dari Biru membuatnya lagi-lagi harus berfikir 2 kali sampai harus membaca ulang pesannya itu.
Berlebihan? apanya yang berlebihan? Salah jika menanyakan keadaan pacarnya sendiri? Salah jika menghawatirkan pacarnya sendiri? Sesalah itu? Sesalah itu atau memang Naura sudah tidak penting lagi?Naura meninggal room chat mereka dengan satu balasan. "Yaudah, selamat istirahat." Naura mencoba untuk berfikir positif, mungkin saja dia yang terlalu baper.
Bersambung...
-Tulipputih
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru Eila
Ficção GeralRumit Ini adalah cerita lengkap perjalanan Biru dan Eila. Barangkali lebih dulu kalian mengenalnya dengan tokoh "Dirta Naura" pada cerita lengkap ini aku kemas dalam judul "Biru Eila."