Special Chapter : Kisah Yang Terulang Kembali

8 1 2
                                    

Tidak pernah Sagita membayangkan bahwa perempuan itu akan bertemu lagi dengan Sean, setelah hari-hari mereka di sekolah menengah pertama selesai.

Sean yang ia temui tiga tahun yang lalu, kembali bertemu dengan Sagita di sekolah barunya. Laki-laki yang tidak pernah terpikirkan akan berada di sekolah dan peminatan yang sama dengan Sagita, kelas yang berjarak tidak terlalu jauh dan memudahkan mereka untuk bertemu secara tidak sengaja di tempat-tempat yang tak terduga.

Sagita masih mengingat bagaimana perempuan yang sedang menunggu jemputan itu menemukan sosok Sean yang sedang berjalan santai dengan celana pendek dan menyampirkan sarung di pundaknya untuk menunaikan solat jum'at di hari itu.

Sagita tidak pernah berpikir bahwa dirinya akan berjumpa lagi dengan laki-laki itu, sosok yang membuat Sagita tidak pernah bisa berhenti tersenyum ketika menemukan sosok Sean yang masuk ke radar indra penglihatannya, sosok yang selalu berhasil membuat tulang pipi perempuan itu kelu karena terlalu lebar dalam tersenyum.

Sean yang sekarang bertubuh lebih sehat dan masih sama tengilnya seperti saat mereka masih berada di kelas yang sama. Sean yang masih memiliki senyuman khas dengan mata yang akan membentuk cekungan bulan sabit ketika ia tersenyum, Sean yang masih menyapanya dengan hangat setiap Sagita tidak sengaja berpapasan dengan laki-laki itu.

Sean yang masih menjadi bagian dari perasaan Sagita, perasaan yang masih tersimpan rapih dan selalu meledak-ledak seperti letupan jagung ketika Sean mengajaknya berbincang atau hanya sekadar berbagi tatap. Laki-laki yang selalu memporak-porandakan perasaan Sagita tanpa aba-aba, tanpa permisi dan tanpa mendapatkan izin terlebih dahulu dari Sagita.

Sagita masih mengingat jelas pertemuan tak sengaja mereka di jalan menuju kantin, ketika Sagita dan Sena yang keluar dari kantin menemukan Sean yang tengah berjalan menuju ke arah kantin di sisi yang berbeda dengan Sagita dan Sena, ketika jarak mereka yang masih terlalu jauh ternyata tidak membuat Sean terlewat untuk menyapa mereka, menyapa dengan sapaan manis seperti biasanya dengan senyuman dan cekungan mata yang berbentuk bulan sabit.

Sagita masih biasa saja, tetapi pegangannya di lengan Sena mulai mengerat dan ketika jarak mereka sudah cukup jauh dari Sean, Sagita langsung memekik histeris sembari menggerak-gerakkan pegangan tangannya dengan Sena, membuat Sena terkikik geli karena kelakuan dua anak manusia itu, Sagita benar-benar mendefinisikan sosok yang buyar hanya dengan sapaan singkat dari pujaan hatinya, Sagita yang tidak pernah bisa menghentikan senyum di wajahnya ketika bertatapan dengan Sean, senyuman yang secara alami hadir dan diperuntukkan kepada Sean.

Sagita juga mengingat dengan jelas, masa di mana Sagita yang sedang menemani Geisha, teman kelasnya untuk pergi ke kantin membeli makan. Sagita yang tengah berdiri di dalam diamnya kemudian menoleh ketika suara yang tidak asing di telinganya menyapa indra pendengarannya, Sean yang tengah duduk di meja kantin bersama teman-teman kelasnya menyapa Sagita dengan sapaan singkat.

"Ciee, Sagita!"

Sagita tersenyum ragu dan kebingungan merespon sapaan Sean.

"Eligible peringkat berapa, ta?"

Sagita belum sempat menjawabnya sampai ketika Geisha mewakili dengan sendirinya jawaban yang harusnya diutarakan oleh Sagita. Geisha memang selalu dekat dengan siswa laki-laki di sekolahnya, teman laki-lakinya berada di mana-mana. Sampai Sagita pusing sendiri karena perempuan itu selalu bertegur sapa dengan hampir semua orang yang mereka temui dalam perjalanan.

"Dia peringkat tiga."

Sean bersuara terpukau begitu juga teman-temannya, Sagita malu setengah mati, padahal perempuan itu nggak mau menjawab pertanyaan dari Sean dan hanya ingin dirinya respon dengan senyuman. Sagita malu setengah mati, dia senang bisa berada di peringkat itu tapi dia malu kalau semua orang mengetahuinya.

"Emang pinter bener Sagita ini."

"Hebat, ta!"

Sean memberikan jempolnya kepada Sagita, dan jangan tanyakan bagaimana perasaan perempuan itu, aslinya terverifikasi BAPER TINGKAT BERAT.

Ya ampun, Sagita hanya bisa tersenyum dan pamit setelahnya karena Geisha sudah mendapatkan barang yang ia mau. Sagita sejujurnya malu tapi juga senang karena bisa berbincang kecil dengan Sean, kalau boleh membicarakan ini, Sean adalah satu-satunya orang yang Sagita inginkan untuk mengetahui peringkatnya di sekolah. Sagita ingin Sean mengetahuinya agar setidaknya Sean memandangnya sebagai sosok yang keren, sosok yang bisa dibanggakan seperti bagaimana dulu Sean selalu membanggakan kebaikannya. Sepertinya, tujuan hidup Sagita dari dulu memang hanya Sean, semuanya ia lakukan hanya untuk bocah tengil bernama Sean itu.

Sagita juga mengingat hari itu, hari di mana Sagita menyisihkan uang sakunya untuk membelikan Sean cat akrilik untuk mengerjakan tugas akhirnya di sekolah. Sagita yang sepulang sekolah langsung membeli dua kotak cat akrilik untuknya dan juga untuk Sean. Hari di mana Sagita meminjamkan palet milik sepupu kecilnya kepada Sean.

Hari di mana Sagita menunggu kedatangan Sean di kelasnya, menunggu Sean datang untuk mengambil cat akrilik dan juga palet itu darinya.

"Sagita, ada yang nyariin nih!"

Suara dari temannya yang berdiri di dekat pintu membuat Sagita menoleh ke arah pintu, di mana laki-laki yang menjadi pujaan hatinya itu tengah berdiri ragu-ragu di balik pilar yang menopang teras kelasnya, saat di mana Meisha dan Sena saling berbagi tatap dengan senyuman yang menggoda Sagita.

Perempuan bermata segaris itu berlari-lari kecil ke arah pintu sembari membawa palet berbentuk kelopak bunga dan sebuah kotak cat akrilik.

Sagita memberikannya kepada Sean dan langsung disambut laki-laki itu dengan senyuman manis yang membentuk cekungan bulan sabit di matanya.

"Makasih ya, ta."

Sean tersenyum menerima pemberian Sagita dan memberikan uang untuk menggantikan uang yang Sagita pakai untuk membelikan barang itu kemarin.

"Iya, sama-sama."

Sagita tersenyum ragu-ragu (r:malu-malu salting bgt anjir), perempuan itu sejujurnya tidak berani menatap Sean karena takut perasaan yang membuncah itu tidak bisa ditahan dan meledak begitu saja di hadapan Sean.

"Nanti setelah selesai gue balikin."

Sagita menganggukkan kepalanya pelan sebagai jawaban dari ucapan Sean, laki-laki itu lalu pamit dan pergi untuk kembali ke kelasnya. Sagita berbalik dan senyuman itu langsung tercetak jelas di wajahnya, kalau saja ia tidak berada dalam jangkauan mata teman-temannya, Sagita mungkin akan langsung berteriak histeris dan memukul-mukul pintu kelas yang berada di depannya, sampai di dalam kelas pun Sagita juga masih belum bisa menahan senyumnya, sama seperti Meisha dan Sena yang tersenyum jahil dan menggoda Sagita dengan tatapan mereka.

Sagita tidak bisa menahan senyumnya, tidak bisa, tidak bisa, tidak bisa.

SAGITA TIDAK BISA MENDAPATKAN SENYUMAN SEPERTI ITU DARI SEAN.

Sagita tidak bisa menahan perasaannya, dentuman di dalam jantung hatinya dan ledakan-ledakan kecil di sana, perutnya yang mulas karena menahan perasaannya dan tangannya yang tertatih-tatih setelah memberikan benda-benda itu kepada Sean.

Sean memang tidak pernah gagal membuat perasaan Sagita campur aduk, Sean membuat hari-harinya di sekolah menjadi tidak lancar karena terus memikirkan laki-laki itu, Sean yang terus berputar-putar dipikirannya di tengah dirinya yang sedang mencatat tugas di buku tulisnya.

Pesona Sean bukan main-main, dan tidak berdampak baik bagi perasaan Sagita. Seharusnya Sean dan Sagita tidak berada di sekolah yang sama, sehingga Sagita bisa menetralkan perasaannya dengan baik. Sean yang sebelumnya telah diterima di sekolah lain bersama dengan Rena dan Alika kini malah terdampar di sekolah yang sama dengan Sagita, membuat perempuan itu pusing dan kesulitan untuk menenangkan perasaannya.

Sean memang sosok yang berbahaya bagi Sagita dan perasaan yang tersimpan di hatinya.

***

AKHIRNYA SELESAI, INI CHAP TERAKHIR YANG AKU TULIS HUHUHU.

Sean dan SagitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang