Ch. 14 - Rasa Yang Tulus

2 1 0
                                    

RABU, 13 FEBRUARI 2019 - AUDRIANNE UTAMI

Selama dua hari ini Anne menghabiskan waktunya untuk menemani Yoga berkeliling kota. Alih-alih menjadi tour guide bagi tamu yang telah datang jauh dari Indonesia, ia malah menjadi turis dadakan karena Yoga telah menyewa seorang supir yang merangkap sebagai tour guide handal.

Finn, sang supir taksi yang menemani Yoga selama di Amsterdam, dapat menjelaskan semuanya dengan mahir, tanpa terbata bagai seorang sejarawan. Rupanya ia juga sering membawa turis berkeliling.

Intonasi yang digunakan, suara yang terucap bahkan mimik wajahnya saat bercerita begitu mudah untuk dinikmati. Bahkan sempat ada beberapa turis lainnya yang mampir bergabung bersama Anne dan Yoga untuk mendengarkan penjelasan-penjelasan yang Finn berikan.

Anne yang tertartik begitu antusias membuntutinya sambil sesekali menulis cepat beberapa poin penting yang ia dapatkan. Siapa tau itu akan berguna untuk waktu selanjutnya. Tak ketinggalan pula nomor Finn yang telah disimpannya ke dalam handphone.

Melalui momen itu, Anne kembali mengakrabkan diri pada Yoga. Sambil berjalan sambil bercanda. Perasaan canggung mulai terkikis. Setelah makan siang pun, Yoga masih menemani Anne untuk berbelanja pakaian.

Satu hal baru yang Anne dapatkan, ternyata Yoga paham akan dunia tata busana. Bagaimana cara memadu madan pakaian tanpa harus mengeluarkan uang dalam jumlah yang besar. Hitung-hitung sebagai pelajaran baru bagi Anne agar ia dapat tampil lebih baik lagi.

Hari tak berakhir sampai disitu saja. Kini mereka berdua telah tiba di hotel tempat Yoga menginap. Sebentar lagi surya akan turun dan terganti oleh sang purnama.

Yoga memang berkata pada Anne bahwa akan mengajaknya pergi keluar makan malam tetapi wanita itu tidak tau hingga sejauh apa sang pria telah mempersiapkan acara spesial ini.

. . .

Seorang wanita yang terus berdiri di depan cermin kamar mandi hotel, mencoba untuk berias secantik dan senatural mungkin. Bayang elok yang terpantul memberikan senyum simpul sebagai nilai akhir. Kini Anne telah merasa siap.

Dibukanya pintu kamar mandi lalu menatap Yoga yang tak lepas pandang dari dirinya. Kedua pipi merona. Ia tidak pernah terbiasa dengan tatapan yang diberikan oleh sang mantan suami baik itu dahulu maupun saat ini.

"Ba-bagaimana menurutmu?" Anne penasaran dengan opini Yoga. Sang pria tak memberi jawaban, membuat hati Anne sedikit dongkol.

"Sepertinya aku kurang pantas berpakaian seperti ini." Dengan rasa tidak percaya diri wanita itu berkomentar. Wajahnya mulai nampak tertekuk sedih.

Cepat-cepat Yoga menggelengkan kepalanya, menepis opini Anne. "Sama sekali tidak. Kau malah terlihat sangat mempesona malam ini."

Wajah Anne terasa semakin panas begitu mendengar satu kalimat pujian yang tak disangka akan didengarnya. Spontan ia memegang kedua pipinya. Mencoba tuk menyembunyikan rasa malu dari sang lawan.

"Ada apa dengan wajahmu?" tanya Yoga dengan sedikit panik sambil berdiri dekat-dekat, mempersempit jarak antara mereka berdua, lalu menarik kedua tangan Anne menjauh dari pipinya.

Jemarinya yang besar menyentuh lembut wajahku. Ia yang begitu dekat, dapat kurasakan nafasnya yang hangat.

Hatiku berdesir kencang. Darah dalam tubuh memuncak, panas terasa hingga ubun kepala.

Sebenarnya dia bodoh atau berpura-pura saja sih, pakai tanya demam segala.

Cepat-cepat ditepisnya tangan Yoga lalu Anne melangkah cepat melewatinya menuju pintu kamar yang ada di balik punggung sang pria.

Edelweiss & Mustang Merah (Passing By Vol. 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang