09. Cemburu.

6.3K 423 28
                                    

Asha menata menu sarapan yang sudah dibuat di meja makan. Sesuai permintaan Bian semalam. Pagi ini Asha membuatkan sarapan untuk suaminya itu. Asha hanya membuatkan pisang bakar dan memotong beberapa buah - buahan untuk Bian, entah apa yang nantinya akan di makan oleh suaminya itu.

Tanpa menunggu Bian, Asha memakan pisang bakar yang ada di hadapannya lebih dahulu. Asha sengaja makan lebih dahulu tanpa menunggu Bian, agar setelah suaminya itu keluar kamar, dia bisa kembali ke kamar. Hari ini Asha tidak ada kegiatan kuliah, jadi kemungkinan dia akan dirumah saja seharian ini.

Ceklek.

Pintu kamar Bian terbuka lebar. Asha menatap ke arah pintu kamar Bian sekejap, setelah suaminya itu keluar, Asha kembali mengalihkan pandangannya, fokus pada sarapan yang ada di hadapannya itu.

"Kok gak nunggu gue keluar?" ucap Bian ketika melihat Salma sudah makan lebih dahulu.

"Biasanya kan aku sarapan sendiri." ucap Asha dingin.

Bian tak begitu memperdulikan apa yang Asha katakan. Bian mengambil pisang bakar yang ada di meja makan, memakan sarapan yang sudah Asha buat. Bian pikir Asha tak akan mau membuatkan dirinya sarapan, namun ternyata istrinya itu masih punya hati untuk mau membuatkannya sarapan.

"Lo hari ini gak kuliah?" tanya Bian.

"Enggak." ucap Asha.

"Terus gak kemana - mana?" tanya Bian.

"Kenapa jadi banyak tanya sih?!" ucap Asha.

"Mau Lo apa, sih? Gue bersikap baik kayak gini, Lo cuek sama gue. Gue bersikap kasar sama Lo, salah di mata Lo!" ucap Bian yang mulai frustasi dengan sikap cueknya Asha.

Asha mengalihkan pandangannya ke arah Bian, menatap suaminya itu dengan tatapan dinginnya.

"Sesusah itu ya kamu untuk minta maaf sama aku? Dari kemarin aku tunggu kamu untuk minta maaf sama aku, loh, kak. Tapi kamu gak melakukan itu." ucap Asha.

"Aku diam aja bukan berarti aku gak masalah dengan apa yang kamu lakukan sama aku. Aku gak ngadu sama orangtua aku tentang semua perlakuan kamu bukan berarti aku bisa menerima semua perlakuan itu. Aku sakit, kak. Aku mau kayak perempuan diluar sana yang bisa diperlakukan baik sama suaminya. Aku gak maksa kamu untuk bisa secepatnya membuka hati kamu untuk aku, aku cuman mau kamu memperlakukan aku selayaknya isteri. Sesusah itu, kak? Sesusah itu untuk kamu bisa menerima kehadiran aku?"

"Baru kali ini kan aku ngeluh sama kamu, tentang semua perlakuan kamu ke aku? Selama ini aku selalu pendam semuanya sendirian, kak. Aku gak cerita ke keluarga aku, aku gak cerita ke keluarga kamu. bahkan disaat kamu minta untuk kita sandiwara di depan mama sama papa, aku ikutin mau kamu. Kamu pikir aku gak merasakan sakit saat itu? Kamu pikir hati aku gak sakit ketika aku sadar kalau aku hanya dibutuhkan ketika kamu bertemu dengan keluarga kamu? Apa semua ini adil untuk aku, Kak?" ucap Asha dengan air mata lolos membasahi pipinya.

Dengan cepat Asha menghapus air matanya, tak ingin air matanya itu semakin deras membasahi pipinya. Biarlah Asha mengungkapkan semua rasa sakitnya pada Bian, agar lelaki itu sadar mengapa sikap Asha berubah beberapa hari ini.

Asha meletakkan sendok yang ada ditangannya ke piring. Moodnya kembali memburuk pagi ini. Asha beranjak dari tempat duduknya, hendak kembali masuk ke dalam kamarnya.

"Buatin gue kopi." ucap Bian.

Salma menghentikan langkahnya, menatap Bian yang masih duduk di meja makan. Bukan. Bukan itu yang ingin Asha dengar dari bibir Bian. Asha ingin mendengar Bian meminta maaf padanya, namun lelaki itu tak juga melakukan itu.

"Bibi aja yang buatin, ya? Waktu itu kan kakak bilang kalau kakak gak suka kopi buatan aku. Daripada nantinya dibuang, cangkirnya pecah, mendingan bibi aja yang buatin." ucap Asha.

Antara Cinta dan Benci Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang