1.13 || dia dan memahami

2 1 0
                                    

19

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

19.59
Senin

***

" Jadi, apa yang mau kamu lakukan setelah lulus Gar? "

Pertanyaan klasik. Garnet menatap Kania yang duduk di sampingnya. Mereka sama-sama bersandar pada kayu ranjang.

" Aku mau tetap disini aja tan. Nanti sambil kuliah, aku bakal bantuin mama juga ngurus toko ini. Toh setelah lulus kuliah, aku berniat fokus untuk mengurus mama dan toko ini. Gak mau yang muluk-muluk. "

Kania tersenyum. Rupanya, Garnet sangat berbeda dari sang ibu. Kania tumbuh dengan mengenal seorang kakak yang punya banyak impian serta tekad besar mewujudkan mimpi terbesarnya. Dia mengenal seorang Kiara yang penuh kasih sayang, pekerja keras dan tidak pernah berhenti untuk bermimpi. Selama dia yakin dia punya kemampuan, maka dia akan mengusahakannya sekuat tenaga.

Sementara sang keponakan, Garnet, adalah gadis yang juga penuh kasih sayang, namun tidak banyak meminta. Cenderung lebih sederhana serta ingin dekat dengan keluarga satu-satunya yang paling akrab untuknya, ibunya. Terlihat dari bagaimana dia tidak pernah mengatakan bahwa dia berencana untuk merantau.

" Kalau misalnya kamu keterima kuliah di luar kota? " tanya Kania.

Garnet menggeleng. " Aku gak akan daftar kuliah yang sampai keluar kota tan. "

" Gak pernah punya keinginan gitu? "

Lagi-lagi Garnet menggeleng. " Mama tinggal sendirian tan. Tante juga punya kehidupan sendiri. Walaupun aku gak bener-bener bisa 24 jam sama mama, tapi setidaknya sebagian besar waktuku bisa aku luangkan buat mama. Biar dia gak kesepian. "

Garnet tersenyum tipis. " Walaupun aku sempet kesel sama mama gara-gara gak mau ngasih tau ke papa soal aku, tapi aku tetep sayang kok sama mama. "

" Mama gak pantes sendirian tan. "

Kania ikut tersenyum. Hatinya menjadi begitu hangat. Keponakan yang dari dulu dia rawat sejak masih kecil, sekarang sudah bertumbuh menjadi gadis remaja yang bersikap begitu dewasa. Sepertinya, kehidupan menempanya dengan begitu kuat sampai bisa memiliki pemikiran seperti sekarang. Tidak banyak remaja seusianya yang Kania dengar bisa bersikap seperti Garnet.

" Pada akhirnya, aku juga harus menerima papa, karena setelah aku lulus SMA, dia pasti punya lebih banyak waktu sama mama dibanding aku. "

Kania menghela napas. " Jangan memaksakan dirimu Gar. Kamu juga berhak mikirin diri kamu sendiri kok. Dan gak selamanya itu salah. "

Garnet mengendikkan bahu sebagai balasan. " Aku gak tau kapan aku bisa mikirin diriku sendiri dan kapan aku harus mikirin orang lain. Semua campur aduk aja. "

Kania menatap keponakannya. Kali ini dengan ekspresi yang lebih serius namun tetap lembut. Dia mengusap pundak sang keponakan. " Gar, sekarang tante mau nanya. "

GARNETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang