1. Prologue

338 23 12
                                    

Gelap. Aku tak dapat melihat apapun.

Sesak. Aku tidak bisa bernafas.

Sakit. Kepalaku, perutku, badanku, semuanya terasa sakit.

Seseorang, tolong aku!!

Riku merasa dirinya tengah tergeletak lemah di atas ubin suatu ruangan. Ia bergelung, memeluk tubuh ringkihnya yang basah dan menggigil kedinginan. Hening. Yang terdengar hanyalah napas beratnya yang putus-putus. Rasa sesak mencekik lehernya, pun dadanya naik turun bersusah payah menghirup udara di sekitarnya yang terasa pekat.

Takut. Aku takut..
Keluarkan aku dari sini..
Siapapun, tolong selamatkan aku!

Tap. Tap. Tap.

Di tengah rasa putus asanya, Riku mendengar suara langkah kaki dari kejauhan. Jantungnya berdebar kencang. Ia memang mengharapkan seseorang untuk datang, tapi tak dapat dipungkiri bahwa dirinya ketakutan. Takut kalau-kalau orang yang datang bukanlah orang yang ia harapkan. Riku takut jika ternyata orang yang datang adalah orang yang akan menyakitinya.

...

...

"Riku."

Terdengar suara yang familiar memanggil, bersamaan dengan cahaya lembut yang perlahan menerobos masuk ke dalam ruangan saat sebuah pintu terbuka. Suara langkah kaki itu perlahan mendekat dan berhenti di dekat Riku. Ah, meski tak dapat melihat jelas, Riku mengenal siapa itu.

"Ten-nii..?" ucap Riku lemah. Ia merasa sedikit lega akan kehadiran sosok itu. Sosok yang ia yakini sebagai bintangnya. Saudara kembarnya sendiri, Ten.

Tanpa sadar, tangan Riku terulur dan menggapai sosok di hadapannya itu. Air matanya mengalir. Dari bibirnya merekah sebuah senyuman. Riku percaya bahwa Ten datang untuk menyelamatkannya. Riku percaya bahwa kedatangan pemuda di hadapannya itu adalah semata-mata untuknya.

Tapi harapan itu runtuh saat Ten justru menepis sentuhan Riku dan dengan dingin berkata..

"Riku, kau benar-benar anak yang tidak berguna."

Eh? Riku terdiam, berusaha mencerna kalimat yang tiba-tiba dilontarkan untuknya. Di kepalanya, hanya ada satu kata. Kenapa?

Tanpa bisa mengutarakan pertanyaan itu, kalimat lain sudah datang bertubi-tubi, mencecarnya.

"Riku, sejak dulu kau selalu begitu. Keberadaanmu hanya membebani orang-orang di sekitarmu."

"Dimana pun itu, kau hanyalah pengganggu. Kau adalah sumber masalah bagiku, bagi Tousan, bagi Kaasan, bagi rekan-rekanmu, bagi semua orang di sekitarmu."

Kemudian, dengan dingin Ten menambahkan. "Nanase Riku, semuanya akan lebih baik jika kau tidak pernah dilahirkan."

Bola mata Riku melebar mendengar hal tersebut. Ia menggeleng. Tidak. Ini tidak benar.

Riku ingin memberontak, berteriak dengan lantang menanyakan apa maksudnya? Kenapa Ten-nii mengatakan hal itu? namun suaranya tidak keluar. Mulutnya tak kuasa untuk berbicara.

Bagaimana mungkin saudaranya melontarkan pernyataan seperti itu, Riku tidak bisa mempercayainya. Tapi tubuhnya terlalu kelu untuk merespon. Ia hanya bisa balas menatap wajah Ten.

"Kau tanya kenapa?" Ekspresi lembut yang biasa ditampilkan wajah itu hilang. Kali ini, Ten tampak sangat marah. "Tentu saja karena kau itu adalah seorang..."

"Pem-bu-nu-"

-----

"Akh!" Suara terkejut meluncur dari bibir Riku saat ia terbangun secara tiba-tiba. Mata crimson miliknya terbuka lebar. Kesadarannya yang terpanggil dengan cara yang tidak menyenangkan membuat detak jantungnya berdegup kencang. Mimpi buruk?

IDOLISH7: AcheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang