Cheers 10

1.2K 176 33
                                    

22 Februari 2024

🌸

"Seharusnya kau biarkan saja aku. Seharusnya aku ikut dengan ayahku."

"Jangan katakan hal itu Sakura." Sasuke ikut menangis jadinya. Ia tidak kuat jika Sakura terus berkata seolah-olah gadis itu pantas pergi.

"Kau seharusnya tidak datang lagi dalam hidupku. Aku ingin bertemu ayah.."

"Aku ingin bertemu ayahku Sasuke.." Sakura meraung.

"Nanti ya, kau sembuh dulu baru kita melihat ayahmu.."

Sakura terus menggumamkan ingin bertemu dengan ayahnya hingga ia tertidur dalam pekukan Sasuke. Sasuke merasa perih di hatinya. Segala hal yang berhubungan dengan Sakura selalu membuatnya sedih. Ia sadar, ialah menjadi penyebab perempuan itu merasa sangat sedih. Tapi ia ingin memperbaiki semuanya. Ia ingin menjadi alasan untuk perempuan itu bahagia seumur hidupnya.

Setelah memastikan Sakura benar-benar terlelap. Sasuke menekan tombol di samping ranjang guna memanggil perawat. Akibat berontakan Sakura tadi, aliran infusnya berjalan tidak dengan baik. Darah dari tangan gadis itu tersedot keluar.

Sasuke merebahkan tubuh Sakura perlahan. Ia rapikan rambut Sakura. Mengusap sisa-sisa air mata di pipi perempuan itu. Setelahnya ia membawa kembali baskom kecil tadi ke kamar mandi. Membuang airnya dan menyimpan handuk serta baskom itu.

Begitu Sasuke keluar dari kamar mandi, seorang perawat sudah berdiri di samping brankar Sakura. Perawat itu memasangkan kembali infus Sakura.

"Apa terjadi sesuatu tadinya pada Haruno-san?" Tanya perawat itu setelah memastikan aliran infus Sakura berjalan baik.

Sasuke mengangguk.

"Segera tekan tombol urgensi ketika pasien dalam keadaan tidak stabil tuan. Haruno-san termasuk salah satu pasien yang sangat diperhatikan keadaan mentalnya. Saya harap tuan memahaminya," jelas perawat itu.

"Ya, saya akan mengingatnya,"  balas Sasuke.

Perawat itu mengangguk sekilas dan keluar dari ruang rawat inap Sakura. Sasuke memahami betul apa maksud perawat tadi. Untung saja Sakura tidak melakukan hal lain saat pikirannya tak stabil. Seharusnya Sakura mendapatkan obat penenang tadi, tapi Sasuke tak sampai hati mengenhtikan Sakura mengeluarkan keluh kesahnya. Pada akhirnya ia tidak memanggil perawat saat gadis itu memberontak tadi.

Sasuke berjalan ke arah lemari yang berada di sudut lain ruangan, di mana rumah sakit menyimpan selimut. Ia ambil selimut dan bantal kecil, kemudian menaruhnya di atas sofa. Sasuke kembali duduk di tepi ranjang Sakura. Menunduk untuk memberikan kecupan selamat malam di kening Sakura.

"Mimpi indah Sakura."

~Cheers~

Sasuke hanya ingin bertemu dengan bawahan papanya di kantin rumah sakit. Ia yakin bisa berbicara hal penting dalam waktu sepuluh menit dan meninggalkan Sakura yang sedang tertidur lelap. Temari sudah datang pagi tadi sebentar dan meminta maaf karena tidak dapat memenuhi janjinya. Kemudian Sakura kembali tertidur.

Sasuke yakin ia tidak pernah meninggalkan benda-benda tajam di ruangan Sakura. Ia sangat yakin kemaren. Sebelum ingatannya mengacu pada Temari yang datang dengan membawa buah-buahan. Buah-buahan itu pastilah dikupas dengan pisau. Dan pisau itu sekarang berada di genggaman Sakura.

Baru saja Sasuke duduk di kursi kantin, di hadapan bawahan papanya. Ponselnya berdering. Mengangkat panggilan dari perawat yang mengatakan bahwa Sakura mencoba bunuh diri.

Tanpa berkata apapun, Sasuke berlari. Untungnya lift sedang terbuka, langsung saja Sasuke masuk dan menekan tombol lantai ruangan Sakura.

Dan di sinilah ia sekarang. Bersama perawat dan dokter mencoba membujuk Sakura untuk melepaskan pisau itu dari genggamannya. Mata pisau itu sudah menggores lengan Sakura yang masih jauh dari bagian nadi.

"Sakura," panggil Sasuke. Ia berdiri di samping dokter Shizune. Berdiri dalam jarak delapan langkah dari Sakura. Titik teraman berdiri karena khawatir perempuan itu akan melukai dirinya.

Perempuan yang dipanggil menatap mata Sasuke. Posisinya yang membelakangi jendela membuat Sasuke semakin khawatir. Sakura terlalu dekat dengan bahaya. Bagaimana jika perempuan itu melompat keluar jendela?

"Sasuke, seandainya kau tidak melakukan itu padaku. Ayahku masih akan hidup," ujar Sakura dengan suara parau. Air mata mengalir lagi di pipinya.

"Aku tahu Sakura, aku minta ampun padamu," balas Sasuke. Ia mengambil satu langkah kecil ke depan.

"Kenapa harus aku?! Kenapa harus aku?!"

"Sakura, kumohon," lirih Sasuke. Lagi ia mengambil langkah kecil yang tidak disadari Sakura. Sedangkan dokter dan perawat bersiap jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

"Aku bahkan sudah merelakan semuanya untuk perempuan itu, tapi kenapa Tuhan masih membawa ayahku pergi?!" Sakura berteriak di ujung kalimatnya. Perempuan itu tidak fokus memegang pisau di tangan kirinya. Memberikan luka goresan lainnya yang semakin membuat Sasuke semakin khawatir.

"Tidak Sakura, aku tidak pernah pergi darimu," ungkap Sasuke. Dua langkah kecil berhasil ia lakukan.

"Kau pergi Sasuke! Kau memilih perempuan itu seperti yang dilakukan ibu dan kak Sasori!"

"Kau meninggalkanku Sasuke!"

"Tidak! Aku tidak pernah meninggalkanmu," bantah Sasuke.

"Kita bicara ya?" Satu langkah kecil kembali dilakukan Sasuke.

"Untuk apa? Kau ingin meminta maaf? Aku sudah memaafkanmu. Sekarang biarkan aku pergi!"

Sebelum pisau itu menggores nadi Sakura. Sebelum hidup Sasuke berakhir karena kepergian Sakura. Sasuke berteriak, "Sai."

"Shimura Sai, dia tidak pernah meninggalkanmu," beritahu Sasuke.

Sakura terdiam. Tangan kirinya perlahan turun, menjauhkan posisi pisau dari lengan kanannya.

"Sai?" Tanyanya tak percaya.

"Sai mencarimu Sakura, seperti aku mencarimu selama ini," ungkap Sasuke.

"Sai," gumam Sakura pelan.

Melihat pisau itu sudah jauh dari lengan kanan Sakura. Sasuke dengan cepat maju. Menjatuhkan pisau itu dan memeluk Sakura. Memukul pundak Sakura yang membuat perempuan itu jatuh pingsan.

Lantas ia peluk Sakura sambil bersimpuh di atas lantai. Terpaksa ia menggunakan Sai. Seperti yang ia perkirakan, jika ada alasan terakhir Sakura bertahan adalah laki-laki itu bukan dirinya.

Sasuke mengangkat tubuh Sakura, meletakkanya dengan perlahan di atas brankar. Dokter Shizune beserta perawat dengan sigap bertindak.

"Tindakan yang cukup implusif Sasuke-san," ujar dokter Shizune dengan nada datar. Cukup khawatir dengan keputusan Sasuke tadinya yang langsung maju begitu saja. Tapi perkataannya hanya seperti angin lalu untuk Sasuke. Pria itu mengacuhkan ucapannya.

Pikiran Sasuke hanya fokus pada Sakura yang terluka. Sakura yang hampir saja meninggalkannya. Sakura yang mencoba bunuh diri menggunakan pisau. Dan siapa orang bodoh yang menyimpan pisau di ruangan Sakura!

Sasuke sampai melupakan nama pria yang ia ucapkan pada Sakura tadi.

🌸

Publish: 6 Maret 2024

Next chapter 95 vote dan 25 komentar yaa.

Cheers [SasuSaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang