07 - Cerita sang Pangeran

215 33 1
                                    

Gusti Pangeran meminta mereka untuk memanggilnya Indra.

"Entah kenapa aku lebih percaya pada makhluk asing seperti kalian yang baru saja kutemui daripada orang-orang terdekatku di Keraton." Gumam Indra setelah selesai makan.

"Kenapa bisa begitu?" tanya Viriya.

"Apa aku boleh bertanya siapa nama kalian?" Ucap Indra memandangi mereka semua.

"Fero ... aku pendatang baru di sini." Jawab Fero sambil melirik ke arah Viriya.

"Seperti yang anda ketahui, saya nyai Arkasa. Pekerjaan saya membantu ibu-ibu melahirkan dengan aman."

Indra memandang Dirga yang terlihat sekali paling muda di antara mereka bertiga.

"Dan kau adalah?" Tanya Indra pelan.

"Nama saya Dirga. Keluarga jauh dari Nyai Arkasa. Saya baru saja datang ke sini setelah lama tinggal di luar negeri."

Ekspresi Indra terlihat tertarik, "Hmm, dari luar negeri ya, kalian bukan dari keluarga biasa ya?"

Viriya melirik ke arah Dirga seakan mengatakan, 'kita bicarakan ini nanti.' lalu tertawa canggung menanggapi ucapan si Pangeran. Dirga tidak menangkap hal aneh dari ucapannya ataupun tanggapan pangeran.

Untungnya Pangeran tidak membahas itu lebih lanjut. Ia menyampirkan sedikit rambutnya ke belakang telinga, "Aku bukanlah pangeran yang terlalu aktif dalam politik keluargaku sendiri. Seperti anak remaja umumnya aku masih suka bermain-main. Tapi semua itu berakhir sejak Gusti Prabu tiba-tiba jatuh sakit. Adik laki-laki ayah, mendeklarasikan diri sebagai pemimpin sementara kerajaan dengan dalih kalau aku belum cukup umur untuk mengisi posisi itu."

Mereka semua diam menyimak cerita Indra. "Dan, kalian mungkin bisa menebak lanjutan alur cerita klise ini."

Indra mengamati mereka semua sembari bersandar di kursi. "Pamanku mencoba menggulingkan posisiku sebagai putra mahkota demi bisa merebut takhta. Dan salah satu caranya adalah menuduhku telah menyakiti Gusti Prabu."

"Tapi, apakah tidak ada orang yang berada di pihak anda pangeran?" Tanya Dirga.

Indra menyandarkan lengan di meja, lalu menyangga dagunya sendiri. "Masalahnya aku tidak bisa mempercayai seorangpun yang ada di keraton. Aku tidak tahu kenapa tuduhan itu bisa sampai dipercayai pihak prajurit keraton hingga menjadikanku buronan seperti ini."

Dirga mendengus, "Menarik. Lalu apa rencanamu?"

Indra memandang ke arah meja, lalu ke arah Dirga, "Memangnya masih ada harapan untuk mengambil posisiku kembali?"

"Entahlah,"

Jeda sejenak lalu Dirga melanjutkan, "Seharusnya sebagai pewaris takhta kerajaan ini anda punya pemikiran yang jauh ke depan. Anda adalah penguasa. Memalukan sekali kalau anda bahkan tidak bisa menentukan jalan hidup anda sendiri."

Viriya menelan ludahnya. Ia khawatir Indra akan menghajar Dirga karena sudah mengatakan kebenaran itu dengan cara yang frontal. Ia melirik Indra yang masih tidak bereaksi terhadap ucapan Dirga.

Indra tersenyum kecil, "Kamu tidak tahu bagaimana kehidupan di dalam keraton." Ucapnya pelan.

"Lalu, apa anda akan pasrah menghadapi semua ini?" Tanya Dirga.

"Sebenarnya aku sudah pasrah dengan nasibku. Sampai aku bertemu kalian."

Mata Indra berkilat penuh rasa percaya diri.

Fero yang sedari tadi menyimak tanpa bisa memahami sepenuhnya, akhirnya angkat bicara. "Kenapa bisa seperti itu?"

"Aku tahu kalian bukan orang biasa. Aku bukan anak polos yang bisa ditipu dengan alasan, itu semua hanya halusinasi atau mimpi. Aku ingat jelas situasi saat kamu membawaku ke sini. Kita berpindah tempat dengan sihir kan? bukan jalan kaki?"

Who is He: DirgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang