🌱4

224 14 0
                                    

"Satrio... "

Satrio yang baru saja hendak menyelehkan bokongnya di kursi tunggu langsung dibuat berdiri lagi seraya menoleh, mendapati Mama Tavi yang berlarian menghampirinya dengan wajah panik bercampur cemas, sedang di belakangnya ada Papa Yaron yang senantiasa sabar mengikuti istrinya.

"Mama sama Papa tenang dulu. Mending langsung masuk aja. Ghani ada di dalam" Satrio buru-buru menuntun Mama Tavi memasuki ruangan di mana Ghani dirawat sebelum wanita itu banyak tanya, disusul Yaron yang mengikut dari belakang.

Hubungan Satrio dengan kedua orang tua Ghani memang sudah sedekat itu, makanya Satrio dengan akrab memanggil dengan sebutan Mama dan Papa juga, kayak Ghani.

"Gimana keadaan Ghani, Satrio? Nggak parah, kan?" Tanya Tavisha masih dengan wajah cemasnya. Bahkan tadi wanita itu langsung menyuruh suaminya yang baru pulang kerja untuk mengantarnya ke rumah sakit begitu mendapat kabar dari Satrio.

"Tadi kata dokter hanya demam biasa sih, Ma... faktor kelelahan dan banyak pikiran. Mungkin karena efek kurang gizi sama kebanyakan nangis juga sampai tadi ngeluh sakit kepala, dan endingnya jadi pingsan anaknya. Makanya Satrio langsung bawa ke RS aja, sekalian numpang mobil yang lewat" jelas Satrio panjang lebar membuat Tavisha kini terisak.

Yaron menuntun istrinya untuk duduk di kursi yang tersedia di samping brangkar. Mencoba menenangkan dengan mengelus pundak istrinya yang masih menangisi putra semata wayang mereka yang masih terpejam dengan wajah pucatnya.

"Terimakasih ya, Satrio. Lagi-lagi kami menyusahkan kamu" tutur Yaron seraya menepuk pundak Satrio. "Loh, kok baju kamu basah?"

"Iya tadi Satrio sama Ghani keujanan, Pa. Ah, berhubung Papa sama Mama udah di sini jagain Ghani, Satrio pamit dulu ya. Satrio baru inget masih ninggalin 'Jamal' di depan gapura kuburan, sekalian mau mandi sama ganti baju juga. Nanti abis isya Satrio ke sini lagi" kata Satrio lalu salim ke Papa dan Mamanya Ghani.

Jamal adalah nama motor vario hitamnya Satrio. Dan kedua orang tua Ghani tentu saja sudah paham siapa Jamal yang dimaksud Satrio.

"Yaudah kalau gitu Papa anterin aja. Masalah Jamal nanti biar Papa suruh orang buat ngambil" kata Yaron kemudian menatap istrinya untuk meminta izin. "Ma, Papa anterin Satrio dulu nggak papa, kan?"

Sudah lebih tenang, Tavisha mengangguk mengiyakan. "Iya, Pa. Nanti sekalian bawa makanan ya. Kasian Ghani, kalau udah bangun dia pasti kelaperan. Dan sekali lagi makasih ya, Satrio. Maaf, Mama Tavi suka repoton kamu"

"Iya, Ma, kalem, kayak sama siapa aja deh"

Tavisha tersenyum hangat. "Yaudah sana, hati-hati kalian. Papa jangan ngebut loh bawa mobilnya"

"Iya, sayangku" kata Yaron kemudian mengecup kening istrinya sebelum keluar dari ruangan bersama Satrio.

Satrio mah udah biasa lihat adegan uwu Mama Papanya Ghani. Udah nggak kaget lagi deh pokoknya.

Satrio nggak iri kok. Satrio sabar, Satrio kuat, Satrio ganteng. Batin Satrio.

Setelah Yaron dan Satrio pergi dan menyisakan Tavisha di ruangan itu, wajahnya kini berubah sedih lagi.

Tavisha menggenggam tangan Ghani, ditatapnya wajah putranya yang masih terlelap.

"Ghani, bangun dong sayang... jangan buat Mama khawatir" Tavisha mengusap kepala Ghani dengan lembut. "Kalau Ghani nggak mau bangun, Mama nangis lagi nih~" lanjut Tavisha seraya menyeka air matanya. Lagi-lagi wanita itu kembali menangis.

"Jangan nangis, nanti Mama tambah jelek"

Tavisha mengangkat wajahnya begitu mendengar suara Ghani.

"Ghani, kamu sudah sadar, sayang?"

The Blue AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang