02 - Bucin VS Gengsi

26 5 1
                                    

Hal yang paling Jevin gemari selain membuat Kayla kesal adalah bermain game online. Ia bisa habiskan waktunya dengan hanya duduk menatap layar komputer, menciptakan dunianya sendiri sampai kadang lupa waktu. Hal ini yang membuat Kayla kerap kali merasa jengkel karena waktu pemuda itu hanya dihabiskan untuk bermain game dari pada bersama dengan dirinya. Namun lambat laun, Kayla mulai terbiasa dengan hal itu dan tidak mempermasalahkannya sesering dahulu. Semakin mengenal Jevin, Kayla tahu bahwa pemuda itu bukan tipikal orang yang suka menghabiskan waktu bersama untuk membuktikan rasa cintanya. Kalau bahasa jaman sekarang, love language Jevin bukan quality time. Lalu Jevin menunjukkan rasa cintanya terhadap Kayla dalam bentuk apa?

Untuk hal itu sepertinya bisa kita dapatkan jawabannya seiring berjalannya cerita.

“Tumben banget jam segini udah balik dari warnet, Je?”

Jevin yang baru saja ingin masuk ke dalam kamar kosnya dibuat menoleh pada suara dari kamar sebelah. Tidak lama kemudian sang pemilik suara muncul dengan handuk yang melingkar di leher serta rambut yang masih basah menandakan bahwa ia baru saja selesai mandi.

“Gue nggak ke warnet.”

Mendengar pernyataan yang diberikan Jevin, pemuda tadi lantas mengeryit heran. “Tumben? Padahal tadi Jemi sama Bang Jay nyusulin lo ke sana.”
Jevin seketika tertawa, entah kenapa tiba-tiba kembali teringat dengan wajah kesal Kayla saat tadi ia pulang ditambah dengan pernyataan temannya barusan. “Gue dari kosan Kayla,” ujarnya.

Pemuda tadi mengangguk mengerti mengerti walau diselingi dengan kekehan kecil.

Yang sedari tadi bicara dengan Jevin ini adalah Taka Aditama, sahabat Kayla dari kecil yang sekarang menjadi teman akrab Jevin di kos. Taka satu tahun lebih tua dari mereka, seumuran dengan Adel dan Nada, mahasiswa teknik informatika semester lima yang punya paras tampan, tipe-tipe kakak tingkat idaman karena sifatnya yang juga ramah ke pada semua orang.

“Lo dari tadi sendirian di kosan?” tanya Jevin saat menyadari suasana kos yang senyap.

Taka berjalan menuju sofa, kemudian mendudukan dirinya di sana sembari tangan yang kini berpegang pada handuk di atas kepala, membuat gesekan guna mengeringkan rambut basahnya. “Jemi sama Bang Jay kan tadi gue bilang nyusul lo ke warnet, Bang Ramon lagi pulang ke rumah orang tuanya, Bang Julian lembur di kantor, kalau Bang Yogi gue gak tau deh ke mana.”

Jevin mengangguk dengan helaan napas pelan. “Bang Julian weekend kayak gini masih tetap lembur di kantor?”

Taka mengangkat kedua bahunya tanda ia pun juga tidak mengerti. Teman satu kos mereka yang satu itu memang bukan anak kuliahan seperti mereka lagi, dia sudah lulus dua tahun yang lalu namun masih setia jadi bagian dari penghuni kos dengan alasan kantornya dekat dari sini.

“Oh iya, Je.” Taka memanggil, padahal tadi Jevin baru saja ingin kembali melangkah memasuki kamarnya.

“Apa?”

“Cewek lo minta anterin beli seblak, katanya langganan dia yang biasa lagi nggak jualan karena lagi pulang kampung.”

Jevin mengernyit, kemudian ia menyambut handphone Taka yang pemuda itu serahkan kepadanya, menampilkan isi chat dari Kayla.

“Bukannya tadi lo baru balik dari sana? Kenapa nggak sekalian?”

Jevin berdehem pelan. “Lo lagi sibuk nggak?”

Taka menggeleng, “Nggak.”

“Ya udah, temenin aja.”

“Serius?” Taka menatap Jevin dengan pandangan meyakinkan, meski memang sudah tidak heran bagaimana santainya pemuda itu terhadap Kayla yang sewaktu-waktu bersama dengannya atau teman-teman cowoknya yang lain.

“Ngerepotin amat. Kenapa nggak delivery aja?”

“Warungnya nggak bisa pakai food delivery, katanya.”

“Warung seblak ‘kan nggak cuma satu.”

“Dia bilang nggak pernah nyoba dan takut rasanya nggak sesuai selera dia.”

Jevin menghela napasnya. “Ya udah.”

Taka mengernyit saat mendapat respon tersebut. “Ya udah apa?”

“Gue aja yang antar.”

Sudut kanan bibir Taka terangkat, membentuk sebuah seringai mendengar apa yang barusan Jevin katakan, kemudian ia terkekeh pelan saat menyaksikan pemuda itu kembali keluar dari kosan.

Jevin itu sebenarnya budak cinta, hanya saja ketutupan sama rasa gengsinya.

***

Kayla keluar menuju teras saat mendengar suara motor yang ia yakini adalah Taka. Namun setelah keluar, yang Kayla temui bukan sahabatnya itu melainkan pacarnya sendiri; Jevin yang padahal beberapa saat lalu menolak ajakannya untuk pergi malam Mingguan bersama.

“Kok elo sih?” tanya Kayla heran, sambil kaki melangkah mendekat, menghampiri Jevin yang masih duduk di motornya.

“Lo kenapa kayak kecewa gitu ya yang datang bukan si Taka?” Jevin mendengus tak habis pikir.
Kayla memutar bola matanya malas.

“Lo sendiri tadi diajak keluar nggak mau, malah pulang.”

“Kan lo yang usir gue? Gimana sih.”

“Ya gue ‘kan nggak tau kalau ternyata lo bakal beneran pulang.”

Mendengar hal itu lantas membuat Jevin tertawa sarkas. “Makanya, kalau kangen tuh bilang. Gengsi kok ditinggiin, IP lo tuh tinggiin.”

Kayla mendelik kesal. Jevin Kanindra tuh ya, tidak berkaca sama sekali.
“Ngaca! Siapa yang kangen duluan sampai nyamperin gue segala, hah?”

“Bukan gue.”

“Bodo, ah! Gak jadi beli seblak sama lo, nyebelin!”

Kayla yang sudah terlanjur kesal, berbalik arah hendak kembali masuk ke dalam kos, namun sebelum langkahnya semakin jauh, Jevin dengan cepat turun dari motornya lalu mengambil pergelangan tangan Kayla agar gadis itu tidak lagi bisa melanjutkan langkah.

“Ngambek mulu, cepet tua, lo!”

Gadis itu kembali berbalik, menghadap Jevin dengan tatapan sinis. “Lepasin nggak?”

“Nggak.”

“Lepasin atau gue teriak maling?”

“Maling hati lo?”

“Apaan sih, garing!”

Jevin lantas tertawa, namun tawanya tak bertahan lama karena Kayla yang melotot padanya, tanda kalau gadis itu benar-benar sedang kesal sekarang.
“Iya, maaf. Jadi beli seblak nggak?”

Kayla memincingkan matanya pada Jevin yang mana membuat pemuda itu mendengus.

“Gue yang traktir.”

Dan kedua sudut bibir gadis itu seketika terangkat sembari menjentikan jarinya di depan wajah Jevin dengan semangat.
Deal!”

Jevin mendelik, “Gratisan aja lo gercep,” ujarnya, kemudian terkekeh pelan karena melihat wajah sumringan Kayla yang seketika membuat hatinya tenang.

JEKAYLA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang