04 - Warnet Date

20 6 1
                                    

Dosen psikologi komunikasi tengah menjelaskan slide demi slide yang ada di depan, sementara itu Kayla tidak fokus karena memikirkan kenapa Jevin tidak juga masuk kelas sampai sekarang.

Tadi pagi sudah Kayla coba hubungi, tapi balasan pemuda itu hanya menyuruhnya untuk berangkat lebih dulu saja karena dia tiba-tiba ada urusan mendadak. Tapi ini sudah jam berapa? Mata kuliah pertama bahkan sudah setengah jalan, dan Jevin belum juga datang. Pada akhirnya, sampai kelas berakhir pun, Jevin tidak juga menampakkan batang hidungnya.

Kayla yang lapar pun memutuskan untuk pergi ke kantin. Meski pikirannya tengah penuh dengan Jevin yang sekarang tidak jelas keberadaannya, urusan perutnya jauh lebih penting. Memesan mie ayam langganannya seperti biasanya, Kayla membawa makanannya ke salah satu meja kosong. Letaknya di sudut ruangan, posisi paling nyaman untuk makan sendirian.

“Nih.”
Kayla yang tadinya sedang lahap menyantap mie ayam pun mendongak pada seseorang yang tiba-tiba muncul seraya menyodorkan sebuah paper bag yang entah apa isinya.

“Lo dari mana aja sih, Je?” Bukannya menyambut apa yang Jevin serahkan ke hadapannya tadi, Kayla lebih memilih untuk menginterogasi pemuda itu lebih dulu meski rasa penasarannya juga besar tentang apa isi paper bag itu.

Jevin mendudukan diri di kursi yang berhadapan dengan Kayla sebelum menjawab pertanyaan yang gadis itu lontarkan padanya.

“Tadi gue ambil pesanan itu.” Jevin kembali menunjukkan paper bag yang ia bawa, meletakannya di atas meja lalu memberikan sedikit dorongan agar mendekatkannya pada Kayla. “Kurirnya kena musibah di jalan. Ya udah ‘kan, karena gue niatnya mau kasih ini ke elo sekarang, jadi gue susul aja.”

“Lo ngambil pesanan di luar negeri apa gimana? Lama amat sampe bolos satu mata kuliah.”

“Elah, dua SKS doang. Lo kayak nggak tahu Jakarta aja macetnya gimana jam segitu.”

Kayla mengangguk-anggukan kepala pelan merasa itu alasan yang cukup masuk akal. Kemudian matanya melirik apa yang ada di dalam paper bag itu lewat celah atas. Sebelum membuka dan melihat apa isinya, Kayla lebih dulu memandang Jevin dengan mata yang menelisik.

“Bukan bom ‘kan?”

“Cewek stres.” Jevin menggeleng tak habis pikir dengan jalan pikir Kayla yang sangat di luar nalar. Untuk apa dia memberi gadis itu bom jika dia masih dengan santai duduk di dekatnya? Sementara itu, Kayla tertawa karena ia sendiri pun hanya sedang bercanda.

Kayla yang sudah sangat penasaran dengan apa yang Jevin berikan karena sangat jarang pemuda itu berlaku begini kepadanya, pun, mengeluarkan isi dari paper bag tersebut yang tanpa Kayla sangka ternyata isinya adalah snack kekinian yang beberapa saat lalu sedang tren di sosial media.

Mie lidi.

Cemilan kesukaan Kayla.

Tapi … sebentar.

Ini aneh.

Sangat aneh.

“Lo lagi kesambet, ya?”

Jevin mengucap istighfar dalam hatinya setelah Kayla bertanya dengan amat serius, seakan-akan Jevin benar-benar sedang kerasukan hanya karena kali ini dia memberikan gadis itu cemilan.

“Dalam rangka apa ini, Je? Serius ih, gue merinding. Tiba-tiba banget?” Kayla masih tidak percaya. Ia mengeluarkan bungkusan mie lidi itu yang setelah dihitung jumlahnya ada sebanyak dua puluh bungkus dengan rasa yang berbeda. “Banyak amat buset.”

Jevin berdecak, menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. “Lo serius nggak ingat, Kay? Parah banget.”

Mendengar hal itu semakin membuat Kayla bingung. “Apanya? Yang jelas dong!”

JEKAYLA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang