Rasanya kayak mengunjungi tempat bersejarah.
Kalimat itu terus mengambang di kepala Uzui seiring dengan kedua kakinya yang berkelana di dalam villa tua milik Kyougai. Sesuai dengan tampak luar yang memancarkan esensi kuno, interior villa ini memiliki nuansa yang kurang lebih sama. Barang-barang jadul seperti chandelier, rak buku, meja hingga kursi turut menghiasi ruangan, seakan membawanya ke era Taisho. Tentu sekali lihat pun Uzui tahu, semua ini barang-barang antik yang tak ternilai harganya. Terlepas dari itu, di antara semua hal mewah yang tersuguh di depan matanya, ada sesuatu...
"Apa-apaan.." Padahal mereka baru memasuki ruang tamu, namun sudah disambut oleh altar persembahan. Belum lagi, letaknya yang berada di tengah-tengah ruangan sangatlah mengganggu pemandangan.
Kyou berdeham panjang seraya bersedekap, "Auranya cukup tak mengenakan, ya. Kita masih jauh dari pusatnya, lho."
"Bukan di sini sumbernya?"
"Bukan."
"Lalu?" Ia tak menggubris pertanyaan Uzui, malah lanjut melangkah seperti tengah dituntun seseorang, "Oy, jangan bergerak sendirian. Setidaknya beri tahu aku."
Seolah tak mendengar, dukun muda itu tetap melangkah dalam diam. Lihatlah anak ini, mengabaikanku. Setelah mendecakkan lidah, Uzui menyusulnya dari belakang dengan arah pergerakan mata yang terus bergerak ke sana-ke mari. Di saat ia tengah mengidentifikasi ruangan yang mereka lewati, tanpa konteks dan penjelasan apa-apa Kyou mulai menghitung.
"Satu." Sekali melangkah, hitungannya itu bertambah, "Dua."
Sesekali Uzui memperhatikan Kyou yang menahan napas berulang kali, mengeluarkan nada yang begitu berat dan menyesakkan. Dia ini menghitung apa sih? Sampailah pada hitungan ke-lima, Uzui tak bisa mengabaikan rasa penasaran yang bergejolak di dalam dada, "Sebenarnya kau ini menghitung apa?"
Kyou berbalik, memberi jawaban, "Total arwah yang ada di villa ini. Termasuk Fuku."
Yang benar saja...Uzui bisa merasakan seluruh tubuhnya merinding ketika mendengar hal itu, secara tak sadar ia mendekati Kyou dan memegang ujung haori-nya.
"Uzui-san, anda takut?"
Karena disinggung, Uzui langsung melepaskan pegangan kemudian ia berkelit, "Tadi ada sesuatu di haori-mu. Jadi, aku berusaha menyingkirkannya."
Padahal memang benar, gara-gara mendeteksi perasaan takut, badan Uzui bergerak sendiri dan berakhir mencari tempat perlindungan. Pada titik ini Kyou-lah satu-satunya tempat untuk berlindung.
"Tak apa, wajar kok. Tetaplah bersama saya, anda akan aman! mungkin."
Apa-apaan kata 'mungkin' sebagai penutup kalimat? Kok kesannya tidak yakin...
"Aku bisa melindungi diriku sendiri. Lagipula siapa yang takut?"
"Baguslah." Kyou memutar badan membelakangi Uzui, ingin meneruskan penjelajahan, namun lagi-lagi haori-nya mendapatkan sebuah tarikan.
"Hei, biarkan aku mendengar asumsimu dulu. Apa yang dilakukan arwah-arwah itu di sini. Kenapa bisa ada sebanyak itu?"
"Astaga..." Berhubung Uzui memiliki tubuh jangkung melebihi dirinya, Kyou tak perlu repot-repot menengok ke belakang. Ia hanya perlu mendongakkan wajah agar bisa menatap wajah Sang lawan bicara, "Sambil jalan, ya?"
Ah, Uzui hampir lupa. Mereka sedang dikejar waktu. Kalau cuma diam di sini hanya demi membahas sesuatu yang membuat ia penasaran, itu pun belum tentu bisa dicerna olehnya,
Uzui tidak seegois itu.
Ia juga memikirkan kemungkinan-kemungkinan lainnya yang dapat terjadi di luar jangkauan mereka. Bisa saja ritual mengalami kendala. Apakah bisa diselesaikan tepat pada waktunya atau tidak, tentu tak ada yang tahu. Ditambah lagi, Uzui tidak tahu kapan saatnya Kyougai akan kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Working with a Shaman to Investigate a Case
Fanfiction[Kimetsu no Yaiba fanfiction] Uzui Tengen, Si detektif swasta, yang tidak percaya hantu tiba-tiba saja terkena gangguan gaib. Ia diberi saran oleh juniornya, Kamado Tanjiro, untuk menemui seorang dukun. Namun, siapa sangka pertemuannya dengan Sang d...