Yasa mengintip gadis yang masih terlelap di bangsal ruang ICU dengan peralatan medis yang masih menempel di beberapa bagian tubuh gadis itu dari balik kaca.
Gadis yang tidak sengaja Yasa tabrak saat dalam perjalanan pulang dari rumah Pamannya seminggu lalu. Dan sampai saat ini gadis itu belum juga memberi tanda akan siuman.
Yasa masih mengamati wajah gadis itu. Jujur saja, Yasa merasa tak mengenalnya. Namun entah mengapa wajah gadis itu terlihat begitu mirip dengan seseorang.
"Astaga! Lo... lo yang waktu itu nangis kejer di tengah jalan, kan?"
"AKH!" Yasa memegang kepalanya yang tiba-tiba terasa berdenyut. Sakit, saat suara dan kilatan bayangan wajah seorang gadis tiba-tiba masuk ke dalam ingatannya.
"Eh, duduk aja gih... biar enak curhatnya"
"Eh? Jadi... lo arwah yang lupa ingatan? Yang bahasa kerennya apa itu namanya... anemia?"
"Amnesia, Jeha"
"AKH!" Yasa sampai terjatuh terduduk, masih memegangi kepala yang bertambah nyut-nyutan, rasanya seperti mau pecah. Seakan sekelebat bayangan tadi merupakan secuil ingatan yang mungkin sempat ia lupakan dan memaksa masuk ke dalam kepalanya.
Kanarga yang kebetulan sedang melewati lorong itu bergegas menghampiri Yasa yang tengah terduduk di lantai depan ruang ICU tersebut.
"Yasa, kenapa?" Kanarga---Paman Yasa sekaligus salah satu dokter di rumah sakit itu---lalu membantu Yasa beranjak dan menuntunnya untuk duduk di kursi yang ada di depan sana.
"Apa kepalamu sakit lagi?" Tanya Kanarga.
Yasa tak menjawab, hanya mengangguk kecil yang disertai dengan ringisan.
"Paman sudah katakan, kau harus menjalani pemeriksaan lanjutan, Yasa. Sejak kepalamu terbentur karena kecelakaan malam itu, kepalamu jadi sering sakit" terang Kanarga. Karena sejak Yasa terbentur setir kemudi saat tidak sengaja menabrak gadis itu seminggu lalu, Yasa jadi sering mengeluh sakit kepala di beberapa waktu.
Bukannya mendengarkan Pamannya, Yasa malah menanyakan hal lain.
"Paman, apa kau mengenal gadis itu? Atau... apa dia pernah dekat denganku?" Tanya Yasa menjurus ke gadis yang ia bawa seminggu lalu.
"Entahlah. Paman merasa belum pernah bertemu sebelumnya. Apalagi mengenalnya" jawabnya lalu menoleh ke arah Yasa dengan pandangan hati-hati. "Hanya saja setiap melihat wajahnya, Paman merasa tidak asing. Wajahnya benar-benar mirip dengan...
"Hilda?" Sambung Yasa karena Kanarga seakan menggantung kalimatnya.
Pamannya hanya bisa mengangguk.
"Benar. Paman juga merasa begitu, kan? Apa dia kerabat Hilda? Atau... adiknya, mungkin?"
"Kau tahu Kepa Arrizabalaga, kipernya Chelsea?"
Meski bingung, Yasa mengangguk.
"Kau tahu Nadeo Argawinata yang pernah jadi kipernya Indonesia? Nah mereka berdua mirip, kan?"
Yasa mengangguk lagi, namun begitu tersadar akan pembicaraan yang menurutnya random, Yasa langsung memasang wajah heran. "Lah, kenapa jadi ngomongin pemain bola sih? Korelasinya apa?"
"Mirip bukan berarti kerabat atau keluarga, Yasa. Buktinya Kepa sama Nadeo beda bapak beda ibu. Juga beda negara lagi. So... belum tentu gadis itu satu kerabat, apalagi adiknya Hilda... mungkin" jawaban Kanarga tegas di awal kalimat, namun sedikit ragu di akhiran membuat kecurigaan Yasa bertambah 80%.
"Lagian memangnya Hilda punya adik?" Akhirnya Kanarga memastikan.
Yasa berpikir keras. Entah mengapa di saat seperti ini otaknya jadi kurang fungsi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blue Aster
Teen Fiction[The Blue Aster➡️The Flower of Aster Season 2] Layaknya makna yang tersemat di bunga aster biru... Jangan khawatir, aku akan selalu setia~ Start: 15 Februari 2024