60. Balasan untuk Nayra.

2K 271 7
                                    

Hari yang Asha dan Bian nantikan, akhirnya tiba. Setelah mendapatkan perawatan intensif selama beberapa hari di rumah sakit, hari ini Asha sudah di perbolehkan untuk pulang oleh dokter yang menanganinya. Pagi ini, setelah sarapan, mereka tengah sibuk mengemasi barang - barang mereka yang ada di dalam ruangan rawat inap, bersiap untuk pulang ke hotel tempat mereka menginap. Lebih tepatnya mungkin Bian yang lebih banyak bergerak, karena Asha belum diperkenankan untuk banyak bergerak oleh dokter.

"Sampai hotel pokoknya harus banyak istirahat ya, belum boleh banyak bergerak," ucap Bian, entah sudah yang ke berapa kali.

"Iya, Mas. Kamu udah bicara seperti itu berapa kali, hari ini?" ucap Asha.

"Kamu suka nakal kalau gak aku ingatkan terus. Nanti pas sampai di hotel, pasti ada aja yang di lakukan, masak, beberes kamar," ucap Bian yang sudah tau karakter isterinya yang sulit untuk diam.

"Itu kan bukan pekerjaan yang berat, Mas. Lagipula aku juga sudah terbiasa melakukan semua pekerjaan itu," ucap Asha.

"Dokter sudah memperbolehkan kamu pulang hari ini, bukan berarti kamu sudah benar - benar pulih. Pokonya aku marah sama kamu, kalau kamu gak mau nurut sama aku," ucap Bian.

"Iya, Mas," ucap Asha mengalah.

Bian menutup tas ranselnya ketika semua barang - barang mereka yang ada di dalam ruangan sudah di masukkan ke dalam tas.

"Kamu ke parkirannya aku dorong pakai kursi roda, ya? Jarak ruangan rawat inap kamu ke parkiran lumayan jauh soalnya," ucap Bian.

"Gak mau. Aku mau jalan aja, Mas," ucap Asha.

"Sha, katanya mau nurut sama aku?" ucap Bian.

"Tapi aku bisa jalan sendiri, Mas. Lagi pula ada kamu yang bisa jagain aku," ucap Asha masih dengan keras kepalanya.

Bian menghela napasnya berat. Jika sudah berhadapan dengan sisi keras kepala isterinya itu, Bian hanya bisa diam. Susah sekali memang bicara dengan perempuan keras kepala seperti itu.

"Yaudah, boleh jalan, tapi jalan nya harus pelan - pelan. Gak boleh buru - buru," ucap Bian pada akhirnya mengalah.

"Okey, bos," ucap Asha.

Asha beranjak turun dari tempat tidurnya, dibantu oleh Bian. Setelah merasa sudah tak ada lagi barang yang tertinggal di dalam ruangan rawat inap itu, mereka beranjak keluar dari ruangan rawat inap, melangkahkan kaki mereka menyusuri lorong rumah sakit, menuju ke arah parkir.

Bian membuka pintu mobilnya, mempersilahkan Asha untuk masuk ke dalam mobil lebih dahulu. Setelah isterinya itu masuk ke dalam mobil, Bian menyimpan tas yang tersampir di bahunya ke bagasi mobil. Setelah itu, barulah Bian masuk ke dalam mobilnya.

Bian menyalakan mesin mobilnya, melajukan mobilnya itu meninggalkan pekarangan rumah sakit, menuju hotel tempat mereka menginap.

"Mas," panggil Asha.

"Kenapa, sayang?" tanya Bian.

"Kamu benar mau laporkan Nayra ke kantor polisi?" tanya Asha.

"Iya," ucap Asha.

"Apa ini gak berlebihan, Mas?" tanya Asha.

Bian menghentikan laju mobilnya ketika lampu hijau itu berubah menjadi lampu merah.

"Gak ada yang berlebihan, Sha. Dari awal aku sudah memberikan peringatan sama dia kalau aku gak akan tinggal diam kalau dia ganggu kamu dan adik. Tapi apa? Dia gak mendengar peringatan aku." ucap Bian.

"Aku cuman gak mau dia melakukan hal yang lebih nekat dari kemarin, Sha. Dia udah keterlaluan dan memang sudah seharusnya kita laporkan dia ke kantor polisi," ucap Bian lagi.

Antara Cinta dan Benci Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang