"Ueghh!!"
Sudah 10 menit Riku mendekam di dalam bilik toilet. Rasa mual di perutnya belum mereda juga. Ia berkali-kali mendekatkan wajahnya pada kloset, merasa hendak mengeluarkan sesuatu tapi tidak berhasil.
"Uhuk, uhuk. Ungh.." untuk terbatuk pun ia merasa kelelahan. Ini tidak baik...
Riku bertanya-tanya berapa lama lagi grupnya akan tampil? Apakah teman-temannya mencarinya? Apakah mereka mencemaskannya?
"Uhh.. Dou shiyou?" Riku menyandarkan tubuhnya ke samping, bertumpu pada dinding bilik.
Bagaimana caranya agar dirinya bisa kembali menemui member lainnya jika badannya selemas ini?
Riku mengisap cairan di hidungnya. Ia melenguh pelan. Ia tidak bisa menghubungi siapapun karena ponselnya ia tinggal di ruang talent. Tepatnya di dalam tas, pun dalam keadaan tidak aktif. Dari mana lagi Riku bisa meminta bantuan?
Kekalutan dan ketakutan itu membuat perutnya kembali berulah. Riku kembali membungkukkan badannya, meladeni gelombang mual yang datang menyerang meskipun ia tau hasilnya nihil. Tanpa sadar air mengalir dari sudut matanya.
Seseorang.. Tolong aku..
Dalam hatinya ia memohon.Suasana di sekitarnya sepi. Samar-samar ia mendengar suara sorakan penonton dan irama lagu yang diputar. Dari beatnya, sepertinya Zool sedang menguasai panggung. Pantas saja toilet menjadi sepi, orang-orang pasti sedang meramaikan auditorium Zero Arena.
Tapi rupanya tidak sepenuhnya demikian. Tidak jauh dari tempatnya berada, Riku mendengar suara langkah kaki. Semakin lama semakin jelas hingga akhirnya sebuah bayangan tampak melalui celah di bawah pintu.
Tok tok tok.
"Moshi-moshi? Kau baik-baik saja?"
Ketukan di pintu toilet itu membuat Riku terkejut. Anehnya, Riku mengenal suara itu. Secercah harapan muncul di hatinya.
Pemuda itu mengusap pipinya. "S-sumimasen.. Apa kau bisa.. Menolongku?"
"Ara, suara ini?" sosok di balik pintu itu tampaknya juga memikirkan hal yang sama. "Bukankah ini Nanase Riku?"
Riku menelan ludahnya yang asam. "Haik. Sumimasen.."
"Tentu saja, apa yang bisa kulakukan?" sebagai jawaban, pintu toilet Riku yang tidak terkunci mulai terbuka, menampilkan pria dengan rambut klimis berwarna ungu yang kapan hari Riku temui. Tsukumo Ryo.
"Oya? Aku tidak menyangka kita akan bertemu disini." Pria berjas maroon itu duduk berlutut di samping Riku.
"Tsukumo-sachou.." Riku berusaha duduk tegak.
"Ah, tidak perlu memaksakan diri," Tsukumo menahan tubuh Riku yang hampir oleng.
"Bukankah sebentar lagi Idolish7 akan tampil? Zool-ku sedang menari di atas panggung sekarang, lalu kenapa kau malah bersimpuh di depan kloset?"
Riku menggigit bibir bagian bawahnya "G-gomennasai.."
"Tidak tidak~ Aku tidak menyalahkanmu," pria itu mengangkat kedua tangannya, menggeleng. "Jaa, sekarang aku ada di sini. Apa yang bisa kubantu?"
Riku tak menjawab. Sekarang ia bimbang, hanya mampu menunduk menatap lantai. Pemuda itu memang mengharapkan seseorang datang membantu, tapi ia tidak menyangka yang akan datang adalah Tsukumo Ryo, seorang Sachou agensi ternama yang disegani industri hiburan.
Apa sopan jika aku meminta bantuan kepada Tsukumo-san? Tapi kalau tidak begitu, bagaimana lagi agar aku bisa berkumpul dengan member lainnya?
Riku merasa sangat sungkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
IDOLISH7: Ache
FanfictionRiku dan Ten. Nanase dan Kujou. Marga mereka berbeda. Sekalipun mereka adalah saudara kembar, hubungan keduanya tak lagi sama. Tak ada lagi afeksi hangat. Senyuman pun sekedar sandiwara di depan kamera. Yang tersisa hanyalah goresan luka akibat masa...