Ch. 1 - Berakhirnya Petak Umpet

64 1 0
                                    

SABTU, 12 JANUARI 2019 - YOGA PUTRA WICAKSANA

Derasnya hujan yang telah turun sejak semalam membuat suasana kota Jakarta menjadi semakin dingin meskipun matahari berada pada posisi tertingginya di siang hari. Awan tebal berwarna abu menciptakan nuansa kelabu berhasil menutupi hangatnya cahaya terik. Jalanan mulai tergenang tetapi tak memperlambat lajunya kumpulan kendaraan di hari itu.

Seorang pria yang sedang melaju kencang dalam membawa mobil terlihat tenang tak terburu. Jarak pandang yang pendek akibat serangan air hujan yang menutupi kaca mobil tidak membuat dirinya gelisah. Hari yang paling ia tunggu sejak beberapa bulan lamanya kini telah nampak di depan mata. Sebentar lagi permainan petak umpet ini akan segera berakhir.

Ijinkan aku untuk sedikit bercerita mengapa aku menyebut ini semua sebagai permainan petak umpet.

Dari apa yang aku ingat, terakhir kali aku bermain petak umpet adalah di saat aku berusia lima belas tahun. Saat itu aku sedang bersembunyi dari ibuku karena tertangkap basah mengambil uang dari dalam dompetnya. Sungguh hal yang bodoh tetapi kalau diingat kembali rasanya ironis sekali karena bukanlah termasuk petak umpet yang seharusnya.

Sejak dulu petak umpet merupakan permainan favorit apalagi di saat aku mendapatkan kesempatan untuk bersembunyi daripada mencari. Bukan ingin sombong tetapi dapat kujamin bahwa tak seorangpun tau dimana tempat persembunyianku.

Sekian tahun telah berlalu. Yang tak kusangka ialah ternyata para dewasapun masih bermain juga, termasuk diriku ini. Sialnya kali ini aku bertugas sebagai seorang pencari karena terdapat beberapa 'pemain' yang berusaha menyembunyikan informasi tentang Audri dariku.

Delapan bulan lamanya aku berkutat dalam masa pencarian, akhirnya aku dapat berjumpa dengan 'pemain' tengil terakhir ini.

Mobil sedan berwarna hitam telah memasuki pekarangan parkir restoran yang lengang. Yoga yang keluar dengan payung besar, berwarna sama seperti mobilnya, berjalan menuju lobby restoran.

Seorang pelayan yang berjaga di depan pintu menyapanya dengan sopan sambil menerima payung yang dipakai Yoga lalu dilipatnya dan ia masukkan ke dalam rak bersama dengan payung-payung lainnya.

Dilihatnya ke dalam restoran dari sudut ke sudut. Tidak ramai, masih banyak meja yang kosong tanpa pengunjung tetapi Yoga berjalan dengan mantap menuju satu meja yang telah terisi oleh seseorang yang dikenalnya.

"Lama menunggu?" tanya Yoga lalu ia menarik kursi yang ada di seberang seorang tamu yang telah hadir terlebih dahulu.

"Tidak juga," balas sang lawan.

"Jadi apa yang ingin kau sampaikan padaku, Rio?" Belum juga duduk rapi, Yoga sudah menembak langsung apa yang menjadi topik utama pembahasan di siang itu.

Rio Pratama, pemain terakhir dalam petak umpet ini, memberikan senyum penuh begitu menjumpai Yoga yang dinilainya tak sabaran. Adik tiri dari Anne yang menurut Yoga menjadi tersangka terakhir pemegang kunci tentang keberadaan mantan istrinya.

"Santai saja dulu. Pesanlah makanan. Aku sudah pesan untukku sendiri." Pria itu memberikan buku menu yang telah dilihatnya tadi. Yoga menurut lalu memesan pula makanan untuk dirinya sendiri.

Sudah lama sekali mereka tak berjumpa satu dengan yang lain. Terakhir kali dilihatnya Rio adalah pada saat acara makan keluarga yang tidak berlangsung dengan mulus. Itupun juga tak banyak obrolan antara mereka berdua.

Sedangkan yang terakhir kali menonton dengan asyik Yoga berlari-lari di dalam bandara untuk mencari Anne ialah Rio Pratama, orang itu sendiri. Yang memberikan ide permainan petak umpet juga tak lain ialah pria itu sendiri.

Edelweiss & Mustang Merah (Passing By Vol. 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang