Aroma khas dari sumbu lilin yang terbakar, serta cahaya jingga yang berpendar indah tak pernah gagal membuat Kyou terhanyut, sekalipun batin tengah meraung-raung kelelahan atau otak penuh sesak oleh rangkaian gagasan yang perlu ia curahkan di setiap tumpukan makalah perkuliahan. Justru, melalui aktivitas kecil ini kewarasannya sedikit terselamatkan sehingga ia mendapatkan kekuatan lagi untuk menghadapi karut-marut kehidupan.
Setiap malamnya Kyou akan bermeditasi di ruang konsultasi, bernapas perlahan membiarkan udara mengisi rongga dada, juga membiarkan kesunyian menelannya. Terkadang pula Senjuro akan duduk menemani, meski tak sesering sang bibi yang sudah tiga bulan tak menampakkan diri. Nampaknya, perjalanan bisnis ke Taiwan cukup menyibukkan, sampai-sampai tak ingat keponakan sendiri. Padahal, dua keponakannya ini menerima limpahan tugas dan bekerja mati-matian demi keberlangsungan bisnis sang bibi.
Bukan berarti Kyou terpaksa, sejak awal ia-lah yang mengajukan diri. Terlepas dari itu, Kyou tetap butuh tempat untuk bersadar dari berbagai hal yang membuatnya kelimpungan. Ia butuh kehadiran sang bibi. Paling tidak, ia ingin mendengar kabar dari orangnya langsung, bukan melalui asisten, terlebih lagi hanya lewat pesan satu arah.
Hampir terlarut dalam kesunyian malam, Kyou terusik karena mendengar suara-suara dari luar ruko. Kucing? Tikus?
Lalu, pintu diketuk, membuyarkan gambaran akan dunianya sendiri. Biarpun tertutup oleh kerai, Kyou bisa melihat dua bayangan dari celah-celah. Siapa lagi yang datang malam-malam?
"Ani ue." Senjuro menyibak tirai, menyalakan lampu ruang konsultasi. Terlihat wajahnya begitu sumringah, "Tamayo-san dan Yushiro-san ada di depan."
"...siapa?"
"Tamayo-san dan Yushiro-san!"
Kyou merinding, kebetulan sekali. Protesannya seperti tembus sampai Taiwan.
"Senjuro, Kyojuro..." Terdengar suara lembut nan khas. Suara itu hanya dimiliki oleh Tamayo seorang.
"Ah, ya! Sebentar! " Sosok mungil Senjuro berlari-lari kecil untuk membukakan pintu, muncul-lah wanita dengan baju terusan warna gelap dan pria pendek berkemeja putih. Dua orang itu adalah bibi dan asistennya.
"Senjuro, modorimashita (aku kembali)."
"Tamayo-san!" Senjuro menghambur ke pelukan Tamayo. Keduanya saling melepas rindu setelah tiga bulan tidak bertemu, "Aku kangen...."
"Sama, aku juga. Sepertinya kamu makin tinggi, ya."
"Cuma nambah empat senti, kok..."
Empat senti..? Kyou sama sekali tidak sadar, padahal ia-lah yang paling banyak menghabiskan waktu bersama Senjuro, jika dibandingkan dengan Tamayo.
"Empat senti lebih baik daripada tidak sama sekali." Yushiro yang pertumbuhannya terhambat ikut nimbrung, "Oh ya, di mana kakakmu?"
Merasa dicari-cari, Kyou datang menghampiri, kemudian Tamayo merentangkan lengannya lebih lebar seperti menawarkan pelukan ketika mendeteksi keberadaan Si sulung. Dapat mengerti hanya lewat bahasa tubuh, pria berambut pirang itu pun mendekat, membalas pelukan bibinya cuma sebentar karena lebih dikuasai rasa gengsi. Di sisi lain, Senjuro masih bertahan dalam dekapan, membiarkan rasa rindu tumpah ruah.
Tak lama usai puas berpelukan, telapak tangan Tamayo mendapatkan genggaman kecil dari Senjuro. Perlahan-lahan bocah SMP itu menariknya, "Ayo masuk. Ada kue di kulkas! Yushiro-san juga mau kopi? Aku buatkan, ya!"
Senjuro memang selalu bersemangat soal menyambut tamu, namun tak pernah sampai sebahagia ini. Bola mata anak itu berbinar lebih terang dari biasanya, mulutnya terus-terusan berceloteh riang, membuktikan penantiannya telah terbayar lunas. Tanpa sadar, Kyou ikut tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Working with a Shaman to Investigate a Case
Fanfiction[Kimetsu no Yaiba fanfiction] Uzui Tengen, Si detektif swasta, yang tidak percaya hantu tiba-tiba saja terkena gangguan gaib. Ia diberi saran oleh juniornya, Kamado Tanjiro, untuk menemui seorang dukun. Namun, siapa sangka pertemuannya dengan Sang d...