Jevin tidak mengerti dengan dirinya sendiri, apa yang kembali membuatnya gelisah padahal bisa tidak usah? Namun jika dikatakan demikian pun, Jevin tidak bisa mengabaikan ini semua. Mau bagaimana pun juga, orang yang menelponnya beberapa saat lalu adalah orang yang ikut andil dalam hadirnya Jevin ke dunia. Meski ia membenci orang itu, namun ia tidak bisa mengelak jika laki-laki paruh baya yang sudah lama tidak ia sapa adalah ayah kandungnya.
Dalam kamar kosnya, Jevin termenung tidak berniat untuk tidur padahal waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Memikirkan pesan yang ia baca setelah pulang dari kosan Kayla yang ia terima setelah tidak mengangkat panggilan dari sang papa.
Bulan depan peringatan kematian mama kamu, papa adain pengajian di rumah. Kamu gak mau pulang?
Jevin hampir dibuat tertawa setelah membaca pesan singkat tersebut.Papanya bilang jika dia akan mengadakan pengajian di rumah untuk memperingati kematian mamanya? Tumben sekali. Jevin kasihan dengan almarhumah karena dimanfaatkan hanya agar Jevin pulang dan mengikuti apa yang pria tua itu perintahkan.
Lamunan Jevin buyar saat nada dering panggilan masuk diponselnya berbunyi nyaring, karena entah bagaimana volume ponselnya tersetting penuh hingga suara yang diciptakan speaker terdengar begitu keras.
Jevin mengernyitkan keningnya heran saat melihat nama yang tertera di layar, sebelum mengangkatnya, ia lirik terlebih dahulu angka yang ada di atas layar ponselnya yang menunjukkan pukul berapa saat ini.
“Lo kenapa belum tidur jam segini?” setelah mengangkat panggilan tersebut, Jevin langsung menyerbunya dengan pertanyaan yang sama sekali tidak santai.
“Gue lihat whatsapp lo masih online.”
“Pertanyaan gue itu kenapa lo belum tidur, Kayla? Ini udah jam setengah tiga.”
“Lo juga kenapa belum tidur?”
“Jangan jawab pertanyaan gue dengan pertanyaan juga, bisa?”
“Iya-iya, santai dong. Sensi banget dah? Gue kebangun tadi karena kebelet. Lo sendiri kenapa? Main game pasti ‘kan?”
“Hm.”
“Dih? Apa banget ham hem ham hem. Gak cocok.”
“Apa sih?” Jevin menghela napasnya saat sadar dengan diamnya Kayla di seberang setelah mendengar responnya barusan. “Nanti malam gak ada kegiatan ‘kan?”
“Kenapa emangnya?”
“Mau bayar janji kemarin karena gak nemanin lo beli seblak.”
Ada jeda diam lumayan lama setelah Jevin mengatakan tawarannya.
“Kalau emang lo gak bisa, gak usah dipaksa, Je.”
“Kalau gue gak bisa, gue gak akan nawarin.”
“Yakin free?”
“Yakin.”
“Awas aja, lo, kalau sampai gak bisa lagi.”
Jevin tertawa pelan sembari kembali merebahkan dirinya di tempat tidur dengan ponsel yang masih setia ia letakkan di samping telinga kanannya.
“Malah ketawa. Gue serius!”
“Gue juga serius.”“Ya udah. Sana lo tidur.”
“Bentar dulu, jadi nanti malam bisa gak?”
“Gue mah selalu bisa, lo aja yang si paling sibuk.”
“Oke. Nanti gue jemput habis maghrib.”
“Siap.”
Panggilan tersebut berakhir begitu saja, Jevin kembali menghela napasnya pelan, merasa tidak enak dengan Kayla karena kesibukan dan masalah yang sedang ia hadapi sekarang.
***
Kayla menghampiri Jevin yang tengah menunggu di luar. Dengan senyum sumringan, ia menyapa pemuda itu yang kini menatapnya dengan pandangan aneh.
“Stres lo?”
Mendengar hal itu lantas membuat Kayla mendelik kesal, namun sesaat kemudian ia kembali tersenyum. “Jadi mau ke mana kita?” ujarnya melangkah dengan semangat menuju motor Jevin yang terparkir di depan tanpa menunggu sang empunya. Mood gadis itu sedang sangat baik hari ini, jangan sampai ada yang mengacaunya lagi.
Jevin yang melihat itu diam-diam terekekeh geli. Kemudian ia segera menghampiri Kayla yang terlihat sudah sangat siap bahkan sudah memakai helmnya sendiri.
“Semangat banget?”
“Harus semangat, karena gue mau memeras dompet lo di pasar malam,” ujarnya, dengam mata memincing tajam pada Jevin yang sekarang mengangkat satu alisnya tanda heran.
“Kata siapa mau ke pasar malam?”
“Kata gue! Gue mau ke sana. Apa lo?”
Jevin tertawa, lalu mengetuk helm yang sudah terpasang di kepala Kayla dengan pelan. “Gini kek, tau mau ke mana. Jangan waktu ditanya jawabannya terserah mulu.”
“Dih, kapan gue jawab terserah?” tanya Kayla sinis ketika Jevin kini mulai naik menunggangi sepeda motornya.
“Sering,” balas Jevin tak kalah sinis.
Kemudian perdebatan itu berakhir dengan Jevin yang menyuruh Kayla untuk segera naik ke motornya. Menuju pasar malam yang buka di alun-alun kota sesuai keinginan Kayla.
Di sana, mereka berdua berkeliling dengan sesekali singgah membeli makanan serta minuman sambil melihat-lihat pemandangan pasar malam dengan wahana-wahana permainan yang kelihatan sangat mengasyikan.
“Kita ngapain, sih?” tanya Jevin yang mulai jengah, karena sedari tadi mereka hanya berkeliling tak tentu arah sambil mengunyah apa yang mereka beli.
Kayla mengangkat kedua bahunya. “Harusnya kita naik wahana gak, sih, Je? Masa dari tadi jalan muter-muter doang.”
“Ye elo, diajakin mandi bola gak mau.”
“Lo pikir aja sendiri badan segede ini main mandi bola. Stres lo?” kesal Kayla karena ucapan Jevin yang mengada-ngada. Sementara itu Jevin malah tertawa, entah kenapa puas sekali jika melihat wajah kesal Kayla.
Mata Kayla kemudian menelisik, menyapu ke segala arah sampai pandangannya berhenti di satu titik.
Bianglala.
Seketika senyumnya merekah. Ia menarik lengan baju Jevin, menunjuk wahana permainan berbentuk sangkar burung itu dengan jari telunjuknya. “Naik itu aja!”
Tanpa banyak pikir, Jevin mengangguk saja menyetujui kemauan Kayla dari pada dia harus kembali berjalan berkeliling tak tahu arah tujuan. Mengetahui Jevin yang setuju dengan ajakannya, Kayla pun melangkah dengan semangat sambil menarik lengan pemuda itu untuk mengantri tiket sebagai persyaratan untuk menaiki bianglala.
Setelah menghabiskan waktu mengantri tiket selama kurang lebih sepuluh menit, keduanya naik dalam satu sangkar bianglala.
Jevin menopang dagu dengan satu tangan, menatap Kayla yang duduk dihadapannya. “Kay,” panggil pemuda itu, membuat Kayla yang tadinya sedang tersenyum menatap pemandangan malam dari atas menoleh kepadanya.
“Apa?”
Bukannya menjawab pertanyaan Kayla, Jevin malah hanya diam sembari memperhatikan wajah gadis itu yang terpancar sinar rembulan.
“Apa, sih, Je?” Kayla mulai risih karena Jevin yang tidak berhenti memandanginya. “Lo kenapa pandangin gue sebegitunya? Mau kayak adegan-adegan dalam drama, lo, yang nyosor waktu sangkar berhenti di atas?”
Mendengar hal itu membuat Jevin lantas tertawa. “Lo kok bisa baca pikiran gue, sih?”
“Hah?” Kayla mengerjap salah tingkah. Padahal dia hanya bercanda dan menebak asal-asalan.
Dan keterjutannya berlanjut saat tiba-tiba Jevin berpindah tempat, membuat sangkar yang mereka tempati sedikit miring karena tidak seimbang. Kayla hampir berteriak, namun mulutnya dikunci dengan bibir Jevin yang tiba-tiba mendarat di bibirnya. Ciuman itu tidak berlangsung lama, karena Jevin segera menarik diri saat melihat posisi mereka yang akan turun ke bawah. Kemudian ia kembali ke tematnya seperti semula, lalu tersenyum puas melihat ekspresi kaget Kayla di hadapannya.
“Lo pakai pelembap bibir apa, sih? Manis.”
Bahaya.
Jevin sekarang benar-benar berbahaya untuk kesehatan jantung Kayla.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEKAYLA
Teen FictionIni bukan tentang kisah cinta yang akan membuat kamu merasakan lovey-dovey dalam suatu hubungan. Ini tentang Mikayla Zavira dan pacarnya, Jevin Kanindra, dengan hubungan mereka yang layaknya Tom and Jerry, mereka akan membuat kalian merasakan euphor...