1.7 || dia dan iri hati

2 1 0
                                    

09

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

09.12
Kamis

***

Garnet sedang asyik melamun. Tidak sadar bahwa sudah lebih dari sepuluh menit, bel tanda istirahat pertama berbunyi. Dia merasakan tepukan di bahu yang langsung membuyarkan pikiran yang tadinya terfokus akan masalah di rumah.

Garnet menolehkan kepala. Melihat Nia yang berdiri di sampingnya dengan wajah heran. Gadis tersebut kemudian duduk di bangku yang berada tepat berhadapan dengan sahabatnya. Di kelas, mereka sengaja dipisah karena sifat berisik Nia.

" Lo kenapa sih? Dari pagi ngelamun mulu. "

" Gapapa. "

" Gausah boong, gue tau lo lagi banyak pikiran. "

Garnet tersenyum masam.

" Atau, lo jangan-jangan mikirin si Dion itu? " tebak Nia.

" Ngapain? " sergah Garnet cepat.

Nia menaikkan alisnya, kemudian tertawa. Dia bisa melihat semburat merah yang samar di wajah sahabatnya. Jika tidak teliti, mungkin dia akan melewatkan detail tersebut.

" Btw, gue mau pesen dua kotak cupcake favorit gue yak. Ada acara sepupu gue di rumah. Tapi elo harus nganterin bareng Dion biar gue bayar langsung, oke? "

" Ngapain? "

Pertanyaan yang sama terulang, kali ini dengan maksud yang berbeda.

" Gapapa. Lo kan gak bisa naik motor, jadi si Dion yang ngendarain motor, elo yang dibonceng."

Garnet menggeleng. Menolak mentah-mentah permintaan yang bisa jadi kesempatan besar untuk semakin dekat dengan lelaki yang dia sukai, untuk pertama kali. Tapi, Garnet gengsi. Dia bukan tipe perempuan yang meminta bantuan kepada orang lain.

" Emang kenapa? Ayolah. Kapan lagi kan bisa modus modus dikit? "

" Apaan sih Ya. Lo kira gue cewek begitu? "

" Bukan maksudnya aneh-aneh gimana. Minta dianterin aja. Toh elo kan atasannya, bisa lah nyuruh-nyuruh dia. "

Garnet tak membalas lagi. Gara-gara Nia yang cerewet, dia tersenyum lagi. Berusaha untuk mengesampingkan persoalan di rumah. Walau rasanya ingin bercerita, namun dia tahu bahwa tidak semua permasalahan yang ada di rumah bisa dibagikan ke luar.

Garnet tahu, hatinya juga belum bisa menerima kenyataan. Dia hanya takut jika dia bercerita sekarang juga, maka dia malah akan menambahkan ceritanya sesuai dengan apa yang dia rasakan saat menghadapi masalahnya.

" Terserah lo deh kayak gitu. Gue tawarin malah nolak. Kan gue sebagai sahabat lo cuma mau ngasih saran terbaik aja. "

Garnet tersenyum singkat sebagai ucapan terima kasih. Dia segera berdiri, buru-buru disusul oleh Nia yang butuh waktu memproses alasan mengapa sahabatnya tiba-tiba berdiri. Keduanya berjalan menyusuri lorong sekolah yang seperti hari-hari lainnya, dipenuhi para murid yang lalu lalang.

GARNETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang