5. Pembimbing Amatir

8 1 5
                                    

Pada siang hari ini, Sagita tengah disibukkan dengan pekerjaan yang datang secara tiba-tiba untuknya. Tahun ajaran baru yang mulai berganti membuat Sagita harus berhadapan dengan anak-anak baru yang berada dua tahun di bawahnya. Sekolahnya memiliki kegiatan rutin di hari jum'at, di mana Sagita dan teman-temannya di kelas program intensif memiliki berbagai kegiatan tambahan, baik kegiatan keilmuan maupun kegiatan spiritual.

Kegiatan spiritual dijadwalkan pada hari ini, setiap siswa beramai-ramai untuk berkumpul di masjid besar sekolah mereka untuk mengikuti program yang telah diadakan selama bertahun-tahun di sekolah itu. Sagita si siswa tingkat akhir dan hampir menyelesaikan program spiritualnya kini harus berhadapan dengan anak-anak manusia yang masih lugu untuk ia bimbing sebelum mengikuti program spiritual tingkat lanjut.

Pada posisi ini, Sagita berperan sebagai pengantar yang berusaha untuk memperkenalkan program tersebut kepada siswa baru. Sagita sebenarnya agak kelimpungan, dia sangat jarang berhadapan dengan sekumpulan anak manusia yang jumlahnya cukup banyak. Mereka menatap Sagita dengan tatapan yang bervariasi, ada yang menatapnya dengan tatapan penasaran, ada yang memperlihatkan rasa kebingungan dari gurat wajahnya dan ada yang tersenyum merekah menunggu hal apa yang akan dilakukan Sagita untuk menyambut mereka di hari ini.

Kepala Sagita jadi pusing, apa yang harus perempuan itu lakukan untuk berhadapan dengan anak-anak ini? posisinya saat ini tampak seperti satu lawan seribu, dan Sagita yang diserbu seperti tampak sama sekali tidak membuat teman-temannya yang sedang serius mengikuti program spiritual itu tergerak untuk membantu dirinya.

Lagian, semuanya punya kesibukan masing-masing. Beberapa yang hampir menyelesaikan program spiritual, kini tengah bernasib sama dengan Sagita, Sheila yang sekarang juga asik menghadapi anak-anak baru dan Shakira yang tampak heboh berinteraksi dengan mereka bersama semangatnya yang membara.

Sagita memberikan senyum tipis, berusaha memberi ketabahan pada dirinya sendiri.

"Hai, kenalin nama aku Sagita Putri Hastari."

Sagita tersenyum dengan semangat dan menjadi sangat antusias setelah memperkenalkan dirinya kepada anak-anak itu.

"Kalian bisa panggil aku kak Sagita atau kak Gita, yaa."

"Senyaman kalian masing-masing."

Salah satu dari anak-anak baru itu tersenyum dan melambaikan tangannya kepada Sagita dengan senang.

"Halo, kak Sagita!"

Sagita tidak bisa menahan senyum di wajahnya, ternyata responnya tidak terlalu buruk. Mereka yang sebelumnya tampak ragu-ragu berhadapan dengan Sagita kini telah menyambut Sagita dengan senyum manis yang merekah. Mereka mulai nyaman dengan bagaimana Sagita bersikap kepada anak-anak manis itu.

Kemudian, Sagita berkenalan dengan mereka satu demi satu dan berusaha menghafal nama mereka dengan baik. Sagita memberikan senyum terbaiknya ketika setiap anak manusia itu memperkenalkan dirinya masing-masing.

"Oke, jadi.." Sagita meninggikan suaranya membuat mereka merasa penasaran.

"Kita bakal main game nih hari ini!"

Para anak baru menatap Sagita dengan sangat antusias, ada suatu hal yang membuat hati mereka merasa senang ketika Sagita menyampaikan ide itu dengan penuh semangat. Mereka semua memang butuh permainan untuk merefleksikan pikiran yang telah mereka gunakan di kelas sejak pagi hari.

"Kak Sagitaaa!"

Suara yang mengalun indah dari belakang anak-anak yang akan bermain dengan Sagita membuat perempuan itu menahan napasnya. Jantungnya berdegup cepat dan matanya mengejap dengan bingung berkali-kali. Gejala kasmarannya timbul lagi dan harusnya tidak di keadaan seperti ini. Keadaan di mana kedua pasang bola mata anak-anak itu menatap dengan penasaran ke arah Sean dan menatap kepada Sagita dengan bingung.

"Ikutan ya, kak!"

Mati. Sagita diambang kematian.

Keadaannya yang baru saja selamat dari rasa sekarat kini kembali terjebak dengan perasaan itu. Sagita jadi bingung, sebenarnya ia sedang beruntung atau malang? atau bekasi atau bogor. Sagita tidak bisa berpikir dengan benar sekarang, pikirannya terpecah belah.

Sean dengan senyuman manis dan matanya yang kembali membentuk cekungan bulan sabit kini sedang melambaikan tangannya ke arah Sagita, tangannya yang lain memeluk kitab suci di sisi kiri tubuhnya. Sagita sudah berada di masa kritis karena kehadiran Sean, laki-laki itu selalu berhasil membuat Sagita kelabakan dan tidak bisa menggunakan pikirannya dengan benar.

Harsa yang berada di sebelah Sean hanya diam dengan senyum tipis, mereka berdua sepertinya kabur dan enggan mengikuti program spiritual. Keduanya memang anak-anak nakal yang senang sekali pergi kesana kemari ketika program tersebut dilaksanakan.

"I-iya, tapi sama adek-adek yang lain gak apa-apa?"

Sagita menipiskan bibirnya dan memberikan tatapan ragu-ragu kepada Sean, adik kelasnya yang lain tentunya ikut penasaran dengan maksud kehadiran Sean di antara mereka.

"Gak apa-apa dong!"

"Gas, bro!"

Sean dengan semangat mendudukkan dirinya di belakang anak-anak baru bersama Harsa. Laki-laki itu masih tersenyum manis sembari memandangi Sagita dan para adik kelas yang berada dalam jangkauan perempuan bermata segaris itu.

"O-oke, jadi kita di sini bakal main game yang seru banget nih!"

Sagita menjelaskan permainan yang akan mereka mainkan hari ini, permainan ringan yang mungkin akan membuat para peserta didik baru merasa nyaman dan mampu beradaptasi dengan lingkungan kelas intensif. Sagita menjelaskan bagaimana cara kerja permainan itu dengan mata berbinar, menjelaskan bahwa permainan itu akan memiliki pemenang dan mendapatkan hadiah dari Sagita.

Namun, sebelum permainan itu berlangsung, Sagita harus membimbing anak-anak baru untuk melatih kemampuan mereka dalam sisi spiritualitas. Sagita menyuruh anak-anak itu berbaris dengan rapih dan mendapatkan gilirannya satu persatu.

Lucunya, Sean dan Harsa ikut berbaris di barisan paling belakang, Sean terkekeh kecil sambil menoleh ke kanan dan ke kiri lalu kembali menatap ke arah Sagita yang sedang menjadi pembimbing kegiatan spiritual.

"Sagitaa, nanti gue di tes juga ya!"

Celetukan dari Sean itu berhasil membuat Sagita menoleh ke arahnya dan tersenyum tipis, lalu menganggukan kepalanya dengan perlahan untuk membalas ucapan Sean.

Sean memberikan jari jempolnya kepada Sagita dan kembali menunggu sampai gilirannya tiba.

Sagita kesulitan sekarang, kesulitan untuk menahan perasaan yang meletup-letup di dalam hatinya, perasaan yang hadir ketika melihat tingkah manis Sean yang dengan sabar menunggu bagiannya untuk mendapat bimbingan dari Sagita. Sean tidak akan pernah paham bagaimana perasaan yang hinggap di dalam hati Sagita ketika Sean berada di dekatnya. Perasaan aneh yang membuat Sagita merasa tidak aman dari pesona Sean memporak -porandakan kehidupannya.

Sean membuat sore di hari itu terasa lebih cerah dan udaranya terasa lebih sejuk, suasana yang menyapa diri Sagita dengan sapaan yang halus dan membuat bunga-bunga bermekaran di dalam hatinya. Perasaan manis yang membuat Sagita tidak bisa berhenti untuk jatuh hati, jatuh kepada jeratan perasaannya yang begitu indah dan menyenangkan.

***

MAAF YG GAMENY AP G DICERITAIN KARENA AKU JG LUPA AKU MAIN GAME APA DISITU HUHUHU, AKU CM INGET JUARANY AKU HADIAHIN CHOCO PIEಥ⁠‿⁠ಥ.

Sean dan SagitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang