19 - Sang Penguasa Kutukan

164 28 1
                                    

Saat Viriya mengajak Dirga untuk menemui sumber masalah kehidupan mereka, ia tidak menyangka akan mengunjungi perpustakaan di tengah kota.

Kota yang dimaksud tentu bukanlah kota modern seperti yang diketahuinya, tetapi sudah cukup ramai menurut standar zaman itu. Ia seperti melihat film lama dengan latar waktu di masa lalu. Kendaraan mesin belum banyak. Alat transportasi didominasi oleh cikar dan dokar. Mereka berjelan di tengah keramaian pusat kota dengan berbagai kesibukan perdagangan dan juga transportasi. 

Lagi-lagi Viriya mengajak Dirga ke sana menggunakan pintu gelap, dan sampai di sudut jalan yang sepi. Waktu itu masih pagi dan manusia masih beraktivitas seperti sebelumnya.

Dirga mengenakan penutup mulut untuk menyembunyikan wajahnya. Sebuah perpustakaan umum berada di seberang jalan tempat mereka mendarat. Viriya berjalan mendekat ke dalam perpustakaan itu. 

Tak ada yang aneh. Begitu mereka membuka pintunya, seorang wanita lanjut usia yang ada di balik resepsionis menoleh dan tersenyum kecil.

"Silahkan isi buku tamu ini." Ucapnya sambil menunjuk buku besar utama.

Viriya melirik pada Dirga mengisyaratkan agar dia mengisi buku itu. Anak itu mengisi buku tamu lalu mengikuti Viriya masuk ke balik rak buku. Mereka menemukan tempat baca di ujung perpustakaan dan Viriya duduk di sana. Dirga menyadari kalau perpustakaan itu lumayan besar. Dirga sempat mendapati tangga besar yang mengarah ke atas. 

Rak buku terbagi menjadi dua baris yang ada di kanan dan kiri. Masing-masing ujung kanan dan kiri ruangan punya meja kursi yang diperuntukkan untuk belajar. Seperti perpustakaan pada umumnya, suasananya hening dengan suara langkah kaki atau lembar buku yang terdengar. 

"Kenapa kita ke sini?" bisik Dirga pada Viriya.

"Kakek itu suka membaca buku."

Jawaban itu tidak langsung meyakinkan Dirga. Ia hanya tidak bisa membayangkan seorang Yaksa suka berkunjung rutin ke perpustakaan. Tapi sebelum dia sempat berkomentar, suara pintu depan terbuka lagi dan kali suara penjaga perpustakaan terdengar ramah dan menyambut dengan senang.

"Pagi pak ... waduh gak usah repot-repot." 

Adalah sepotong percakapan yang didengar Dirga. Begitu orang itu melangkah mendekat, neneknya berdiri. Dirga ikut berdiri dan sedikit terkejut. Ia sebenarnya tidak memiliki ekspektasi tinggi pada orang ini. Tapi di luar dugaannya, lelaki tua yang ditemuinya itu terlihat lebih muda dari yang dibayangkannya.

Meskipun Dirga tahu kalau kaum supranatural menua lebih lambat dari manusia, tetapi dia tidak menyangka perbedaannya akan se signifikan ini. Neneknya sendiri mungkin berumur sekitar seribu tahunan lebih kalender manusia. Tapi sosoknya, tak lebih tua dari wanita umur tiga puluhan.

Lalu laki-laki yang beruban di depannyapun terlihat seperti manusia umur lima puluhan yang bugar dan olahraga sehingga membuat badan dan wajahnya masih segar dan tidak terlalu keriput. Dirga harus mengakui kalau lelaki itu rupawan. Tidak heran jika penjaga perpustakaan menyambutnya dengan ramah.

"Kita bertemu lagi pak tua. Perkenalkan dia Dirga, cucuku dari anak perempuan pertamaku dan sekaligus Korban dari kutukanmu."

Dirga tidak tahu harus bagaimana, apakah dia harus melambaikan tangan sembari tersenyum atau cukup menganggukkan kepala saja?

Dia akhirnya tersenyum canggung dengan anggukan kepala.

"Aku tidak menyangka kau akan mencariku." Jawab pak tua itu pendek.

Ia berniat meninggalkan Viriya dan Dirga, tetapi Viriya memegang lengannya. Lalu mendekatkan kepalanya untuk berbicara pelan. "Kami datang untuk bicara."

Who is He: DirgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang