🌱13

76 11 0
                                    

Yasa membuka kedua matanya, hal pertama yang ia lihat malah sosok yang paling dia benci.

"Yasa---

Merasa malas, Yasa mengubah posisinya menjadi menyamping, berbaring memunggungi orang tersebut.

Diabaikan oleh putranya sendiri membuat hati Mahesa sakit. Padahal dia kemari untuk melihat putranya yang semenjak pulang dari rumah sakit tak pernah mau pulang lagi ke rumah. Mahesa merindukan putranya, tapi sepertinya tidak dengan Yasa.

Tadi, saat berkunjung ke rumah Kakek Yasa, mertuanya itu mengatakan kalau Yasa sedang berada di Yayasan Kanarga, jadi Mahesa bergegas kemari. Namun pria yang hampir berusia kepala lima itu mendapati putranya jatuh pingsan, membuatnya khawatir bukan main.

"Yasa sudah sadar?" Itu suara Kanarga. Membuat pria yang lebih tua hanya bisa mengangguk.

Kanarga segera memeriksa kondisi Yasa.

"Apa masih pusing?"

Yasa cuma ngangguk.

"Ya sudah, kamu istirahat dulu. Mau Paman ambilkan makanan?"

Yasa menggeleng. "Suruh orang itu pergi"

Mendengar itu Kanarga menoleh ke arah Mahesa yang mengangguk lemah, tahu kalau dirinya sedang diusir, oleh putranya sendiri.

Tanpa diminta dua kali, Mahesa melangkah keluar dan menutup pintunya kembali.

Melihat Mahesa sudah keluar dari ruangan, Yasa membalikan punggungnya, menatap Kanarga dengan serius. "Paman"

"Apa?"

"Ternyata firasat gue bener..."

Kanarga mengernyit. Apa sih?

"Cewek itu... ternyata bener adiknya Hilda"

.

"Bagaimana keadaan Yasa?" Tanya Mahesa begitu Kanarga keluar dari ruangan.

Ternyata pria itu sedari tadi duduk menunggu di kursi kayu yang ada di depan klinik.

"Dia baik, tapi kepalanya masih mumet"

Mahesa beranjak dari duduknya karena Kanarga terlihat tidak ingin duduk di sebelahnya, memilih berbicara sambil berdiri.

"Apa Yasa sering pingsan seperti itu?"

"Sekarang kau terlihat seperti orang tua yang perhatian ya?"

Mendengar sindiran itu, Mahesa menghembuskan napas pelan. Tampaknya, Yasa dan Kanarga masih membenci dirinya.

"Aish, kenapa udaranya jadi tidak sesegar biasanya..." keluh Kanarga lalu berbalik pergi meninggalkan Mahesa yang kini begitu menyesali perbuatannya.

.

"Dokter Kanarga"

Kanarga menoleh, mendapati oknum yang sudah melempar bola basket sampai mengenai kepala keponakannya itu.

"Bagaimana keadaan Yasa? Apa dia sudah sadar?"

"Yasa baik dan sudah sadar. Paling sekarang dia lagi rebahan, alasan biar nggak disuruh ngosek wc"

Gadis itu menunduk dengan rasa bersalah. "Maaf, Dokter... saya benar-benar tidak sengaja"

Kanarga senyum tipis. "Kau temui saja dia. Oh ya, sekalian bawakan teh manis ya"

"Baik, Dokter"

Kanarga cuma ngangguk ganteng lalu berjalan menuju ruangannya. Ada pekerjaan yang harus ia selesaikan lebih dulu sebelum pergi ke RS.

The Blue AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang