Prolog

98 4 0
                                    


Chapter sebelumnya bisa langsung baca di  Vol

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter sebelumnya bisa langsung baca di Vol. 1 - Passing By [FIN]


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


YOGA PUTRA WICAKSANA

Saat bertemu dengannya kembali setelah kami berdua sama-sama beranjak dewasa, aku memang tak berpikir panjang. Hanya apa yang nampak oleh mata saja yang menjadi penilai.

Pilihan baju yang kurang menarik, wajah yang nampak polos menjadi tanda bahwa dirinya tidak menyukai riasan tebal layaknya para tamu wanita lain yang memberikan warna lebih pada wajahnya. Tubuhnya yang mungil terlihat sedikit lebih tinggi karena terbantu oleh heels sepatunya yang berukuran tidak lebih dari sepuluh senti.

Ditambah lagi dirinya yang terlihat sulit membaur dan lebih suka untuk menyendiri menambahkan poin minus.

Jika aku tidak berkesempatan untuk menikah dengannya, aku yakin tidak akan pernah jatuh cinta padanya karena sejak awal Audri bukanlah wanita yang menjadi idamanku. Tetapi semua itu telah berubah.

Lama aku bergumul. Bagaimana jika aku menikah dengan seseorang yang nampak baik pada mata saja padahal sikapnya buruk? Apa yang akan terjadi nantinya dalam pernikahanku?

Lalu ada yang terbesit. Benar juga. Mungkin ini yang dirasakan oleh Audri. Lebih baik memutus hubungan daripada bermain dengan api neraka. Karena akupun juga akan mengambil langkah yang sama.

Bodohnya diriku karena telah menjadi suami yang tidak baik. Apakah sudah terlambat untuk menyadari bahwa semua yang nampak indah itu pada akhirnya akan menghilang juga? Maksudku di saat rambut telah memutih, wajah akan berkerut, tubuh ikut membungkuk. Anak yang tumbuh dewasa pun akan pergi meninggalkan keluarga seperti layaknya diriku dan Audri setelah mengikat janji dalam pernikahan.

Hanya pasangankulah yang akan menjadi sahabat selamanya hingga nafas terakhir. Dan dengan egois aku akan mengatakan bahwa aku ingin Audri menjadi pasanganku,menjadi bunga edelweiss untukku. Selamanya.


AUDRIANNE UTAMI

Aku tak menyangka bahwa pernikahanku akan berakhir seperti ini. Ternyata rasa sakit dapat membuahkan suatu keputusan yang tak pernah terpikir olehku sebelumnya. Bahkan perasaanku sendiri juga ikut terabaikan.

Apa yang sebenarnya sedang aku cari? Kebahagiaan atas diriku sendiri? Bukankah seharusnya aku merasa bahagia karena tinggal bersama dengan orang yang aku cintai? Tetapi aku malah berlari tanpa memperjuangkannya karena lebih besar rasa tersiksa dibanding rasa cinta.

Aku yang tidak pernah menjadi egois merasa puas akan keputusan sepihakku. Apakah hal itu jahat? Atau sebenarnya malah menguntungkan bagiku dan juga Yoga? Mungkin jawaban atas pertanyaan itulah yang sedang kucari saat ini. Padahal kalau diingat kembali, kami berdua telah sepakat dalam menempuh jalan ini.

Meskipun menolak untuk mengungkit tetapi hati terus bertanya. Bagaimana keadaannya disana? Apa yang sedang dikerjakannya siang ini? Akankah ia pergi bersama dengan wanita baru di malam minggu? Ataukah lebih memilih untuk menenggelamkan diri dengan botol alkohol?

Kira-kira, berapa lama lagi aku harus tenggelam dalam pertanyaan-pertanyaan bodoh itu? Aku yang sudah berada bepuluh-puluh kilometer jauh darinya tetapi rasanya seperti dekat tepat di sebelahnya. Bayangan dirinya, harum tubuhnya, senyum yang terhias pada wajah tampannya, caranya menggerutu, gurauan miliknya bahkan tingkah lakunya yang terkadang tidak aku pahami. Tidak ada satupun memori yang luput tentang dirinya. Kalau begini terus, kapan aku bisa menjadi seorang wanita yang kuat?

Jika suatu saat nanti akan ada rasa yang bernama penyesalan itu datang, apakah aku dapat menerimanya dengan kedua tangan terbuka dan dengan senyum lebar? Atau malah sebaliknya, menangis sesenggukan lalu meminta kesempatan kedua? Sulit sekali untuk menentukan jawabannya.

Mustang merah yang telah menjadi saksi bisu pertemananku dengan dirinya masihlah mengikuti kemanapun aku pergi. Sebuah benda memorial yang terus mengingatkanku akan satu pertanyaan yang sulit untuk kuabaikan. Apakah aku masih bisa berteman dengannya? Hanya aku dan dia saja. Seperti dulu lagi.


Next . Ch. 1 - Berakhirnya Petak Umpet

Edelweiss & Mustang Merah (Passing By Vol. 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang