🌱10

82 9 0
                                    

Cukup lama Hakkan menangisi Jeha hingga tanpa sadar, ternyata pagi sudah menjelang.

Dia melihat ponselnya yang menunjukan angka 7 lewat 25 menit. Artinya sekitar setengah jam lagi adalah pemakaman Jeha.

Awalnya jam 8 pagi ini adalah jam keberangkatannya ke Bandara untuk menuju Chicago. Tapi Hakkan baru ingat, bahkan dia tak sempat meneruskan packingnya karena mendapat kabar buruk dari Raven semalam.

Mengingat itu, Hakkan kembali menangis. Melepaskan Jeha untuk pria lain memang sakit. Tapi mendengar kabar Jeha meninggal, ternyata jauh lebih sakit.

"Rumah Sakit"

Hakkan menoleh, mendapati bocah laki-laki duduk di tepi ranjangnya seraya mengelus kucing dengan bulu abu-abu yang lebat di pangkuannya.

"Maksudnya?"

Bukannya menjawab, bocah laki-laki itu malah beranjak dan berjalan keluar melewati pintu.

"Saka, tunggu!"

Hakkan langsung beranjak lalu mengejar bocah tadi yang ternyata sudah hilang dari pandangan Hakkan.

Bocah tadi bernama Saka, sosok yang berperawakan seperti bocah berusia tujuh tahun. Dia makhluk astral yang pertama kali Hakkan jumpai begitu pindah ke rumah Neneknya sekitar enam tahun lalu, awal dia masuk SMP.

Saka tergolong makhluk astral yang pendiam. Biasanya, bocah itu suka nongkrong di rumah sebelah, yang ada pohon mangga besarnya itu. Dia suka ngadem di kursi kayu yang ada di bawah pohon itu bersama kucing abu-abu kesayangannya.

Tiba-tiba Hakkan teringat, Saka pernah bertemu dengan Jeha. Waktu itu Hakkan baru balik sekolah, lagi nyantai di balkon kamarnya sambil nyebat. Laki-laki itu tak sengaja melihat Jeha yang masih mengenakan seragam pegawai RM. Pak Jay memanjat pohon mangga untuk mengambilkan kucing milik Saka.

Sontak kedua mata Hakkan membelalak saat tersadar sesuatu.

Jangan-jangan...

Hakkan langsung meraih jaket dan kunci motornya. Tidak menghiraukan kalau penampilannya sekarang begitu semrawut dan terlihat acak-acakan. Terlebih dia belum mandi dan kedua matanya masih bengkak.

Apa Hakkan peduli? Tentu saja tidak. Yang ada di pikirannya sekarang hanya ingin segera menemui Jeha.

•🌱🌱🌱•

Hakkan berlari kesetanan memasuki lobi rumah sakit.

Karena Saka tak menyebutkan nama rumah sakit mana, alhasil Hakkan pergi ke RS yang paling dekat dengan rumahnya. Mencoba untuk mencari tahu tidak ada salahnya kan?

"Permisi, apa ada pasien yang bernama Jeha Isvara?"

"Mohon tunggu sebentar" kata perawat wanita itu ramah, mengecek nama pasien pada layar komputernya.

"Maaf Pak, tidak ada pasien atas nama Jeha Isvara di rumah sakit ini"

"Maaf, apa boleh dicek sekali lagi?"

Perawat itu mengiyakan. Mengecek sekali lagi nama pasien di komputernya.

"Maaf, pasien atas nama Jeha Isvara memang tidak ada"

Mendengar itu Hakkan merasa kehilangan harapan. Namun sepertinya dia tidak ingin menyerah dan memutuskan untuk mengecek setiap kamar rawat.

"Maaf, saya pikir ini ruang rawat teman saya" ucap Hakkan setiap kali tidak menemukan Jeha di ruang rawat yang ia datangi. Maka dari itu, sebelum mendapat protes, Hakkan lebih dulu meminta maaf.

Jika di hitung, sepertinya Hakkan sudah membuka seluruh kamar rawat di lantai satu. Laki-laki itu masih belum menyerah dan memutuskan lanjut ke lantai dua.

The Blue AsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang