Setelah menyelesaikan serangkaian agenda yang super sibuk seharian ini, akhirnya Ten, Gaku, dan Ryuu bisa menarik nafas lega. Yah, sedikit. Sekarang, ketiga anggota Trigger itu sedang berada di dalam mobil yang dikemudikan oleh Anesagi. Saatnya untuk pulang, meskipun nahasnya mereka harus terjebak macet.
"Hari ini benar-benar melelahkan," dari kursi paling belakang, Ryuu bersuara. Pemuda itu menyandarkan punggungnya yang pegal.
"Selalu begitu, kan. Memang kapan jadwal kita tidak sibuk?" timpal Gaku.
"Benar juga," Ryuu membuka layar ponselnya dan memandangi foto saudara-saudaranya, kemudian tertawa kecil. Energinya kembali.
"Sampai 2 bulan ke depan pun jadwal kalian cukup padat, ingat? Jadi tolong jaga kesehatan kalian," ucap Anesagi.
"Haik," Ryuu mengangguk. Ngomong-ngomong tentang kesehatan, ia jadi teringat sesuatu. "Nee, Ten. Lain kali bersikaplah lebih lembut lagi. Kurasa Riku-kun hanya menunjukkan sikap pedulinya padamu."
Ten yang memang sejak tadi suasana hatinya sudah buruk hanya membuang muka, memandang kemilau lampu jalanan di luar jendela. "Itu bukan urusanmu."
Jawaban itu membuat Gaku yang duduk di sebelah Ten entah bagaimana tersinggung. "Oi, jaga ucapanmu bocah. Nanase itu adikmu kan? Kenapa kau malah mengomelinya?"
Ten memutar bola matanya. "Dia sendiri tidak bisa menjaga tubuhnya. Kenapa harus menceramahiku."
"Eh? Maksudmu, apa Riku-kun sedang tidak enak badan?" Tanya Ryuu.
"Hmph." Ten mendengus sebagai jawaban. Artinya iya.
"Woah.. Aku tidak menyadarinya." Ryuu terkesima. Anak kembar memang sesuatu ya..
Sasuga futago, batin Gaku kagum, tapi kemudian ia menggeleng. Eh, bukan itu. "Ten, bagaimana jika lidah tajammu itu membuatnya stres dan justru membuat kondisinya semakin buruk?"
"Hah? Hanya dengan ucapanku dia tersinggung? Lalu bagaimana jika dia mendapat kritik dari media? Dari para fans nya?" Ten menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Jika memang dia serapuh itu dan terus menjadikan tubuh lemahnya sebagai alasan untuk tidak bisa bersikap profesional, jangan pernah bermimpi untuk menjadi idol."
"Hahh??" Gaku tercengang. "Tapi kalau itu keluar dari mulutmu, Nanase sekalipun akan merasa terluka."
"Lalu? Kau ingin menjadi orang yang sok bijak dan mulai menceramahiku juga, Gaku?"
"Kau ini.." Tangan Gaku sudah gatal ingin menjitak bocah di dekatnya itu, tapi ia menghentikan gerakannya. Pemuda berambut abu itu menatap lamat-lamat ke arah Ten.
Ah, kenapa aku baru menyadarinya?
Wajah Ten kelihatan pucat, nafasnya agak cepat, sorot matanya tampak kelelahan. Berbeda dengan saat di studio televisi tadi, saat ini energi Ten benar-benar tampak terkuras. "Oi Ten.. Jangan bilang, kau juga sedang sakit?""Eh??" Ryuu pun tidak menyadari itu dan ia kembali terkejut. Ia mengulurkan tangannya dan meletakkannya pada dahi Ten. Hangat. "Yappari, ternyata ucapan Riku-kun benar. Kau demam!"
"Yaampun!" Anesagi yang sedang menyetir mobil ikut terkejut. "Ten, ayo kita ke rumah sakit sekarang."
Ten menyingkirkan tangan Ryuu. "Tidak perlu. Tolong antarkan saja aku pulang ke rumah Kujou-san."
"Oi, bocah. Kami tau kalau kau yang paling mengerti tentang tubuhmu. Sudah tau tubuhmu bermasalah, lalu apa susahnya pergi ke rumah sakit?? Kau bisa mendapat pengobatan yang lebih tepat di sana."
"Aku baik-baik saja, Gaku. Tidak seperti anak itu, aku tetap bisa menyelesaikan pekerjaanku dengan baik kan?" Ten memijit pelipisnya. "Sudah kubilang, aku mengerti batasanku. Aku tidak memaksakan diri. Aku hanya perlu istirahat sebentar. Suara kalianlah yang membuat kepalaku semakin sakit, jadi bisakah kalian tenang??"
Gaku menutup mulutnya. Ia mendengus dan melemparkan jaket yang ia kenakan ke arah Ten.
Anesagi menghela nafas.
"Kita beli minuman isotonik dan beberapa obat sebentar di apotek ya?" Ia masih berusaha melakukan sesuatu untuk sang center."Tidak perlu." Ten menolak. Tangannya beringsut mengeratkan jaket milik Gaku yang sekarang ia kenakan. "Cukup antarkan aku pulang ke kediaman Kujou-san. Aku akan istirahat di rumah."
Nafas berat kembali dihembuskan. Anesagi tidak tau lagi. Ia mengerti Ten memang suka memaksakan diri dan memasang sikap kuat, tapi bukankah itu sama dengan memaksakan diri??
Member Trigger paling muda itu memang bebal untuk dinasihati, akan tetapi pada kenyataannya Ten selalu bisa menepati ucapannya. Menghalangi keinginan Ten justru hanya akan memperkeruh suasana. Itulah yang seringkali membuat Anesagi tidak berdaya.
Suasana mobil pun menjadi hening hingga akhirnya mereka sampai pada tujuan pertama, kediaman Kujou Takamasa.
Ten melangkahkan kakinya dengan hati-hati turun dari mobil. "Arigatou gozaimasu." Pemuda itu menundukkan kepalanya sebentar, kemudian masuk ke dalam rumah yang telah ia tinggali lebih dari 5 tahun ini.
"Tadaima."
Begitu Ten masuk ke dalam, ia melihat seorang gadis perempuan berambut biru sedang duduk di atas sofa. Dialah Kujou Aya, adik angkat Ten. Pandangan iris birunya yang semula fokus pada layar televisi segera teralihkan begitu melihat Ten.
"Ah, okaerinasai Ten Onii-chan. Otsukaresama deshita." Aya sekilas tampak kaget, tapi wajahnya ceria menyambut Ten.
Ten mengangguk. Diliriknya layar tv yang menyala di sana. Acara tv apa yang sedang adik angkatnya tonton? Jawabannya adalah Kimi to AinaNIGHT. Ten mendengus.
"Ten Onii-chan, mau kubuatkan teh hangat?" Aya mendekat ke arah Ten dan membantu sang kakak membawa jaket serta beberapa barang bawaannya.
"Tidak perlu, terima kasih Aya." Ten melangkahkan kakinya ke arah ruang tamu dan berhenti di depan televisi. Sejenak manik matanya memperhatikan acara yang tengah disiarkan langsung itu.
"Wah, pesan yang menarik sekali. Nee, tapi bukankah pesan itu terkesan personal? Hahaha. Tidak masalah. Tapi kalian semua penasaran dengan itu kan?" suara khas Shimooka terdengar bersemangat membawakan acara.
Rupanya, saat ini Kimi to AinaNIGHT sedang melakukan sesi membaca pesan dari penggemar.
"A-ah, itu.. Aku menonton acara Tamaki Onii-chan." Entah kenapa Aya tampak sedikit gelagapan saat Ten menciduknya tengah menonton tv show yang sedang populer itu. Padahal itu tidak masalah. Hanya saja, raut muka Ten benar-benar membuat Aya gelisah.
"Tadi sempat ada masalah teknis yang terjadi dan siaran terputus sebentar, tapi sepertinya semua sudah terkendali lagi," jelas Aya.
Ten hanya menjawab Aya dengan gumaman. Fokusnya kembali pada acara yang tayang di layar tv. Kenapa ia jadi betah menonton? Entahlah, penasaran saja.
Shimooka kembali membuka suara. "Jadi bagaimana? Ada pengalaman menarik yang mau kau bagikan?"
Ten tidak mengikuti jalannya acara, jadi ia tidak mengerti untuk siapa pertanyaan itu diajukan. Tapi hingga selang beberapa detik berikutnya, masih belum ada jawaban yang menanggapinya sehingga Shimooka kembali memanggil satu nama.
"Riku-kun?"
Seperti orang yang baru saja melamun, Riku tampak terkejut. "Pengalaman.. Bersama ayah..?"
Ten sontak memicingkan matanya.
"Ya! Kau pasti mempunyai momen spesial bersama dengannya bukan? Memancing? Berenang? Mendaki gunung?"
Ten masih tetap mengamati respon Riku yang ganjil, tapi yang selanjutnya terjadi hanyalah keheningan. Riku tidak mengucapkan satu kata pun.
Dan itu membuat Ten benar-benar geram. "Riku no baka."
-- To be continued --
Notes (Translation):
Riku no baka: Riku *uhuk* bodoAuthor's note:
Haii, thank you for reading this chapter.
Riku kenapa nihh sampe Ten ngatain baka segala('•︵•')Btw 2 hari lagi ada yang ultah nii? siapa?
si kembar gess~ Riku sama Ten nohh.
Kusambut mereka dengan gelud kali ya di ff ini?😃Stay tuned for the next chapterr eakk😃🙌
Ditunggu vote and comment-nya! #kissbye
KAMU SEDANG MEMBACA
IDOLISH7: Ache
FanfictionRiku dan Ten. Nanase dan Kujou. Marga mereka berbeda. Sekalipun mereka adalah saudara kembar, hubungan keduanya tak lagi sama. Tak ada lagi afeksi hangat. Senyuman pun sekedar sandiwara di depan kamera. Yang tersisa hanyalah goresan luka akibat masa...