🌱3

255 18 1
                                    

"Menurut gue yang dikubur seminggu lalu... bukan Jeha deh, Ghan"

Kedua mata Ghani yang sipit itu sontak melebar. "M-maksudnya?"

"Soalnya waktu itu---

JEDERRR!

Tiba-tiba suara geledek menggelegar selang beberapa saat setelah kilat menyambar membuat Satrio dan Ghani terlonjak kaget dan sontak saling memeluk.

"Anjir!" Maki keduanya seraya bergegas melepas pelukan masing-masing dan bergerak menjauh.

Selang beberapa detik hujan mulai turun dengan deras.

"Anjir ujan, Ghan!" Satrio beranjak lalu mengangkat lengan Ghani agar bergegas meninggalkan tempat itu.

"Bentar, Sat. Lo jelasin dulu yang tadi"

"Gue bakal jelasin, tapi nggak sekarang. Entar aja kalau udah sampai rumah" kata Satrio masih menyeret Ghani seraya berlari kecil menuju motornya yang ia tinggalkan di depan gapura kuburan.

"Eh, kenapa lo Ghan?" Tanya Satrio memelankan langkah kakinya saat mendapati Ghani memegangi kepalanya.

"Mumet gue, Sat. Mungkin gue kurang gula, dan lo main asal seret aja tadi" jelas Ghani memegangi kepalanya yang nyut-nyutan.

"Anjir, wajah lo udah kayak mayat aja, Ghan" ucap Satrio menghentikan langkahnya saat mendapati wajah Ghani yang pucat. "Yaudah buruan balik, entar gue cegatin taksi. Tahan! Jangan sampai ping---

Gubrak!

Belum juga Satrio menyudahi kalimatnya, Ghani sudah tak sadarkan diri dengan Satrio yang sigap menangkap tubuhnya.

"Anjir, beban banget sumpah hidup lo, Ghan. Udah tau badan kayak gapura kecamatan main asal pingsan aja" gerutu Satrio sementara dia menggendong Ghani. "Udah tau badan gue sekecil upil. Anjirlah malah disuruh gendong manusia bongsor yang kelebihan otot"

Meski berat badan Ghani turun beberapa kilo seminggu ini, tetap saja bagi Satrio yang badannya lebih kecil dan pendek ini masih terasa berat jika harus menggendong manusia yang hampir 80% didominasi oleh otot ini. Apalagi jalan raya masih beberapa ratus meter lagi dari tempatnya, dan sialnya sepi banget.

"Satrio kuat, Satrio sabar, Satrio ganteng" cerocos Satrio sambil ngos-ngosan di sela langkah kakinya. Apalagi hujan malah semakin deras. Aish... rasanya Satrio ingin sekali melempar Ghani ke sungai tadi.

Kedua mata Satrio berbinar saat melihat dari kejauhan ada mobil melaju ke arahnya.

Buru-buru Satrio melambaikan salah satu tangannya ke arah mobil itu dengan posisi sedikit membungkuk. Sedang tangan satunya ia gunakan untuk menahan tubuh Ghani agar tidak jatuh.

Mobil range rover hitam itu berhenti di dekat Satrio, lalu nampaklah wajah seorang pria tampan begitu kaca pintu mobil terbuka.

"Kenapa, bro?"

Sejenak Satrio tertegun saat melihat wajah pria di dalam mobil itu, tapi itu hanya sebentar, lalu mengutarakan niatnya menghentikan mobil di depannya itu.

"Mas, boleh minta tolong? Temen gue pingsan---

"Yaudah masuk aja. Kebetulan gue juga mau ke rumah sakit" kata pria itu menyuruh Satrio bergegas masuk ke mobilnya yang sebelumnya pintunya sudah ia bantu buka tanpa turun dari mobilnya.

Begitu Satrio dan Ghani sudah masuk ke mobil, pria itu kembali melajukan mobilnya.

"Anjir, panas banget" keluh Satrio saat memegang wajah Ghani yang sengaja ia poisiskan tidur di pahanya.

Lalu tatapannya beralih ke pria yang mengemudi di depan. "Sebelumnya maaf nih, Mas. Jadi ngrepotin dan buat kursi mobilnya jadi basah"

"Selow aja. Kebetulan juga gue mau ke RS"

The Blue AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang