Mereka berdua berjalan menuju rumah besar di tengah hutan. Hari itu entah kenapa terasa lebih melelahkan bagi Dirga.
"Apa tidak masalah meninggalkan Mona sendirian untuk mengurus klinik?" Tanya Dirga dengan napas sedikit terengah.
Viriya menjawab dengan tenang, "Aku sudah menyuruh beberapa orang menggantikanku di sana. Jadi tidak masalah."
"Kenapa anda melakukan semua ini di dunia manusia?"
Viriya menoleh sekilas ke arah Dirga yang berjalan di sebelahnya, "Menurutmu hidup di dunia ini tanpa memiliki asal usul yang jelas itu akan mudah?"
Dirga terlihat ragu. Ia menyadari kalau hidupnya selama ini tidak pernah kesulitan secara finansial ataupun kesulitan menjaga identitas diri. "Jadi hidup di dunia ini itu sulit ya ..."
Viriya menggelengkan kepala tidak percaya. "Hidupmu mungkin mudah karena keluarga Rajasa mau mengadopsimu. Dan berkat tindakanmu yang menolong konflik keluarga keraton, mungkin Vella dan yang lainnya mendapat perlindungan dari mereka juga."
Dirga mau tidak mau harus mengakui itu. Mungkin di zaman ini keluarga Rajasa bukan keluarga berpengaruh di kerajaan, tapi sekitar delapan puluh tahun lagi, keluarga Rajasa memiliki pengaruh besar di kerajaan setara dengan keluarga ningrat lainnya.
"Anda benar. Sejak saya kecil, saya tidak pernah kesulitan beradaptasi dengan kehidupan manusia. Selain saya harus mengulang SMA dan perguruan tinggi berkali-kali, tak ada kesulitan yang berarti."
Viriya tersenyum kecil mendengar itu. Ia hanya menggelengkan kepala. "Sepertinya aku salah cara. Harusnya aku meniru caramu dengan mendekat pada penguasa di sini agar bisa hidup mudah. Tapi, aku malah memilih jalan yang sulit."
"Jalan yang sulit?" Tanya Dirga.
"Saat aku pertama kali sampai di dunia ini, aku tidak punya identitas seperti manusia lain. Sulit bagiku berbaur dengan mereka karena tidak bisa membuktikan mengenai diriku sendiri. Suatu hari, aku hanya mencoba menolong seorang ibu yang akan melahirkan karena aku emmang bisa melakukannya, siapa sangka hal itu membuatku banyak dibutuhkan oleh manusia."
"Tapi, tindakan itu lebih mulia daripada kamu yang hanya menggunakan kekuatan untuk mendapat perlindungan dari penguasa di sini."
Viriya baru saja akan menjawab, tapi dia memberi isyarat pada Dirga untuk berhenti dan jarinya mengisyaratkan untuk diam. Viriya menunjuk telinganya sendiri lalu melirik ke sekitar mereka. Dirga ikut mendengarkan dengan seksama. Ia langsung menyadari kalau mereka tidak sendirian di tempat ini.
Jarak rumah itu sudah tidak telalu jauh, tinggal berapa langkah lagi sebelum sampai di pelataran yang tidak ditumbuhi pepohonan selebat area lain.
Dugaan Viriya benar, sebuah portal berwarna hitam pipih tiba-tiba mewujud di atas rumah. Beberapa sosok yang tadinya tidak terlihat mulai keluar dari tempat persembunyian mereka. Ada yang keluar dari balik pohon, berdiri di atap rumah, terbang di udara dan bahkan menunggu di pelataran rumah.
Mereka semua memandang ke arah portal seperti menunggu sesuatu.
Seseorang tiba-tiba menahan leher Dirga dan Viriya dari belakang. Mereka berdua terkejut dan tidak sempat bereaksi. Keduanya terjebak di lengan seseorang dan hanya bisa menahan agar lengan itu tidak mencekik leher mereka sampai mati.
Orang itu menyeret mereka berdua untuk keluar menuju pelataran. Mereka semua langsung menatap ke arah Dirga dan Viriya. Orang yang mencekik mereka melepaskan lengan dari leher mereka, lalu mendorong Dirga dan Viriya hingga terjatuh di atas tanah.
Saat Dirga berbalik, ia langsung menghadap seorang bertubuh besar berotot. Tingginya mungkin hampir mencapai dua meter, tetapi ekspresi wajahnya datar. Tak lama kemudian, seorang yang sebelumnya berada di atap melompat dan mendarat tepat di depan mereka.
"Kalian bukan manusia."
Ucapnya tanpa ada keraguan.
Dirga melirik ke arah Viriya. Wanita itu masih terlihat waspada tapi tidak ketakutan. Ia dengan sorot mata tenang dan waspada mulai beranjak berdiri. Dirga mengikuti tindakan Viriya. Ia mengamati sekitarnya. Masih ada beberapa orang di atas pohon. Setidaknya ada tiga orang yang ada di pelataran bersama mereka. Satu orang yang menangkap mereka melipat lengan ke dada menunjukkan posisi yang mengitimidasi.
Orang yang diasumsikan Dirga sebagai pemimpin mereka, datang mendekat pada Viriya. "Kenapa ada Yaksa di sini ..."
"Bukan hanya kalian yang tahu tempat ini." Jawab Viriya tenang.
"Dan sudah berapa lama kalian ada di sini?"
"Cukup lama."
Jawaban Viriya itu membuat si pemimpin terlihat kesal. Lengannya yang tadi memegang dagu Viriya, melepas sekilas, lalu dengan ayunan perlahan sebuah pedang panjang seperti mewujud di genggamannya. Ia langsung mengarahkan pedang itu di leher Viriya.
"Katakan apa tujuanmu ke sini. Atau lehermu putus."
Tidak ada ketakutan di mata Viriya. Tapi, Dirga merasa kalau neneknya sudah tidak bisa menahan perlakuan kurang ajar itu lagi. Selama beberapa hari terakhir Dirga tinggal dengan neneknya, dia belum pernah melihat wanita itu terlihat sangat kesal. Bahkan kesalahan Dirga beberapa waktu lalu tidak sampai membuat ekspresi wajah Viriya sekesal seperti sekarang.
Wanita itu meraih pedang itu dengan satu tangan kosongnya.
"Harusnya aku yang bertanya pada kalian. Kenapa kalian seenaknya masuk ke rumahku."
Pedang itu perlahan menghilang setelah Viriya meremasnya. Telapak tangannya tidak terluka sedikitpun. Melihat kejadian itu ekspresi wajah si pemimpin membelalak kaget.
"Siapa kau?" Tanyanya melangkah mundur.
Viriya menggelengkan kepala, "Aku tidak perlu memberikan informasi itu padamu." Si pemimpin menatap seseorang di belakang Viriya, seperti memberi kode diam-diam.
Laki-laki setinggi hampir dua meter yang tadi menangkap mereka tiba-tiba menarik Dirga dan Viriya ke dalam belenggu lengannya sekali lagi. Ia mencekik mereka sekali lagi.
Viriya menggunakan kekuatannya untuk memukul perut penyerang mereka dengan lengan kanannya membuat belenggu lengan di leher mereka merenggang. Dirga langsung melepaskan diri. Viriya di sisi lain langsung mengunci lengan si penyerang lalu membantingnya ke depan dengan punggungnya.
Laki-laki itu terlempar sejauh sepuluh meter dengan menabrak si pemimpin yang berdiri di depan mereka.
Viriya mengibaskan rambutnya dengan ekspresi wajah yang perlahan menggila. "Kalian yang memulai semua ini."
Seorang anggota yang tadinya berdiri jauh mulai mendekat ke arah mereka dengan waspada. Mereka baru saja melihat anggota terbesar mereka terlempar sejauh sepuluh meter, membuktikan bahwa Viriya bukan lawan yang mudah. Wanita tua itu memandang ke arah Dirga, "Apa yang kau lakukan, cepat bangun dan bantu aku!" Serunya saat mendapati Dirga terpaku di tanah.
"Aku peringatkan kalian, pergi dari rumahku sekarang dan aku akan melupakan semua ini. Jika tidak, mungkin nasib kalian tidak sebatas terlempar seperti teman kalian yang di sana."
Sebelum mereka semua sempat bereaksi, portal yang ada di atas mereka tiba-tiba berkilat-kilat seperti sedang ada petir. Mereka semua mundur menjauhi satu sama lain. Tak lama seseorang melompat keluar dari portal dan mendarat sempurna di atas tanah. Pendaratannya diiringi oleh kilatan cahanya petir yang mengelilingi badannya.
Saat dia sudah mendarat, percikan aliran listrik masih merambati bagian tubuhnya, tetapi ia tidak menyerang. Si pendatang baru mengamati semua orang yang ada di sana. Ketika Dirga bertemu pandang dengan si pendatang baru. Ia terkejut.
Wajah itu familiar. Beberapa hari lalu dia bertemu orang ini. Setidaknya beberapa hari lalu sebelum dia terjatuh ke masa ini. Ia mengenali wajah itu, dan masih mengingat dengan jelas bagaimana mereka bertemu. Pamannya Erfan yang mengenalkan orang itu padanya.
Dirga jelas sekali mengingat Erfan memperkenalkan orang itu sebagai Ayah dari Hayu.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
KAMU SEDANG MEMBACA
Who is He: Dirga
Fantasy[Nagaragung Universe: Fantasy] Sekuel - Gate Into the Unknown Dirga terjatuh ke portal dan kembali ke masa lalu. Pertemuannya dengan Nyai Arkasa banyak menjawab berbagai pertanyaan yang selama ini tidak berani dia ungkapkan. Kini dia harus mencari s...