11 - Janji

16 2 1
                                    

Hari-hari berjalan dengan kesibukan Jevin yang menjadi budak organisasi, rapat hampir setiap hari, bahkan pernah seharian tidak menghubungi Kayla sama sekali. Di kelas pun Jevin kadang hanya sempat sekadar menyapa saja tanpa interaksi lebih seperti biasanya karena memfokuskan diri pada mata kuliah yang sedang berlangsung. Mau tidak mau dia harus produktif dan serius karena tidak mau nilai akademiknya menurun karena organisasi yang sedang ia jalankan. Tapi walau pun begitu, Jevin selalu menyempatkan diri untuk menelepon Kayla sebelum tidur untuk sekadar mendengar suara gadis itu walau kerap kali berakhir dengan ketiduran.

Seperti sekarang, padahal Kayla tadinya sedang menonton drama korea yang baru saja merilis episode terbarunya pada jam sepuluh malam, namun ia merelakan untuk menjeda tontonannya karena panggilan masuk dari Jevin. Karena jika tidak diangkat bisa-bisa pemuda itu datang seperti jailangkung ke kosannya tanpa pikir seperti satu minggu yang lalu, tepat di hari di mana saat Jevin tidak menghubungi Kayla seharian, masuk kelas juga tidak alias izin karena suatu hal, dan itu membuat Kayla kesal sampai mengabaikan panggilan masuk dari pemuda itu. Dan setelah itu bisa ditebak, Jevin langsung datang tanpa pikir panjang.

Presentasi besok udah kelar belum power pointnya?” Jevin tidak pernah berbasa-basi jika menelponnya pada malam hari. Kayla tidak lagi heran sekarang karena sudah terbiasa dalam satu bulan terakhir dengan perubahan sikap pemuda itu yang jauh lebih menghangat kepadanya meski sifat menyebalkannya masih tidak bisa hilang di sela-sela obrolan serius mereka.

“Udah, tenang aja gue ‘kan jago bikin PPT.” Kayla mencari posisi ternyamannya di tempat tidur sebelum kembali melanjutkan ucapannya. “Besok setelah kelas, lo free?”

Free. Sibuknya nanti sore. Lo mau ke warnet?”

“Kok ke warnet, sih?” Kayla mendengus pelan, “Lo rencana mau ke warnet?”

Iya, udah lama enggak. Butuh refreshing.”

“Halah.” Kayla mencibir dengan dengusan kecil. “Lo ada waktu gitu bukannya dipakai buat istirahat, ini malah mau ke warnet. Gak capek apa?”

Makanya ‘kan gue mau ngajak lo juga.”

“Apa hubungannya sama ngajak gue?”

Mau pinjam pundaknya buat nyender.”

“Idih, sok iya. Tapi itu ‘kan bisa ke kosan gue aja.”

Sambil main game,” sambung Jevin namun kembali dapat sanggahan dari Kayla.

“Bisa main lewat HP ‘kan? Kayak biasa juga lewat HP.”

Beda rasanya, lah. Lo mana paham.”

“Emang bisa main komputer sambil nyender gitu di pundak?”

Gak bisa, sih.”

“Terus maksud lo apaan, Anjir?”

Jevin hanya tertawa sebagai tanggapan, membuat Kayla memutar bola matanya dengan malas sambil menghela napas. “Ya udah.”

Ya udah apa?”

“Ya udah kalau mau ke warnet, gue tahan juga lo gak akan mau dengerin.”

Tapi lo ikut gak?”

“Gak.”

Yah.”

“Kecuali dengan syarat.”

Syarat apaan?”

“Besok setelah urusan lo kelar, malamnya temani gue makan seblak.”

Itu doang?”

JEKAYLA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang