09 - Sakit

14 2 1
                                    

Langit yang berubah menjadi mendung membuat Taka hendak buru-buru pulang agar tidak sampai kehujanan di jalan, namun saat kakinya menginjak tanah parkiran tempat dia memarkirkan motornya, pandangannya menangkap seseorang yang tengah berjongkok di bawah pohon dengan pandangan lurus ke bawah. Ia menyipitkan matanya, hendak memastikan siapa yang ia lihat dalam jarak kurang lebih dua puluh meter dari tempatnya berdiri sekarang.

Orang tersebut terasa sangat familiar bagi Taka, dan kecurigaannya terbukti saat orang itu mengangkat wajahnya, membuat Taka dapat melihat dengan jelas siapa yang tengah berjongkok di bawah pohon rindang sendirian seperti anak buangan saja.

Taka mendengus geli, menggelengkan kepalanya pelan karena tingkah sahabatnya itu sekarang yang entah sedang apa. Ia pun pada akhirnya tidak jadi melangkah menuju motornya melainkan membawa langkahnya menghampiri Kayla yang masih belum sadar akan kehadirannya.

“Woi!”

“Ayam!” Taka tertawa melihat ekspresi yang ditunjukkan gadis itu; tersentak kaget lalu dengan sekejap berganti menjadi raut kesal.

“Lo ngapain dari tadi jongkok di situ?”

“Ngitungin kerikil,” jawab Kayla asal.

Taka membawa langkahnya lebih dekat, lalu tangannya dengan jail menarik helaian rambut Kayla ke atas. “Sekalian aja hitungin helaian rambut lo ada berapa.”

Kayla menengadah dengan tatapan sinis, menatap Taka yang berdiri sementara ia masih pada posisi. “Lo ngapain ke sini?”

“Mau pulang lah, eh malah liat lo jongkok di bawah pohon gini kayak penunggu kampus. Ngapain sih lo?”

Kayla menghembuskan napasnya pelan sebelum pada akhirnya dia memutuskan untuk berdiri sejajar dengan Taka. “Tadinya mau nunggu Jevin, kirain sebentar doang tapi kok gak muncul-muncul ya,” ujarnya.

“Masih ada hal yang harus diurus kali.” Taka mengalihkan pandangannya menatap pada langit yang masih tidak menunjukkan tanda-tanda kecerahan sama sekali. “Mau pulang?”

Kayla menghembuskan napasnya dengan lelah, lalu mengangguk. “Iya.”

“Ya udah kalau gitu bareng gue aja.” Melihat Kayla yang terdiam berpikir sebelum menyetujui ajakannya membuat Taka kembali berbicara. “Udah mau sore, Kay, mendung juga. Takutnya lo malah kejebak hujan di sini, mending di kosan nonton drama.”

Mendengar apa yang Taka ucapkan membuat Kayla terkekeh pelan, ia setuju dengan ucapan pemuda itu. Lebih baik dia pulang. Toh, Jevin juga tidak menyuruhnya untuk menunggu. Tadinya Kayla pikir acara setelah ishoma hanya sebentar, hanya sekadar sesi foto bersama, tapi ternyata dua jam berlalu juga tidak ada tanda-tanda Jevin kembali. Dan maka dari itu, ia akhirnya mengangguk mengiyakan ajakan Taka untuk mengantarnya pulang.

Sebenarnya sudah bisa diprediksi jika tak lama lagi akan turun hujan, dan Taka merutuki dirinya sendiri karena tidak membawa jas hujan dalam jok motornya—atau bisa dibilang kalau dia tidak punya benda tersebut karena ia tidak memerlukan itu disaat dia terbiasa menerobos hujan tanpa pikir panjang. Namun kali ini situasinya berbeda, dia sedang bersama dengan Kayla. Ia tidak mungkin membiarkan gadis itu basah kuyup, maka dari itu ia memutuskan untuk singgah berteduh saat hujan turun di perjalanan menuju kosan gadis itu.

“Kok berhenti sih, Ka?” tanya Kayla saat Taka menghentikan motornya di pinggir jalan, di sebuah ruko kosong yang punya atap teras cukup besar untuk melindungi dari hujan.

JEKAYLA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang