1.4 || dia dan sang asisten

6 1 0
                                    

17

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

17.01
Senin

***

Toko baru ditutup semenit yang lalu, tetapi hidangan malam sudah selesai diletakkan di atas meja. Karena ini malam yang spesial, ada beberapa hidangan. Tidak seperti kebanyakan malam lainnya, yang hanya tersedia satu jenis lauk dan satu jenis sayuran.

Memang tidak bisa dikatakan mewah juga. Tetapi Garnet lah yang mengetahui betul kalau beberapa pilihan hidangan sederhana hari ini sangat berbeda dari hari-hari biasanya. Untuk satu hari saja, Garnet bisa merasakan berbagai jenis makanan sekaligus. Ibunya yang pintar memasak sudah pasti membuatnya dengan rasa yang lezat maksimal apalagi karena menyambut tamu.

" Nia, Dion, ayo makan, " panggil Kiara.

Kedua orang yang sedari tadi tampak asik mengobrol tersebut akhirnya teralihkan dengan panggilan dari pemilik toko. Keduanya berjalan menuju meja makan bersama. Rupanya, masih juga melanjutkan pembicaraan mereka. Entah apa saja yang sudah menjadi obrolan.

Garnet mengamati sekilas. Menghela napas pelan. Tidak ada yang menyadari bahwa dia merasakan ketidaksukaan. Ada sesuatu yang membuatnya tidak menerima kebersamaan Nia dengan Dion. Tetapi, dia tidak tega untuk merusaknya. Jika mereka bisa akrab, kenapa dia harus marah kan?

Kiara tersenyum saat Nia dan Dion bersama datang. " Kalian asik banget, emang ngobrolin apaan sih? "

" Banyak lah tante, " jawab Nia.

" Yaudah sekarang kita makan dulu. "

Keduanya serempak patuh. Garnet berusaha menahan diri agar tidak menunjukkan ekspresi kesalnya. Dia menekan sendiri perasaannya demi kebaikan bersama. Suasana yang hangat ini tidak bisa dia ganggu, meski baginya kali ini dia merasa kesal bercampur sedih.

Untuk beberapa menit ke depan, hanya suara piring, sendok dan garpu yang terdengar. Tidak ada yang berani mengobrol. Dengan kehadiran Kiara yang tidak berbicara sama sekali saat makan membuat Nia dan Dion menjadi segan. Sementara Garnet, sudah terbiasa. Dia pendiam dan tidak masalah sama sekali jika diminta tidak berbicara di waktu-waktu tertentu.

***

Makan malam baru saja hendak diselesaikan ketika suara dering ponsel terdengar samar. Nia langsung meraih kantungnya. Sudah menduga bahwa sang kakak menelepon. Hanya perempuan tersebut yang mengganggunya setiap waktu.

" Halo? "

" ... "

" Iya, iya "

" ... "

" Kok gak ngomong sih? "

" ... "

" Yaudah aku pulang sekarang "

Nia memutuskan sambungan telepon tanpa membiarkan kakaknya memberikan balasan lagi. Wajah yang sepanjang makan malam ceria berubah menjadi masam. Dengan berat hati, dia harus meninggalkan toko roti milik ibu temannya yang penuh kehangatan.

GARNETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang