4. Bangku Panjang di Halaman Kelas

9 3 8
                                    

Setelah selesai melaksanakan solat dzuhur berjamaah di masjid, Sagita berjalan bersama teman-temannya sembari menenteng mukena di tangannya, mereka saling bercanda dan tidak jarang mendorong badan mereka satu sama lain.

Sagita berlarian dengan sandal barunya yang kesebelas setelah sepuluh pasang sebelumnya hilang entah ke mana. Sandal-sandal yang mungkin telah terpasang di sepasang kaki milik orang lain diantara ribuan anak manusia yang berada di sekolah itu.

Perempuan yang berlari dengan perasaan riang itu masuk ke dalam kelasnya dan duduk dengan nyaman di bangku miliknya setelah menaruh mukena birunya ke dalam loker. Sagita meminum seteguk dari botol minum yang ia miliki dan melihat ke arah sekeliling kelasnya yang amat ramai.

Walaupun terasa lelah, berada di kelas ini tetap menjadi hal yang paling menyenangkan yang pernah Sagita rasakan dalam hidupnya, orang-orang yang saling bercanda dan berlarian untuk bermain begitu menyenangkan untuk ia pandangi.

Pemandangan yang tidak kalah indah adalah ketika matanya menangkap sosok anak laki-laki yang tengah tersenyum di pojok kelas dengan tangan terlipat di dadanya, anak laki-laki itu tampak berbincang seru dengan salah satu teman sekelasnya, Kalia Nareswari.

Sagita lalu mengikuti langkah Sean yang berpindah keluar ruangan dan pergi keluar entah ke mana, selanjutnya ketika anak laki-laki itu muncul kembali dari balik jendela yang tepat bersebelahan dengan bangku Kalia, Sean mengeluarkan sebungkus es krim dan memberinya kepada Kalia. Anak perempuan itu tersenyum merekah dan menyambutnya dengan senang.

"AA KALIA DIBELIIN ES KRIM SAMA SEAN!"

"Makasih, Sean!"

Kalia tersenyum sangat senang dan membuka bungkus es krim itu, melahapnya dengan senyuman cantik yang tercetak di wajahnya yang menawan. Sedangkan Sean tengah menatap Kalia dengan senyuman yang membentuk mata bulan sabit pada dwimanik indah milik Sean.

Kacau, Sagita cemburu setengah mati. Es krim sih bisa dibeli, beli sepuluh pun Sagita bisa. Tapi rasanya akan berbeda jika Sean yang membelikan es krim itu untuknya.

Tapi mana mungkin juga Sean membelikan es krim untuknya, memangnya Sagita siapanya Sean?

Hari itu menjadi hari yang cukup buruk untuk Sagita dan membuat dirinya enggan untuk tersenyum seperti biasanya. Hari yang kemudian berjalan hingga tengah sore di mana mereka akan mempelajari mata pelajaran matematika.

Pada sore hari itu yang masih sangat cerah ternyata sama sekali tidak membangkitkan semangat para siswa untuk mempelajari barisan angka dan berbagai rumus yang ada di dalamnya. Mereka akhirnya membujuk guru matematika dengan paksa untuk belajar bersama di luar kelas dengan membawa papan tulis keluar karena udara di kelas yang sangat panas.

Setelah belajar secara tidak efektif dan hanya berakhir dengan bersenda gurau membuat guru matematika menerbitkan senyuman masam dan pergi setelah mata pelajaran itu telah usai.

Para siswa yang masih bercengkrama di taman kelas dan duduk bersama di bangku panjang itu saling melempar candaan dan membicarakan banyak hal tentang hari-hari mereka.

Sagita terduduk diam di bangku panjang itu, sebelah kirinya penuh dengan anak perempuan yang tampak sedang bersenda gurau dan di sebelah kanannya kosong tanpa satu pun orang yang terduduk di sana.

Dari arah kelas, sesosok laki-laki datang menghampiri mereka yang duduk di bangku panjang itu, Sean mengambil tempat dan duduk di sebelah Sagita dengan jarak yang hampir tidak ada sama sekali.

"Sagita!"

Sagita panik bukan main, bukan hanya sapaan yang meluluh lantakkan hatinya yang sebelumnya biasa-biasa saja tapi juga kepanikan yang hinggap tanpa terkendali ketika lelaki itu mendudukkan dirinya tepat dan persis sedikit lagi di sebelah Sagita.

Sagita langsung membuat pagar dengan telapak tangannya di sebelah kaki Sean, berjaga-jaga agar jarak di antara mereka tidak hilang. Sean kebingungan menatap perilaku yang mendadak hadir dari Sagita ketika Sean datang dan duduk di sebelahnya.

"Gak boleh deket-deket, Sean!"

Sagita berucap dengan nada panik bukan main, jantung berdebar kencang antara harus mempertahankan jarak dan situasinya yang kini berhadapan dengan pujaan hatinya. Sagita kebingungan, ia selalu menjaga jarak dengan laki-laki dan Sean adalah laki-laki yang sangat ia sukai setengah mati. Jantungnya yang berpacu dan tangannya yang sedikit tertatih karena perasaan yang tidak bisa ia tahan kembali hadir ketika berhadapan dengan Sean.

"Ini nggak deket, Sagitaa.." Sean berucap dengan cengiran manisnya berusah menggeser tubuhnya mendekat ke arah Sagita dan mendorong-dorong telapak tangan Sagita dengan pinggangnya.

Sagita panik bukan main. "Nggak boleh loh, Sean!"

Sean tertawa kecil dan matanya kembali membentuk cekungan bulan sabit ketika berhadapan dengan tingkah manis Sagita yang selalu berhasil membuat dirinya tersenyum. Sean tidak berhenti menjahili perempuan itu dan terus berusaha untuk merusak pertahanan yang dibuat oleh Sagita Putri Hastari.

Sean jadi berpikir, apakah memang harus seperti ini menjaga jarak di antara anak laki-laki dan perempuan? Sean bahkan duduk begitu dekat dengan Kalia dan Zafira ketika berada di kelas dan hal itu biasa saja untuk terjadi setiap harinya.

Wajah panik Sagita sangat menarik perhatian Sean dan membuat laki-laki itu tidak bisa berhenti menjahilinya dan berusaha agar perempuan itu berhenti membentangkan telapak tangannya.

"Jaraknya segini loh, Sean!"

"Gak boleh deket lagi!"

Sean terkekeh pelan, "Yaudah iya, gue gak bakal pindah kok."

Sagita menghembuskan napasnya lega dan mengangkat telapak tangannya. Baru sejenak telapak tangan itu terangkat, Sean menundukkan kepalanya dan memandang wajah Sagita dari bawah, laki-laki itu tersenyum dan berusaha menatap dengan lekat Sagita yang berada di atasnya.

"Kok lo lucu banget sih?"

***

BUBAR BUBAR, aselinya habis gue bilang jangan deket lagi dy hbis tuh beranjak dan pergi, hmmmzzzz.

Sean dan SagitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang